Pergi.
Itulah yang akan Dahlia lakukan.
Pergi sejauhnya dari apa pun yang membuatnya terbelenggu di tempat ini. Hanya sesaat, lalu setelah itu dia akan kembali setelah berhasil menguasai dirinya.
Saat Dahlia berjalan terburu-buru pada tengah malam dan disaksikan oleh Weston, Dahlia hanya berkata pada pria itu bahwa dia akan pergi.
“Aku tidak ingin mengganggu pengantin baru. Mereka butuh waktu berdua untuk saling mengenal.”
“Anda sangat bijaksana, Nyonya,” sahut Weston dengan rasa hormat yang tidak berkurang sekalipun usianya jauh lebih tua.
Tidak ada orang rumah selain Weston yang tahu bahwa Dahlia pergi. Dan Dahlia juga yakin tidak akan ada yang peduli.
Namun di lubuk hatinya yang terdalam, Dahlia bertanya-tanya, apakah Kai akan mencarinya? Besar kemungkinan jawabannya adalah ya. Tapi Dahlia juga tahu maksud pria itu mencarinya adalah untuk mengatakan hal-hal menyakitkan lagi padanya.
Dahlia tidak akan
Dahlia duduk di sebuah restoran yang baru pertama kali ini dia lihat. Sebuah restoran Jepang dengan konsep kayu dan kesederhanaan seperti di daerah pedesaan. Belum lagi dengan pemandangan yang disuguhkan dari jendela lebar memenuhi satu sisi dinding dan sengaja dibuka sehingga angin sepoi musim panas masuk ke dalam. Dahlia tidak menyangka bahwa investor pentingnya kali ini memintanya untuk bertemu di sini. Sebuah restoran yang baru dibuka, sangat jauh dari kesan mewah yang Dahlia biasa lihat. Dia berada di sebuah bilik khusus yang telah dipesankan oleh Jaden Miles. Dahlia merasa pernah mendengar nama itu di suatu tempat, tapi dia lupa di mana tepatnya. Dan sembari menunggu pria itu datang, Dahlia memainkan ponsel, mengecek sosial media dan website-website favorit. Saat pikirannya tengah tenggelam di dunia maya, pintu bilik itu terbuka, seseorang masuk. Dahlia buru-buru mengangkat pandangan dan melihat sosok yang kemudian duduk di hadapannya. Ked
Apa pun yang Kai Ronan katakan selama lima belas menit setelahnya, hanya Dahlia tanggapi seadanya saja. Saat Kai mulai lagi mencoba untuk menggodanya dengan kata-kata pria itu yang blak-blakkan, Dahlia memilih untuk diam.“Bisa kah kita makan makan malamnya dengan tenang?”Kai tersenyum, sadar apa yang coba Dahlia perjuangkan. “Kau ingin menghindariku.”Dahlia diam.“Kalau kau melakukannya, aku akan semakin tertarik padamu.”“Aku ibu mertuamu, Ronan. Kau tidak perlu mengejarku. Kita akan bertemu pada makan malam rutin di setiap akhir pekan.”“Apakah itu sebuah isyarat lampu hijau yang aku dengar?”“Itu peringatan,” tukas Dahlia dingin.“Tidak masalah. Kita bisa mengendap-ngendap setelahnya saat semua orang sudah tidur.”Tubuh Dahlia langsung meremang. Dia tidak mengharapkan dirinya akan bereaksi demikian karena siapa pun tahu … yan
Langkah Dahlia terasa berat. Dia hanya berharap bahwa dia tidak terlihat aneh dengan langakh robot itu. Dan semoga saja tidak ada yang menyadari kegugupannya.Dahlia berhenti di dekat meja Brianna dan menatap putri tirinya itu diikuti senyum. “Brianna, aku tidak tahu bahwa kau akan ada di sini,” kata Dahlia, terdengar ramah.Namun respon Brianna justru sebaliknya. Dia mendelikkan mata dan melirik pria di belakang Dahlia. Tubuh Dahlia menegang. Apakah Brianna menyadarinya? Apakah Brianna curiga pada pertemuan mereka malam ini.“Pekerjaan lagi?” ucap wanita itu. Dia tidak menunjukkannya pada Dahlia yang lebih dulu menyapanya, melainkan pada suaminya di belakang wanita itu.Dahlia sangat malu, apalagi tatapan dari teman-teman Brianna mulai semakin tertuju padanya.“Ya. Aku sudah mendengar bahwa akan ada pesta di sini malam ini. Pemiliknya adalah salah satu teman kampusmu, benar?” kata Kai. Suaranya terdengar jauh le
Dahlia sampai di mobilnya dan masuk. Saat dia baru saja hendak menyalakan mesin mobilnya. Tiba-tiba saja seseorang mengetuk kaca jendela di sebelahnya membuat Dahlia terperanjat. Dia menoleh, dan lebih terkejut lagi melihat Kai Ronan berdiri di sana.Dahlia benar-benar mematung untuk beberapa saat. Apa yang pria itu lakukan di sini dan bukannya dia masih di dalam restoran tadi saat Dahlia meninggalkannya?Mungkin ada sesuatu yang terjadi dengan Brianna, pikir Dahlia.Dia lantas membuka kaca mobilnya dan bertanya cepat, “Ada apa?” tanyanya. Ada raut khawatir yang tampak di wajahnya. “Apa Brianna baik-baik saja?”Kai yang baru saja membuka mulut hendak menjawab kembali menutupnya lagi karena apa yang dikatakan oleh Dahlia. “Ini bukan tentang Brianna,” katanya.“Lalu?”Kai menatap ke area parkiran dan menyahut, “Bisa kau buka mobilnya dan kita bicara di dalam? Orang-orang akan melihat.&rdquo
