Megan duduk di kursi yang ditarik kan oleh Nicholas dan membalas pria itu dengan sebuah senyuman lembut. Kemudian Nicholas berjalan ke seberang meja dan menarik kursi untuk dirinya sendiri. "Kau ingin memesan menu makananmu sendiri atau biarkan aku melakukannya untukmu?" tanya Nicholas mulai membuka buku menu yang sudah disiapkan di hadapannya juga Megan. "Aku akan melakukannya sendiri. Terima kasih." Megan membuka buku menu miliknya. Sedangkan Nicholas mengangkat tangan ke arah pelayan yang menunggu dengan sikap siaga di samping pintu. Dan keduanya sibuk menentukan menu makanan masing-masing. Setelah pelayan menulis menu masing-masing, pelayan tersebut berpamit dan meninggalkan keduanya dalam sekejap. "Kau memesan udang mentega?" Salah satu alis Megan terangkat, penuh kecurigaan yang menyelimuti tatapan wanita itu. Di acara makan malam mereka yang terakhir, Nicholas memerankan menu makanan sehat yang setiap hari di sajikan oleh Jelita untuknya dan selalu ia pesan di mana pun ia h
Kaki Mikail terselip di antara celah pintu sebelum Megan berhasil menutup pintu apartemen. Dengan kekuatan prianya, Megan jelas kalah untuk mendorong mundur pria itu.Hanya butuh sedikit kekuatan yang dikerahkan oleh Mikail untuk membuka pintu dan menerobos masuk ke dalam apartemen. "Kuyakinkan padamu, Megan. Berteriak hanya akan membuat situasi kita berdua semakin sulit," peringat Mikail saat bibir Megan sudah bergerak akan berteriak meminta pertolongan.Mulut Megan kembali terbungkam, tetapi ia tak kehilangan akal. Tangannya yang memegang ujung tas, bergerak menyelinap. Tetapi sebelum berhasil menyentuh ponselnya, dalam satu gerakan gesitnya. Tas tersebut sudah berada dalam kuasa Mikail."Apa yang kau lakukan, Mikail?" Megan menggunakan kedua tangannya menggapai tasnya yang dirampas oleh Mikail. "Berikan padaku!"Mikail mendengus keras. "Agar kau bisa meminta pertolongan pada Nicholas?"Megan berjinjit. Dengan tubuhnya yang tinggi tetap saja tinggi tubuh Mikail masih jauh lebih ting
Pesta ulang tahun Kiano berjalan dengan sangat lancar. Kebahagiaan yang terpancar dari wajah bocah kecil itu menular memenuhi seluruh tamu undangan yang datang. Mulai dari kerabat dekat dan teman sekolah Kiano. Potongan kue pertama diberikan Kiano pada Mikail, dan potongan kedua … anak mungil sempat meragu saat memberikannya pada Alicia. Karena Nicholas satu-satunya tamu yang tidak datang.Mikail sendiri meyakinkan pada putranya bahwa Nicholas sedang memiliki urusan yang mendadak. Sehingga tidak sempat mengabari akan ketidak hadirannya. Tetapu akan tetap mengirim hadiah untuk anak itu.Setelah acara utama selesai, Mikail mendapat satu isyarat singkat bahwa pengawalnya teah berhasil mengamankan Nicholas. Mikail pun memastikan putranya sibuk dengan teman-temannya sebelum ia pergi meninggalkan keramaian pesta menuju ruang kerjanya. Tempat Nicholas dan anak buahnya menunggu.“Jadi semua ini rencanamu?!” sembur sepupunya begitu Mikail muncul dari pintu yang dibuka. Hendak menghambur ke
“Apa itu benar, Om Nicky?”Raut wajah Mikail membeku, menekan dalam-dalam ketegangan yang meremas dadanya.“Ya, jagoan. Kau harus mendengar apa yang dikatakan oleh papamu.”Bibir Mikail menipis tajam akan jawaban Nicholas yang berada di tengah-tengah. Tak memberinya keamanan sekaligus tak memperburuk keadaan. Tersirat dengan jelas rencana yang licik di kedua mata pria itu. Mikail bisa melihat dengan jelas.Akan tetapi, setidaknya jawaban Nicholas mampu menghentikan rasa penasaran yang menghiasi wajah sang putra. Mikail berhasil membujuk Kiano kembali ke pesta setelah Nicholas memberikan hadiah dari pria itu untuk Kiaono yang diletakkan di meja.Dan setikdaknya Kiano tak mempertanyakan fakta itu lebih banyak lagi. Ataupun menyinggung tentang ibu kandung. Seperti biasanya. Acara malam itu berlangsung dengan lancar, senyum dan kebahagiaan di wajah Kiano kembali seperti semula. Sepanjang acara.Mikail berharap Kiano tak pernah lagi mempertanyakan hal ini sampai kapan pun. Dan harap
