Aku sudah menelepon Dave, dan ia akan langsung menuju rumah sakit tempat Rose dirawat. Kenapa aku bisa lupa…kalau Rose memiliki masalah Gerd?! Agh! Aku pasti akan habis dimarahi oleh Dave.
Aku duduk di depan ruang instalasi gawat darurat, Rose masih ditangani dan nantinya akan dipindahkan ke ruang perawatan. Dokter yang awal memeriksanya sudah mengatakan bahwa mungkin masalah lambung, setelah diberi pertolongan pertama…selanjutnya ia harus diwarat untuk beberapa hari.
“Linds… apa yang terjadi?” Tanya Dave dengan tergesa, wajahnya penuh peluh, apakah ia berlari?
“Rose kesakitan…ia makan sesuatu yang pedas dan ia langsung collapse seperti itu…” Jelasku dengan ketakutan, wajah Dave sangat menyeramkan saat ini.
“Pasti ia telat makan…dan langsung memakan makanan pedas..” Gumam Dave lebih ke dirinya sendiri.
“Ya..ia mencari makanan di apartemenmu…tapi tak menemukan
Lindsay sudah pulang, ia mau berganti pakaian dan berjanji akan kembali ke ruang perawatanku. Aku sudah bilang kepadanya untuk tak melakukannya…tapi sahabatku itu memaksa ingin datang, ia merasa bersalah karena membelikanku makanan yang pedas…ia terus menyalahkan dirinya bahwa aku sakit adalah akibat dari kelalaianya, yang langsung di ‘iya’ kan oleh kakaknya sendiri, David. Aku merasakan kembung di perutku, dan sedikit nyeri saat menelan, terlebih dari itu… aku tak merasakan keluhan apapun. Dokter masih memaksa aku menggunakan IV, walau sebenarnya aku merasa risih dengannya. Sejak tadi Dave memaksaku memakan bubur tanpa rasa yang mangkuknya ia pegang sekarang. Wajahnya berkerut dengan kesal. Kenapa ia seperti itu? Memang ini salahku? Ya…benar, memang ini kebodohanku sendiri, karena aku yang tak perhatian aku akhirnya seperti ini. Aku miskin dan terlalu banyak berulah. Mengingat tentang hal itu, aku membuka mulutku lebar-lebar, membuat pria yang berjanji akan
“Marioo…ngghh..” Keluhku, aku menggila…pria ini benar-benar membuatku meledak lagi dan lagi. Mario sang dokter seksi yang ternyata berasal dari Brazil…he blows my mind and my anatomy down there. Ia memiliki lidah yang sangat luar biasa…seperti magic…lidah itu..Agh…. Nggh…Otakku bahkan tak bisa memproses apa yang terjadi, aku hanya merasakan kenikmatan yang lagi dan lagi…bahkan pria itu masih dalam seragam kerjanya, kami sedang dalam ruang periksanya.I know…sangat seksi kan!Saat aku mau pulang tadi, aku bertemu dengannya, ia sudah siap dengan tas dan sepertinya mau pulang juga. ia menawarkanku untuk pulang bersama, dan I said yes. Tentu…kenapa aku harus menolaknya kan? Makhluk Tuhan yang seksi ini terlalu sayang untuk disia-siakan. Kami memasuki lift yang kosong, dna tiba-tiba aku menggila. Aku tak sengaja menyentuh celananya bagian depan. I know..how silly right.
“Kenapa aku merasa Lindsay jauh berbeda sekarang?” Tanyaku kepada Dave, ia sednag membaca Koran paginya. Lindsay akan datang jam dua sore…membawa pakaian bersih milik Dave dan membawa pulang pakaian kotornya. Tapi yang membuatku heran adalah, pakaian bersih yang ia bawa…memiliki tag sebuah laundry tak jauh dari tempat ini, dan ia seperti memakai pakaian yang hampir smaa setiap hari. Aku tahu dan kenal Lindsay, ia paling nati memakai pakaian lebih dari satu atau dua kali, tapi hari ini aku melihatnya memakai pakaian mini dress berwarna kuning pucat, dan ini adalah kali keempatnya, aku sudah dirawat selama dua minggu… dna Lindsay sudah memakainya empat kali? Bukankah itu sangat ajaib?“Ia membawakanku pakaian baru… atau pakaianku yang kemarin kupakai. Aku punya feeling ia tak mengambil pakaian baru dari apartemenku…”“Kau kan punya sistem CCTV yang bisa diakses lewat ponselmu, ccoba lihat!” Usulku yan
Kami pulang, Aku dan Dave juga Lindsay semua berada di mobil yang sama, Mario sempat mau ikut ke apartemen Dave namun dengan wajah datar dan tegas Dave menggeleng. Sepertinya Lindsay tahu, kalau kakaknya sednag dalam mood yang kurang baik akhirnya menyuruh calon suaminya untuk mengalah.Akupun masih tak percaya, Lindsay akan secepat ini move on…ini gila?! Aku yang sudah lama bersahabat dengannya merasa aku tak mengenalnya sama sekali.Selama di perjalanan Dave diam, aku duduk di sampingnya. Itu adalah saran dari Lindsay, sepertinya ia tak mau berada di jarak yang dekat dnegan kakaknya itu. Ia takut.Aku melihat rahang Dave yang keras dan tajam…terlihat tambah keras, apakah itu mungkin? Ia diam, dan tentu saja kami diam, kami tahu tak mau cari masalah dengan seorang atlet kaya yang sedang emsoi, kan?Kami tiba di apartemen Dave, ia sudah memasukkan pakaian miliknya dan milikku ke dalam sebuah duffel bag besar yang ia bawa, wajahnya masih sama
