Tin! ... tin! ... Ciit ... BRAK!? Mobil Azam menabrak tempat sampah di depan rumah Bu Sukma. Sampah di dalamnya berhamburan keluar, membuat orang-orang yang ada di dalam rumah terkejut dan keluar melihat apa yang terjadi. Beberapa orang yang melihat, saling berbisik ketika melihat Naila dan Azam keluar dari mobil itu. Mereka adalah tetangga Bu Sukma. Bu Ida yang berada di dalam rumahnya juga ikut keluar. Perempuan paruh baya itu tak menghadiri pernikahan keponakannya karena dia tidak mendukungnya. Azam menggandeng Naila menerobos orang-orang yang bergerombol di depan rumah Bu Sukma. Rupanya akad nikah telah dilangsungkan. Terlihat Amanda mencium tangan Ikhsan dan diabadikan dengan pengambilan foto oleh kerabat mereka. "Heh, ngapain kamu ke sini? Ada urusan apa?" teriak Bu Sukma yang melihat Naila dan Azam muncul di depan mereka. Rupanya akad nikah mereka digelar secara sederhana. Hanya ada beberapa kerabat dan tetangga yang da
Pengadilan memanggil Naila dan Ikhsan untuk proses mediasi. Dalam proses itu Naila menolak keras untuk berdamai dengan Ikhsan. Keputusannya sudah bulat untuk berpisah dari suaminya itu. Akhirnya pihak pengadilan tidak bisa memaksa Naila. Mereka akan mengadakan sidang lanjutan untuk gugatan cerai Naila. Setelah beberapa kali sidang, pengadilan telah memutuskan perceraian antara Ikhsan dan Naila. Mereka bukan lagi sepasang suami istri. Pihak Ikhsan datang untuk mengajukan gugatan harta gono gini. Setelah petugas pengadilan melakukan pemeriksaan, pihak Ikhsan tak berhak sama sekali atas harta, rumah, tanah, dan mobil yang dimiliki Naila. "Alhamdulillah, Nai. Akhirnya pengadilan sudah mengabulkan gugatanmu, Nai. Kalian sudah resmi bercerai," ucap Pak Ahmad. Mereka berdua baru keluar dari sidang di Pengadilan Agama. "Iya, Pak. Aku sudah bisa bernafas dengan lega. Ikhsan dan keluarganya tak akan bisa mengganggu aku lagi, baik soal harta gono g
POV RENDI Naila resmi berpisah dari suaminya? Entah bagaimana perasaanku saat ini. Ada sedih, ada bahagia juga. Bagaimana aku tak bahagia, sudah lama aku menunggunya dan kesempatan kini terbuka lebar. Sedih juga sih karena melihat orang yang aku sayangi sedih dan terpuruk. Tak tega melihat Naila terbaring lemah di rumah sakit karena keguguran waktu itu. "Kamu harus bisa melepaskan dia yang tak bisa menghargaimu, Nai. Buka hatimu untuk orang yang mengharapkanmu," ucapku saat menjenguknya di rumah sakit. "Aku belum mikirin itu, Ren. Saat ini aku cuma mau fokus dengan Raka dan usahaku," sahut Naila. Aku tahu jawabannya waktu itu adalah sindiran halus untukku. Namun, aku tak akan menyerah dengan begitu mudah. Aku akan memperjuangkan seorang Naila meskipun saat ini dia selalu menghindari dan menolakku. Mungkin juga karena Rani sepupunya. Rani gadis yang manis dan baik, sayangnya sampai detik ini hatiku belum bisa menerimanya. Aku ta
"Kumohon, Nai. Berikan aku kesempatan. Aku bisa gila jika harus kehilanganmu lagi!" ucap Rendi penuh penekanan. "Apa!?" Naila dan Rendi secara bersama menoleh ke asal suara. Di belakang mereka Rani berdiri terpaku dengan bibir bergetar menahan tangis. "Apa yang aku dengar barusan benar, Mas?" tanya Rani. "Mbak Naila tolong jelaskan padaku," lanjut Rani. Melihat di ruangan itu banyak orang, Naila mengajak Rani ke ruangannya dan Rendi mengikutinya. "Ran, tolong jangan salah paham. Dengarkan dulu penjelasan Mbak," Naila memohon kepada Rani. "Yang kamu dengar tadi memang benar, Ran. Aku mencintai Naila. Sudah dari dulu aku menyayanginya tapi takdir berkata lain." jelas Rendi. "Cukup, Ren! Kamu bisa melukai Rani," geram Naila. "Biarkan saja, Mbak. Aku ingin mendengarkan yang sebenarnya. Aku kuat menerima kenyataan daripada terus-terusan dibohongi," ucap Rani parau. "Maafkan aku, Ran. Aku yang salah, aku mendekat
