Kediaman Madison .... "Apa yang sebenarnya kau lakukan? Sudah kubilang jangan terlalu terburu-buru. Mengapa semalam kau begitu gegabah?!" ucap Madison. "Tenang, Mom. Aku tahu apa yang aku lakukan. Sedikit kejutan yang kuberikan untuknya kemarin mungkin akan menyebabkam Damian tak bisa mengangkat kepalanya pagi ini," balas Edric sambil tersenyum sinis. "Kau melakukannya lagi?" bisik Madison setengah terkejut. "Ya! Aku harus melakukannya. Harusnya kau cepat-cepat mencari lagi wanita yang dapat mendampingi Damian sebelum wanita asing yang dibawa Jake itu masuk! Bahkan terakhir kali Olivia pun tak mampu kau kendalikan!" protes Edric. Madison menghela napasnya. Ia menatap Edric sambil berpikir serius. "Kau benar, kita memang harus mencari cara lain," gumam Madison. "Hmm ... atau ... kita masih tetap bisa menggunakan Felicia." Madison kembali tersenyum sinis. "Apa maksudmu, Mom?" Edric mulai menaruh atensi yang besar setelah menatap binar di mata ibunya. "Kita posisikan Felicia di ten
Seperti yang Damian sebutkan sebelumnya tentang membawanya pergi, kini Lyla hanya terdiam selama perjalanan mereka berlangsung. Setelah Damian menyebutkan tentang menikah tadi, perhatiannya kemudian harus terpecah karena terdengar suara langkah kaki yang mendekat ke arah kamarnya. William kemudian muncul dan melaporkan tentang kedatangan para petugas pengiriman barang yang telah sampai di kediaman Damian. Damian dengan segera memerintahkan para petugas itu untuk masuk dan meletakkan semua barang kiriman tersebut ke ruangan kecil di sudut kamar Lyla yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan pakaian. Ya! Para petugas kurir itu ternyata mengantarkan berlusin-lusin pakaian dan sepatu untuk Lyla. Dan Lyla yang belum pernah memiliki sebanyak itu pakaian dan sepatu seumur hidupnya, hanya dapat menganga takjub. Seperti yang dikenakannya saat ini, kasual midi dress simpel berwarna putih tulang yang menjadi pilihannya untuk menemani Damian keluar. "Kau jadi pendiam, Lyla," ucap Damian memeca
"Tak perlu melamun, Lyla. Apa yang kau pikirkan?" Damian menyentuh lembut lengan Lyla saat disadarinya gadis itu hanya diam saja setelah kepergian mereka dari kediaman Aaron. "Damian, sebenarnya apa yang terjadi tadi?" tanyanya tak mengerti. "Bukan apa-apa, hanya sedikit bisikan yang mungkin harus disampaikan, itu saja," jawab Damian sambil tersenyum simpul. "Bisikan? Maksudmu?" tanya Lyla lagi. "Jangan terlalu ingin tahu, Sayang. Belum saatnya kau tahu. Aku juga masih ragu kau mungkin tak dapat menerima semuanya sekaligus ketika tahu yang sebenarnya. Lagipula aku tak ingin sinarmu menjadi redup." "Oh, lihat! Kau mulai bersikap misterius lagi. Apa memang semua pria berzodiak virgo selalu bersikap seperti itu?" keluh Lyla. "Zodiak apa? Virgo? Kau mencari tahu tentangku rupanya? Apa kau sekarang sedang membacaku? Meramalku mungkin?" balas Damian sambil tersenyum. Ia menggoda Lyla. "Oh, please jangan mengolok-olokku, Damian. Kau tahu betul aku tak mungkin melakukan itu. Yah, well,
Lyla sudah membersihkan dirinya setelah makan malam dengan Damian. Ia kemudian sengaja untuk turun ke bawah dan menuju dapur. Di sana ia melihat Alice sedang membenahi sendok dan garpu saat dirinya sampai. Alice pun sama seperti dirinya, ia telah berpakaian santai dengan gaun tidur panjang yang membalut tubuh mungilnya berpadu dengan sweater rajut yang tampak hangat. "Hai, Alice, pekerjaanmu belum selesai?" tanya Lyla. "Hai, Nona. Hanya tinggal sedikit saja. Aku hampir saja lupa untuk menyusun sendok dan garpu. Marie akan mengomeliku jika besok pekerjaanku belum beres. Apa ada yang Nona inginkan?" tanyanya. "Tak apa Alice, aku hanya ingin mengambil beberapa buah dan air mineral lagi untuk nanti malam," jawab Lyla. "Oke, Nona, biar kusiapkan ya. Tuan biasanya hanya menginginkan air mineral setelah makan malam. Tapi jika ia membutuhkan buah untuk pendamping, mungkin artinya ia akan berencana kelaparan nanti malam?" ucapnya seolah menganalisa. Lyla hanya tertawa dengan kepolosan Ali