Mikail membeku. Jelas itu adalah sebuah pertanyaan yang besar.“Apa mama tidak menyayangi Kiano?” Keantusiasan memenuhi kedua mata bulat Kiano. “Apa mama tahu siapa Kiano?”Lagi, bibir Mikail dibuat membeku. Tak mengatakan apa pun adalah cara teraman untuk menghadapi situasinya saat ini.Jika ia menjawab yang sesungguhnya, pun semua kesalahan berada di pihak Megan. Tetap saja jawaban itu akan membuat Kiano tersakiti.“Apakah itu sebabnya mama meninggalkan Kiano saat itu? Karena tidak tahu siapa Kiano yang sebenarnya?”Rasa panas menjalar di kedua ujung matanya, belum pernah Mikail merasa seterpojok ini. Nicholas benar, Kepercayaan dirinya belum pernah diruntuhkan sehancur ini oleh siapa pun. Tak ada yang berani melakukan hal segila itu padanya, bahkan memikirkannya pun tidak.Melihat kerinduan yang begitu besar menyelimuti kedua mata biru itu, Mikail tahu segala hal yang telah ia berikan dan limpahkan pada putranya tidak melengkapi kekosongan hati Kiano. Bahkan mungkin tak perna
“Apa sekarang kau puas, Megan?” desis Mikail dengan gurat amarah yang menggaris tajam di wajah pria itu. Berjalan semakin dekat hingga membuat Megan terhuyung ketika mencoba melompat menghindar. Tetapi pinggangnya ditangkap oleh Mikail dan mendorong kedua tubuh mereka hingga merapat ke dinding. “Kau sudah merencanakan semua ini, kan? Ck, aku kehilangan kata-kata untuk kelicikanmu.”Megan memiringkan wajahnya ke samping. Napas panas Mikail yang bercampur alkohol benar-benar membuatnya perutnya bergejolak. “L-lepaskan, Mikail. Aku tak tahu apa yang kau katakan.”“Kau harus bertanggung jawab.” Mikail mencengkeram rahang Megan, membawa kedua mata wanita itu menatap lurus ke arahnya. “Aku akan membuatmu membayar mahal, Megan. Kau pikir bisa mempermainkan kami sesuka hatimu. Datang dan pergi di kehidupan kami kapan pun kau inginkan, hah?”Megan meringis merasakan tekanan yang kuat di wajahnya. Nyaris meremukkan tulang rahangnya. Membuatnya kesultan mengerang tanpa rasa sakit. Dan meski e
Rasa pusing menusuk kepala Megan, matanya mengerjap beberapa kali ketika menyesuaikan cahaya di sekitarnya. Hingga pemandangan di sekitarnya menjadi jelas. Pemandangan wajah familiar dengan ekspresi datar dan gelombang amarah yang masih memekati kedua bola biru di sampingnya. “M-mikail?” Megan mengerjap lagi, mencoba menggali ingatan terakhirnya. Tetapi segera teralihkan oleh rasa berat di kepalanya. Tangannya bergerak, hendak menyentuh kepalanya. Tetapi tertahan oleh sesuatu yang menempel di tangannya.Megan menunduk, melihat pergelangan tangannya dibebat perban dan cairan infus tersambung di selang yang menempel di punggung tangan kirinya.“Ya, memangnya siapa lagi yang kau harapkan akan ada di sini, hah?” dengusan tajam menyelimuti nada suara Mikail yang tajam. Menyembunyikan gemuruh amarah yang menerjang layaknya badai di dalam dadanya.Megan tak terlalu fokus akan kemarahan dalam tatapan pria itu, pandangannya berkeliling. Mencari tahu di mana keberadaannya saat ini. Semaki
“P-pernikahan?” Bibir Megan yang pucat bergerak dengan kaku. Sekarang Megan tak yakin apakah berada di ambang kematian lebih buruk dari sebuah pernikahan. Bibir Mikail menipis dengan tajam menangkap reaksi yang ditampilkan oleh Megan. Seolah pernikahan yang telah mereka jalani di masa lalu adalah hal terburuk yang ada di hidup Megan. Dan sekarang ia menyodorkan hal terburuk itu di hadapan Megan. Yang tak diberi pilihan selain menelan semua keburukan itu mentah-mentah. Hati Mikail benar-benar tergores dengan keras. Amarah bergemuruh di dadanya. Menerjang-nerjang dinding dadanya dengan keras. Dan satu-satunya orang yang lebih berhak menerima semua luapan emosinya hanyalah Megan. Satu-satunya dan hanya Megan seorang. Akan tetapi, ia menekan dalam-dalam kemarahan di dadanya. Menekannya kuat-kuat. Demi kewarasannya. “Kenapa? Kau tak suka?” Mikail melemparkan pertanyaan itu dengan sengit. “Kiano adalah segalanya bagiku, Megan. Aku tak akan mempertaruhkan keberuntunganku dengan membia