Dean duduk di belakang Sherly dengan beralaskan karpet di depan TV. Ia sedang mengeringkan rambut basah Sherly setelah mereka selesai makan malam.
"Jadi ... apa besok kau akan berangkat bekerja?" tanya Dean.
"Ya ... aku sudah lebih baik. Lagipula pekerjaanku sedang menumpuk karena proyek baru kami."
"Apa ada sesuatu antara dirimu dan Nick?" tanya Dean tanpa berbasa basi.
Sherly berbalik, menatap Dean sejenak. "Apa Nick mengatakan sesuatu?" tanyanya sedikit was-was.
Dean mematikan pengering rambut yang sedang dipegangnya. Meletakkannya di atas meja, dan matanya memicing penuh selidik ke arah Sherly.
"Kenapa? Apa ada sesuatu yang aku tak boleh tahu?"
Sherly memutar kedua bola matanya.."Bukan begitu ... hanya saja itu sedikit ... mm ... bagaimana aku harus mengatakannya ya,"
"Apa? Ayolah," tanya Dean tak sabaran.
"Nick menyatakan perasaannya kepadaku." jawab Sherly buru-buru.
Seketika Dean membelalak.
"Siap?" tanya Dean. "Aku siap ... kau?" Sherly balas bertanya. "Aku juga siap. Apa pun yang terjadi hari ini, nanti malam kita akan membahasnya bersama, oke?" balas Dean. Sherly mengangguk. "Dan ... hmm tolong selesaikan hal yang harus diselesaikan dengan bocah itu. Bicarakanlah baik-baik," pesan Dean lagi. Dan Sherly tahu benar maksud Dean. "Aku tahu kalian berteman baik ... tapi jangan sampai kau memberinya harapan, oke? Dan ingat pandanglah ia sebagai teman baikmu, jangan memandangnya sebagai seorang pria," pesan Dean lagi. Sherly tergelak mendengar pesan Dean padanya. "Oh, please ... berhentilah bertingkah seperti ayahku. Aku tahu maksudmu, Dean." Sekarang dirinya sedang berada di dalam mobilnya sendiri dengan Dean sebagai pengemudinya. Dean mengantarkan Sherly bekerja pagi ini sebelum ia berangkat ke kantornya sendiri. "Apa kau akan baik-baik saja? Maksudku pekerjaanmu bagaimana?" tanya Sherly. "Tak perlu cem
Dean dan Sherly melewati jalanan malam yang penuh dengan pemandangan cantik dan menyenangkan hari ini. Jalanan yang biasa mereka lewati serasa jauh lebih indah dan menyenangkan sesuai dengan suasana hati mereka yang sedang berbunga-bunga. Kerlap-kerlip lampu jalanan pun serasa begitu romantis dan menawan malam ini. Menghabiskan waktu untuk menempuh perjalanan pulang tak pernah terasa secepat ini sebelumnya. Waktu serasa berlalu begitu cepat saat Sherly menghabiskannya berdua dengan Dean. Dean dan Sherly saling bergandengan tangan seperti remaja yang sedang kasmaran. Mereka sengaja berlama-lama melalui tangga darurat untuk dapat menuju ke lantai apartemen mereka. Di setiap sudut tangga saat ada kesempatan Dean tak segan-segan menarik Sherly ke dalam dekapannya hanya untuk sekadar mendaratkan ciuman panasnya. "Jika kau begini terus ... kita akan sampai ke atas esok hari ..." keluh Sherly saat Dean memojokkannya untuk yang kesekian kalinya.
Dean bermaksud membawa Sherly menuju ke kondominium miliknya dengan segera setelah ia dan Sherly selesai berkemas. Ia membawa Sherly dengan mobil mewahnya, melesat meninggalkan apartemen sesegera mungkin. Tak memerlukan waktu yang lama hingga akhirnya mereka sampai di tempat Dean. "Wow ..." gumam Sherly saat Dean mempersilakannya masuk ke dalam kediamannya yang terbilang cukup mewah. "Sebelumnya mobil mewah, lalu sekarang ini ... nanti apa lagi yang akan kau tunjukkan?" Sherly menggeleng takjub. "Kau akan tahu nanti ..." Dean mengedipkan matanya. "Dasar ... tukang pamer!" Sherly menatap kesekeliling ruangan yang begitu menakjubkan. Seumur hidupnya ia tak pernah memasuki kediaman yang terbilang mewah seperti ini. "Kau lebih dari mampu untuk memiliki yang seperti ini. Bahkan lebih baik dari punyaku. Kau ingat, aku tahu berapa besar jumlah total di dalam rekeningm, Sayang ..." goda Dean. "Bukannya kau berjanji akan membiay
"Menurutmu siapa yang bermaksud mengincar Sherly?" Dean berbicara dengan Max melalui telepon di depan ruang TV nya. "Sudah jelas pria yang hampir kita tangkap tempo lalu yang mengincar Sherly. Mungkin ia kembali ke apartemen Sherly saat ia tahu Sherly tak ada di sana." "Apa kau sudah menemukan petunjuk terbaru tentang pria itu? Aku rasa aku tahu siapa lagi tersangka yang masuk dalam daftarku. Yang harus kita cari tahu adalah siapa dibalik orang-orang suruhan itu" "Beberapa saksi melihat mobil yang sama yang berkeliaran di sekitaran apartemen kalian Dean. Tim sedang memeriksa pemilik kendaraan tersebut." "Max ... tolong kau selidiki perjalanan dan lacak riwayat telepon bibi dan paman Sherly. Apa pun informasi yang dapat kau temukan tentang mereka, tolong segera laporkan padaku. Aku masih belum yakin paman Sherly menghilang karena melarikan diri atau karena alasan lain. Yang pasti kita harus mencari tahu dan segera menyelidikinya." "Baik Dean ..