MIL 13 – TetanggaBenar seperti dugaan Dahlia selama di perjalanan tadi. Bahwa arah apartemen Kai Ronan, persis sama seperti arah menuju apartemennya sendiri. Yang artinya, mereka tinggal di satu gedung apartemen yang sama. Saat mobil Dahlia telah sampai di pelataran apartemen itu, dia terdiam, mengetuk-ngetukkan jarinya di kemudi.“Kenapa diam?” tanya Kai. “Ayo masuk. Kau tidak mungkin menurunkanku di sini, kan?”Dahlia mendelik padanya. “Kau sengaja?”Kai terkekeh geli. “Ini hanya suatu kebetulan saja, Ibu Mertua. Atau kau mau aku menyebutnya takdir? Jarang sekali ada ibu mertua dan menantu yang kebetulan tinggal di satu apartemen yang sama.”“Di satu gedung apartemen yang sama,” Dahlia melarat, dengan nada penuh penekanan.Itu membuat Kai tertawa lagi. “Baiklah. Ayo masuk.”Dengan sangat berat hati, Dahlia menyalakan kembali mobilnya dan memasuki
“Ini tentang hubungan kita. Kalau kau setuju, aku akan melakukan apa yang kau inginkan, Dahlia,” kata Kai. Dan itu sukses membuat Dahlia berhenti.Tentu saja dia melihat ucapan Kai itu sebagai sebuah jalan keluar baginya mengakhiri semua masalah ini.Sehingga kedua tangan Dahlia pun melemas dan Kai Ronan berhasil mendorong benda keras itu. Dia masuk, lalu menutup pintu di belakangnya.Dahlia menatapnya, menunggu. “Katakan sekarang!”“Ck! Ck! Tidak sopan sekali,” gumam Kai, lalu masuk ke dalam tanpa menunggu Dahlia mempersilakannya, karena wanita itu tidak mungkin akan membiarkannya masuk lebih jauh.Kai duduk di sofa berwarna hijau tua yang terletak di tengah-tengah ruangan. Perpaduan hijau gelap, putih, dan beberapa ukiran dan benda hiasan berwarna emas dalam interior apartemen ini benar-benar membuat pandangan segar.“Aku mengerti. Kau menyukai kemewahan,” komentar Kai.“…
Kai membawa Dahlia ke kamarnya. Menurunkan wanita itu ke atas ranjang. Lalu dia bergerak cepat untuk melakukan pertolongan pertama menurunkan demam pada tubuh wanita itu. Bagaimana bisa dia tidak menyadarinya sedari tadi.Padahal Dahlia sudah menunjukkannya dengan jelas. Kata-katanya di restoran tadi buktinya, dia bilang hendak istirahat karena merasa kelelahan, tapi Kai justru mengabaikannya.Mengambil air hangat menggunakan mangkuk dan handuk kecil di kamar mandi, Kai kembali ke ranjang, duduk di samping Dahlia dan mulai mengompres dahinya. Setelah itu, Kai bergerak melepaskan sepatu wanita itu.Tubuh seorang Kai Ronan mematung saat pandangannya berlabuh ke arah stoking hitam yang membalut kaki jenjang nan indah milik wanita di hadapannya. Dahlia mengenakan baju terusan berwarna krim, stoking hitam, dan sepatu berhak rendah. Penampilannya selalu tampak formal sekaligus anggun.Kai tidak terlalu memperhatikannya tadi, namun Dahlia malam ini tampak sangat
MIL 16 –Saat matanya terbuka, dia mendapati ruangan tempatnya berada gelap. Kepalanya berdentum seperti gendang yang dipukul. Saat menengok ke samping dan menyadari bahwa dirinya tengah terbaring seorang diri di ranjang, dia pun memejamkan matanya lagi, memutuskan untuk melanjutkan tidurnya.Namun, sebelum dia benar-benar tenggelam dalam ketidaksadaran, dia teringat apa yang terjadi sebelumnya. Dia ingat bahwa seorang pria berpakaian putih, dengan suara beratnya yang rendah, menawarkannya bantuan. Bantuan dari apa? Dia tidak tahu. Dan juga, dia ingat akan seberapa wanginya pria itu. Sehingga saat mereka berdua menjauh, dia merasa kehilangan.Dahlia jatuh tertidur sekali lagi, memikirkan sosok pria itu. Bagian dari dirinya yang masih menjadi gadis kecil penuh mimpi berharap bahwa pria itu adalah si pangeran berkuda putih yang menolongnya dalam kesusahan.Kemudian, entah sudah berapa lama berlalu, Dahlia terbangun lagi. Matanya terbuka. Namun kali in