Aku menoleh ke arah Dave, yang ternyata ia juga sedang menatapku.Uh…oh… aku takut pandangan itu.Ia masih melihatku dengan mata yang berkabut apakah itu amarah atau napsu?Aku berdeham, ada hal yang ingin kuberitahu mengenai kejadian ini, agar hal yang sama tak terjadi lagi.“Dave, aku tah Lindsay terlalu gegabah, tapi ia selalu dimanja sejak kecil…at least kau bisa melakukan approach yang lebih lembut…maksudku, aku punya pengalaman buruk mengenai apa yan gbaru saja terjadi…”Aku belum selesai berucap, dan bibirku sudah dilahap oleh pria pirang berrahang tajam di depanku. Ia memegang tengkuk leherku dan memiringkan wajahku agar ia memiliki akses yang luas. Ia seperti seorang manusia yang habis di gurun pasir dan kepanasan, dan aku oasenya?Ia masih memagut sampai aku merasa bibirku bengkak, setelah puas, ia melepaskanku dan mengelap bibirku yang bengkak.“Kau bilang apa tadi?
"Divert me please..." Rengek Dave yang sekarang menindihku."Dave..aku baru sembuh!" Keluhku, menengok ke samping, agar bibirku gak disambar oleh Dave."Yang sakit lambungmu..bukan bibirmu...kan!" Jawabnya dan dengan cepat memegangi leherku agar ia bisa menciumku dalam."I want you... Rose! Alot it hurts!" Bisiknya."Apa buktinya...kalau kau tak mempermainkan ku?""Apa lukisan itu bukan bukti...kalau aku sudah terkena virus cintamu sejak lama?""No.""Haruskah aku menghamilinya terlebih dahulu?" Ia menjauhkan wajahnya dan menyeringai."Kau jobless.. Aku tak mau punya anak darimu!""Aku tak butuh pekerjaan, uangku sudah banyak. Aku punya perusahaan properti yang diurus oleh asistenku."Aku memukul bahunya kesal. "Kau sudah punya asisten..kenapa mengerjaiku?""Asisten bisnis...kau asisten pribadiku...yang memenuhi semua kebutuhan sehari-hariku... Mulai dari kebutuhan pangan sampai biologis!"
Dave dengan semua kelicikannya membuatku berlatih setiap hari dengan pakaian minim. Ia membelikanku bikini.Ya ia memang gila, ia membelikanku selusin bikini dengan berbagai macam warna dan mereka semua two piece. Dave mengancam kalau aku tak mengenakannya ia takkan mau melatihku. Aku masih dalam masa pemulihan, jadi masih memakan bubur dan hanya melakukan olah raga ringan. Ia hanya memintaku pemanasan dan berjalan di treadmill selama sepuluh menit. Di hari pertama aku latihan… tubuhku rasanya remuk. Ia beberapa kali memberikanku jus labu… menurutnya itu bisa untuk recovery.Dave bilang itu adalah hal biasa karena aku tak pernah berolah raga. Ia bilang tubuhku malas, ototku malas juga….membuat semuanya kaget saat disuruh olah raga. Bukan Dave namanya kalau tak menghinaku.Di hari pertama aku diukur, aku memiliki berat tubuh Sembilan puluh delapan kilo, dengan tinggi tubuhku 165 cm. persentase lemak tubuhku adalah dua puluh persen. Ia sangat
Aku benar-benar membantu Lindsay dalam mengurus kuliahnya, beruntung ia tak terlambat untuk daftar ulang. Dan karena Lindsay masih dalam status grounded oleh David. Aku yan gmendaftarkannya ke kampus. Ada beberapa dokumen dan persyaratan yang bisa dilakukan via online…namun berkas dan dokumen asli tetap harus diberikan ke kampus.Aku sudah memberitahu Dave mengenai semester pendek ini, ia tak percaya dan berkeras menolak ide itu. Ia baru setuju saat aku memberikannya sebuah ciuman selamat malam selama satu bulan berturut-turut. Agar ia mengijinkan Lindsay keluar untuk kuliah…itupun bersyarat aku harus mengikuti kemana Lindsay pergi. I know…Linds benar-benar berhutang banyak kepadaku.“You are a svaior…I told you right!” ucap Lindsay tersenyum lebar. Keadaannya jauh lebih baik, ia setiap hari mandi dan menyisir rambutnya. Ia terlihat lebih manusiawi dan sudah sedikit normal. Walau aku masih menghindari kata ‘dokter’ da