"Selamat pagii, Sayang." Dean mengecup kening Sherly saat ia telah membuka matanya sepenuhnya. Sherly menggeliat dari bawah selimut Dean yang tampak lembut. "Kau tak membangunkanku, jam berapa ini?!" Sherly tersentak dan segera menegakkan badannya. "Hei hati-hati lukamu. Kau mungkin juga bisa menumpahkan semua sarapan kita," Dean mengangkat kembali meja kecil yang sempat ia letakkan di atas kasur tadi. Meja yang berisi hidangan untuk sarapan mereka. "Aku sudah menelepon Nick, jangan khawatir ia sudah memberikanmu izin untuk cuti hari ini." "Benarkah? Apa yang kau katakan padanya?" "Aku memberitahu yang sebenarnya, tentang apartemenmu dan kepindahanmu ketempatku, itu saja." Sherly mengangguk tanda mengerti. "Lagipula kau membutuhkan lebih banyak waktu untuk beristirahat untuk pemulihanmu. Kau sudah mengalami hal-hal yang berat beberapa hari ini, beristirahatlah agar keadaanmu membaik, oke?" "Baiklah ... kau benar." "Makanlah, ki
Sherly menatap Dean dengan mata berkaca-kaca setelah ia menanyakan foto yang ia temukan tadi. Ia hanya menunggu Dean yang sejenak tampak terkejut sesaat setelah dirinya bertanya. Sherly bahkan tak sanggup bertanya lagi karena ia takut air matanya tumpah dan tak bisa terbendung. Pria itu menghela napasnya perlahan, tatapan Dean lalu melembut. Ia mengusap ujung mata kekasihnya yang telah tergenang air mata. "Sayang ... Vivian adalah masa laluku." jawabnya kemudian. "Ia adalah kekasih dan tunanganku dulu. Pertunangan kami batal segera setelah aku mengetahui bahwa ia mengkhianatiku dengan seorang pria. Setelah aku mengetahui bahwa ia hamil dari pria lain, aku segera memutuskan pertunangan dengannya." "Dan pria yang pergi bersamanya merupakan salah satu pimpinan dari sebuah organisasi kriminal. Kebetulan ia menjadi target kami beberapa tahun ini. Karena ia begitu licin dan lihai dalam hal pengiriman uang, penyelundupan dan penipuan yang sulit dilacak." jel
Lucy merasa seolah dirinya menciut dengan tatapan tiga pasang mata serius yang terang-terangan sedang menghakiminya untuk meminta penjelasan. "Bisa kau ulangi lagi ucapanmu tadi Lucy?" Nick membuka pembicaraan untuk mencari penjelasan dari karyawan di depannya itu. "Kau bilang kekasih Sherly tadi apa? Apa maksud ucapanmu tadi?" tanya Nick lagi. Lucy menggeleng perlahan dengan mimik memelas, berharap agar mereka melepaskannya. Tapi tampaknya itu tidak mungkin, ia sendiri sebenarnya tahu bahwa dirinya sudah tak dapat lolos lagi dari situasi yang sedang dihadapinya sekarang. Dan ia juga sebenarnya masih ragu untuk mengungkapkan rahasia Sherly. "Lucy tolong, katakan apa yang kau ketahui tentang kekasih Sherly. Kau tak ingin Sherly dirugikan oleh orang tak bertanggungjawab yang hanya memanfaatkannya saja kan?" Nick tampak mulai tak sabar. "Kalau kita bisa menolong dan melepaskannya dari genggaman si berengs**k itu, aku mohon bicaralah. Apa kau ingi
"Jadi, mau sampai kapan kau berdiam diri dan tak mengatakan apa-apa?" desak Nick pada gadis mungil yang sedang duduk di sofa ruang tamu miliknya. Sherly duduk di atas sofa di dalam apartemen Nick dengan dikelilingi wajah-wajah tegang yang menatapnya dalam-dalam. Ia begitu bimbang dan terpojok dengan tatapan teman-temannya itu. "Oh, kalian please ... jangan begini padaku." Sherly memasang wajah memelas. "Jangan harap kami akan melepaskanmu walau kau memohon sekali pun. Kami sangat khawatir denganmu, jadi katakan sekarang juga tentang Dean. Semuanya." ulang Nick. Sherly sedikit tergagap. Ia merasa sangat kepanasan dan berkeringat. "A ... aku rasa aku butuh minum," gumamnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya ke depan wajahnya. "Ah ... kau sengaja mengulur waktu bukan? Lucy, ambilkan Sherly minum." perintah Nick. Lucy mengangguk mengerti. Ia menuju kulkas Nick, mengambil sebuah botol minuman dingin dan menyerahkannya untuk Sherly.