"I'm going to feel crazy when I realize how much I love you."
Argghhh
Aveline berteriak heboh sambil memegang kedua pipinya yang memerah. Kakinya menendang-nendang selimut hingga tak berbentuk. Dia tidak bisa berhenti salah tingkah, ketika terus-menerus terbayang malam itu.
Bukan Cassian yang menggila, tetapi Aveline. Dia sudah seperti anak remaja yang kasmaran.
Bagaimana tidak? Penantian panjangnya terbayar sudah. Tiga kata keramat dari Cassian yang selalu dinantikannya, akhirnya bisa didengarnya. Cassian menyatakan cinta padanya.
Aveline merebahkan tubuhnya di atas ranjang, kedua tangannya direntangkan, pandangannya ke langit-langit kamar, dan bibirnya tidak berhenti tersenyum. Hatinya terasa penuh dengan kebahagiaan.
“Jadi kangen, deh.”
Aveline mengambil ponselnya, bersiap untuk menghubungi Cassian. Suaminya itu berangkat pagi-pagi sekali ke kantor. Katanya ada rapat rutin tahunan yang akan dihadiri ol
Awalnya, Aveline ingin memprotes tuduhan yang diberikan oleh Valen tentang merebut kekasih orang. Nyatanya, dia sama sekali tidak pernah merasa seperti itu.Namun, kata-kata Valen selanjutnya membuat Aveline semakin terkejut dan kehilangan kata-kata. Tuduhan bahwa dia adalah seorang pembunuh begitu terdengar tidak masuk akal.“Ma.. maksud lo apa?” Tanya Aveline. Pikirannya berkelana di malam Nicholas menculiknya. Apa mungkin yang Valen maksud adalah mantan kekasih Cassian?Malam itu mungkin Laura berhasil membuat Aveline tenang dan tidak berpikiran macam-macam tentang kecelakaan itu. Lagipula, Cassian juga tidak pernah menyinggung sedikitpun tentang itu. Sehingga Aveline sedikitpun tidak pernah memikirkannya.“Lo yang udah nabrak kembaran gue, SIALAN..” Teriak Valen dengan wajah memerah marah.Aveline terkejut. Wajahnya berubah pias. Jadi benar kalau yang dimaksud Valen adalah Vivian. Lalu, apa katanya tadi? Kembaran?
"Lo yang nyetir waktu itu, Ave."Tubuh Aveline menegang. Jadi benar dia yang menabrak saudara kembar Valen? Dia seorang pembunuh? Dia juga yang sudah membuat Rama mengalami koma selama hampir dua tahun?Rama yang melihat wajah Aveline yang memucat, merasa kasihan. Dia jadi tidak tega melanjutkan kejahilannya yang sedikit memberikan bumbu penyedap dalam ceritanya.“Tapi kecelakaan itu bukan salah lo, kok.” Ucap Rama akhirnya.“Be.. beneran?”Rama mengangguk meyakinkan. “Kecelakaan itu kayak emang udah ada yang rencanain. Bukan cuma hard brake dari mobil gue, orang yang ngalangin kita tiba-tiba, sampe ada mobil yang nabrak kita dari belakang.“Kecelakaan beruntun?”Rama menggeleng. “Seperti yang gue bilang tadi, ada yang sengaja.”Rama mengenang kecelakaan dua tahun yang lalu itu. “Menurut lo, kalau cuma kecelakaan beruntun gak bakal orang itu meninggal, Ave. Gu
Aveline tercengang di tempatnya berdiri. Perasaan, dia tidak melakukan apa pun. Dia hanya menuruti kode Max, yang menyuruhnya untuk berjalan di depan. Dia mengira kalau Max menyuruhnya untuk masuk sendiri. Ternyata agar wajahnya dapat dikenali oleh face recognition sensor yang ada di pintu ruangan CEO.Langkahnya terhenti sejenak saat pintu yang tadinya terlihat seperti pintu biasa kini terbuka secara otomatis. Aveline tak bisa menyembunyikan keterkejutannya terhadap teknologi keamanan yang begitu canggih di gedung ini. Namun, yang membuatnya agak tersipu adalah system yang mengenalnya sebagai "Mrs. Cassian"? Dia tidak salah dengar, kan?“Silahkan, Nyonya..”Aveline mengangguk dan membuntuti Max yang juga ikut masuk ke dalam ruangan ini. Bodyguard-nya yang lain memilih untuk tetap berada di luar. Max mengarahkannya untuk duduk di sofa sebelum langsung meninggalkan ruangan.“Loh, Max?” panggil Aveline, tetapi Max tidak memb
Cassian memeluk Aveline erat, merasa begitu bersyukur memiliki wanita yang kuat dan penuh pengertian di sisinya. “Kamu istri hebat, sayang. Aku merasa malu sebagai kepala keluarga. Harusnya aku yang berjuang untuk pernikahan kita.” Aveline mengangkat wajahnya dari dada Cassian dan menatap suaminya dengan tulus. "Ini bukan tentang siapa yang harus berjuang lebih keras. Ini tentang kita berdua, sebagai pasangan yang saling mendukung.” Aveline tersenyum dan mengelus pipi Cassian dengan lembut. “Yang penting sekarang adalah kita berdua belajar dari pengalaman ini dan saling memperkuat hubungan kita ke depannya. Aku yakin, kita bisa hadepin semua drama pernikahan sama-sama." Cassian terkekeh dan mengambil telapak tangan Aveline di pipinya. Dibawanya tangan itu untuk dikecupnya. “Itu kamu yang kebanyakan bikin drama.” Aveline memiringkan kepalanya dengan ekspresi lucu. “Kalau gak pake drama, kamu gak bakal tau perasaan kamu ke aku.” Setelah memutar