Perlahan-lahan bibir lembab Lyla akhirnya mulai menyentuh permukaan bibir Damian. Awalnya gadis itu malu-malu dan hanya mengecup kecil bibir Damian. Beberapa kecupan kecilnya sebagai pembuka kemudian, akhirnya disambut Damian dengan lembut. Pria itu sendiri kemudian membuka mulutnya. Ia menarik Lyla dan mendekapnya ke dalam dada bidangnya. Merebahkan diri dan membiarkan Lyla berada di atas tubuh kerasnya. Damian membalas ciuman canggung istrinya itu dengan ciuman panas miliknya. Ia merengkuh rambut halus Lyla yang terurai di sekitarnya, menahan wajahnya agar gadis itu lebih mendekat dan melekat padanya. Seperti ingin menghisap Lyla, Damian terus melancarkan serangannya dengan lidah panasnya, menjelajahi setiap rongga mulut Lyla yang manis. Memagutnya dan mencecapnya seolah tak cukup dengan hanya menghisap dan merasakan lidah lembutnya. Dengan tekanan lembut, Damian akhirnya menggulingkan Lyla. Memerangkapnya di bawah panas tubuhnya sendiri. Lyla yang mulai mendesah membuatnya begit
Lyla sedikit tersentak saat ia merasakan sebuah kecupan di belakang tengkuknya. Ia segera membuka matanya dan mengerjap-ngerjapkannya beberapa kali. Lyla mendadak teringat semua kejadian semalam yang telah ia lalui ketika sebuah lengan kokoh melingkar disekitar pinggulnya. Benar, ia dan Damian telah menghabiskan malam pertama mereka. "Selamat pagi, Sayang ...," sapaan lembut dan serak khas Damian terdengar begitu manis ditelinganya. "Pa ... pagi," jawab Lyla lirih. Ia memutar tubuhnya dengan malu-malu untuk menghadap ke arah Damian. Dari dalam selimut, ia masih bisa merasakan kulit polosnya yang bersentuhan dengan milik pria itu. Ia seketika meremang dan tergelitik. Lyla bahkan tak menyadari keadaannya sendiri sampai mereka saling bersentuhan. "Kenapa? Kedinginan?" tanya Damian ketika merasakan bulu kuduk Lyla yang meremang. "Ti ... tidak, hanya saja ...." Lyla tak sanggup meneruskan ucapannya. Ia hanya menarik selimutnya perlahan-lahan. Damian tersenyum karena mengerti maksudn
Jake menatap Lyla dan Damian secara begantian dengan penuh selidik. Ia hampir terkena serangan jantung saat Damian meneleponnya dan memberitahukan tentang pernikahan rahasia mereka. Mereka bahkan hanya baru beberapa hari bertemu, bagaimana bisa melangsungkan pernikahan begitu saja?! "Kalian serius?" tanyanya lagi. Jake sudah menghembuskan napasnya berkali-kali dan menanyakan pertanyaan yang sama berulang-ulang. Ia masih tak dapat mencerna keadaan itu begitu saja. "Bukankah kau sudah tahu bahwa aku tertarik pada Lyla saat pertama kali bertemu dengannya?" ucap Damian dengan tenang. "Aku dan Lyla melakukan pernikahan ini karena kami memang ingin melakukannya." "Aku tahu. Tapi kukira bukan ketertarikan yang seperti itu! Ah, baiklah ... baiklah," balas Jake lagi. "Aku tahu kau terkejut, Jake. Mungkin keputusanku terlalu cepat? Belum lebih dari setahun yang lalu aku kehilangan Olivia, dan sekarang aku bahkan sudah menikah. Mungkin kau berpikir sesuatu tentang itu?" "Bukan masalah itu, D
Lyla sedang menatap wanita cantik yang ada di hadapannya dengan sedikit menyelidik. Wanita bernama Felicia itu terlihat begitu bersinar. Kulit bersih dan cerahnya sangat menyilaukan. Rambut hitam sebahu miliknya yang begitu indah, tampak sangat serasi dengan mata coklatnya. Untuk sejenak Lyla hampir lupa berkedip karena terlalu terlena menatap Felicia. Ia kemudian mengontrol kembali arah pandangnya dengan sedikit kikuk. Menurutnya, Felicia adalah wanita yang cantik dan sangat menarik. "Kau pasti asisten baru yang diceritakan itu bukan?" tanya Felicia dengan tersenyum manis yang tampak begitu ramah. Lyla sejenak merasa kelu. Entah mengapa, ia bahkan tak dapat membalas ucapan Felicia. Gerak-gerik wanita itu sungguh terlihat sangat berkelas. Ia terlihat begitu anggun hanya dari cara jalannya saja. "Ya," jawab Lyla akhirnya. Beruntung suaranya masih dapat terdengar karena ia berhasil menyembunyikan kegugupannya. Aura Felicia yang kuat seolah menunjukkan bahwa ia adalah wanita yang memi