"Mbak Linda, apa Rani tidak bekerja hari ini?" tanya Naila pada karyawannya. "Dia gak datang, Mbak. Gak tau kenapa gak ngasih kabar juga," sahut Linda seraya membersihkan tempat kerjanya. Naila merasa khawatir pada sepupunya itu setelah kejadian tempo hari. Dia mencoba menghubungi Rani lewat sambungan telepon. "Halo, Ran? Kamu baik-baik aja, 'kan? Kenapa gak masuk hari ini?" tanya Naila beruntun. "Aku lagi gak enak badan, Mbak. Tadi udah ngirim pesan, coba liat deh, Mbak. Mungkin pesanku belum kebuka," jawab Rani. "Oh yaudah. Kamu istirahat aja dulu ya, semoga lekas baikan lagi," ucap Naila. "Iya Mbak." Naila merasa lega setidaknya Rani tak masuk kerja bukan karena dirinya. Dia tak mau hubungan yang baik menjadi renggang karena laki-laki. Saat membuka ponselnya, memang benar Rani telah mengirimkan pesan tadi pagi. Karena sibuk, Naila tak sempat membukanya. Luka di hati Rani masih basah, tak mudah baginya melupakan
ANAKKU JUGA CUCUMU, BU# PART33(43) "Naila ... a-aku cuma ingin melihat Raka," ucap Ikhsan terbata. Dia takut jika Naila akan marah atau menolak kedatangannya. Naila melihat situasi sekitarnya, suasana sore banyak tetangga yang bermain di luar rumah. Di depan juga ada Bapak-Bapak yang ngobrol santai. Rasa takutnya hilang seketika, setidaknya pria itu tidak akan berani berbuat nekad. "Baiklah, Mas. Kamu boleh melihat Raka sebentar, tapi tetap di sini." sahut Naila. Ikhsan lega akhirnya Naila mengijinkannya. Dia meraih bocah gembul itu lalu memeluk dan menciuminya. Raka yang semula berontak akhirnya bisa beradaptasi lagi. Lama tak bertemu ayah kandungnya, tak membuat anak itu merasa seperti orang asing. Dalam hitungan menit, bocah itu bisa bercanda ria dengan Sang Ayah. Ikhsan senang sekali, anaknya kini sudah semakin besar dan mengerti perkataannya. Setelah puas bermain, dia ingin berpamitan kepada Naila untuk kembali."Nai, makasih udah
"Ka-kamu?" ucap Arya kaget pada seorang perempuan yang ada di hadapannya. "Iya, Mas. Ini aku Renata. Jadi sekarang kamu tinggal di kota ini juga?" tanya seorang perempuan yang ternyata bernama Renata. "Iya, aku pindah ke sini dan tinggal sama Mama aku," ucap Arya seraya memalingkan wajahnya dari Renata. "Dan ini Naila calon istriku," lanjut Arya lagi. Naila menutup mulutnya terkejut. Tak menyangka Arya akan mengatakan itu. Belum berhenti rasa terkejutnya, Arya tiba-tiba saja merangkulnya mesra. Terlihat sekali ada gurat kecewa di wajah manis Renata." Ja-jadi kamu sudah mau menikah?" "Iya, seperti yang aku bilang tadi" sahut Arya. Wajahnya yang biasa ramah kini berubah menjadi dingin tanpa ekspresi. "Ayo, sayang. Kita cari tempat makan lain yang lebih nyaman," ucap Arya seraya menggandeng tangan Naila. Naila yang masih bingung dengan situasi ini, menurut saja saat Arya menggandengnya keluar dari restoran. Sepanja
Aarrgh!! "Mas Ikhsan, tolong aku," teriak Amanda. Bu Sukma dan Pak Jaka keluar dari dalam kamar mendengar keributan di rumahnya. Pak Jaka berusaha menghentikan Irda yang masih terus menyerang menantunya itu. "Sudah Irda, hentikan! teriak Pak Jaka. "Biarin, Pak. Perempuan gak punya malu ini memang harus diberi pelajaran!" hardik Irda dengan nafas terengah-engah. "Pasti kamu yang buat gara-gara dulu sama Irda, 'kan?" Bu Sukma membela anaknya. "Kalian semua emang keluarga toxic!! Awas aja aku bakal aduin ke Mas Ikhsan!" teriak Amanda lalu berlari masuk ke dalam kamarnya. Sementara Ikhsan kini lebih sering menghabiskan waktu di luar bareng temannya. Pria itu bahkan betah berjam-jam nongkrong di warung untuk sekedar minum kopi. Suasana rumah yang dulu sering dirindukannya, kini hanya menjadi tempat numpang tidur saja. Tak ada kedamaian ia temukan di dalamnya.**** "Mas, aku udah gak betah tinggal di sini," ucap Amanda ketika suaminya baru pulang dari nongkrong di warung. "Ada apa