Aveline menyandarkan dirinya di pundak Cassian sambil matanya memperhatikan pemandangan melalui jendela mobil. Setelah memuaskan rasa penasarannya tentang kecelakaan dua tahun yang lalu, Cassian mengajaknya untuk pulang.Semua yang dikatakan Rama sesuai dengan data yang ada di Fortress. Dimana Cassian sebenarnya sudah mengetahui semuanya. Saat ditanya kenapa tidak menjelaskan semuanya pada Aveline, Cassian mengedikkan bahunya dan bilang kalau Laura adalah alasannya.Aveline sebenarnya geram juga pada tingkah sahabatnya itu. Terlalu bertingkah seenaknya, dan mempengaruhi semua orang agar mengikuti rencananya.Tapi sudahlah. Aveline menganggap itu impas karena juga sudah merepotkan para sahabatnya saat masa labilnya ingin pisah sementara dari Cassian.Mengingat kejadian di villa Rafael saat itu, Aveline jadi teringat Nicholas.Aveline memutar tubuhnya untuk menghadap Cassian. “Kak Ian..” Panggilnya.Cassian yang sedang sibuk dengan
Adelia dan Cassian terkejut saat melihat Aveline tiba-tiba bersimpuh di hadapan Adelia. Wajah Aveline menunduk dan air matanya perlahan meluruh. “Adel.. Maaf..” Ucap Aveline dengan lirih. Adelia terpaku. Dia tidak salah dengar? Wanita ini meminta.. maaf? “Aku salah, Del. Maaf udah ngukir kenangan buruk di masa kecil kamu.” Aveline mendongakkan wajahnya dan menatap Adelia dengan sorot penyesalan yang sangat kentara di matanya. “Maaf karena aku gak berani nemuin kamu karena malu, dan juga maaf karena aku baru minta maaf sama kamu.” Lanjut Aveline. Adelia masih saja terpaku. Entah mengapa hatinya tersentuh melihat ketulusan Aveline. Aveline mencoba menyentuh tangan Adelia, yang untungnya tidak ditepis oleh Adelia. “Aku gak nuntut dapet maaf dari kamu, Del. Aku tau efek dari pembullyan itu sangat besar bagi kamu. Aku cuma berharap kamu ngasih aku kesempatan buat jadi orang yang lebih baik, dan juga jadi kakak ipar yang baik untuk
Sehari sebelum pernikahan Aurora dan Nicholas“Kamu yakin, dek?” Tanya Aveline, kembali memastikan keputusan Aurora untuk menikah dengan Nicholas.Aurora menghela nafas dengan kasar. “Ya..” Jawabnya untuk kesekian kalinya.Aveline menatap Aurora dengan tak yakin. Pernikahan itu bukan permainan. Keputusan yang diambil akan memengaruhi seluruh hidupnya. Aveline merasa khawatir karena dia tahu lebih banyak tentang Nicholas daripada yang diketahui Aurora.Bola mata Aveline bergulir ke arah Papa Vincent yang sejak tadi terdiam. Dia mengode papanya untuk kembali membujuk Aurora.Papa Vincent yang mengerti kode itu berdehem hingga atensi Aurora beralih padanya.“Om Bagas gak bilang kamu harus nikah sama Nicho, Rora.” Ucap Papa Vincent, mengingatkan Aurora pada permintaan dari sahabat papanya sekaligus calon mertuanya. “Dia cuma minta bantuan kamu buat mendisiplinkan Nicho. Kan Nicho nurut sama kamu.” lanjutnya.Aurora memijit keningnya yang terasa pening. Yang Papa Vincent maupun Om Bagas ti
CklekkAurora membuka pintu kamar hotel dengan pelan. Ekspresi wajahnya cemberut saat melihat Nicholas yang dengan santainya tengah bermain ponsel di atas ranjang, setelah pria itu meninggalkan pesta pernikahan mereka tanpa pamit pada siapa pun.Nicholas hanya melirik sekilas Aurora yang kini berjalan mendekatinya. “Lo pesen kamar lain sana!!” Ucapnya acuh dengan mata yang masih menatap ponselnya.Aurora membelalakkan matanya mendengar itu. “Loh? bukannya kita udah sah sekarang? Kok pisah kamar?”“Males gue sekamar sama lo.” Nicholas mengedikkan bahunya acuh.Aurora yang mendengar itu bertambah kesal. Masih dengan gaun pengantinnya, dia membaringkan tubuhnya di samping Nicholas.“Gak mau.. aku mau tidur disini.” Ujar Aurora sambil menyelimuti tubuhnya.“Jorok lo.. Badan lo bau dan itu ngotorin ranjang ini, tau gak..” Seru Nicholas dengan kesal.Dengusan kesal