Aku tercekat. Ia hanya tersenyum penuh rasa tertarik.
“I am so sorry Mam… tapi bisakah anda tak memberi tahu bahwa aku adalah karyawanmu?” Tanyaku penuh harap. Itu adalah hal terakhir yang kuinginkan, bertemu dengan nenek Dave yang katanya controlling itu.
“Silly! Tentu ia sudah tahu dari awal. Ia mengetahuinya sejak pertama kau kerja di sini. Justru aku yang baru tahu!” Ucapnya yang membuatku mencelos.
Aku hanya bisa berharap kalau aku dan nenek dari Dave tak pernah berjodoh untuk bertemu.
“Aku menangkap…bahwa kau adalah mantan kekasih dari cucuk lelakinya satu-satunya. Sang calon penerus kerjaan bisnis keluarga Robinson, benar begitu?”
Aku menggeleng. Karena aku dan Dave tak pernah pacaran kaa? Kami tak ada hubungan apapun.
“Jangan mengelak, ia sendiri yang mengatakannya kepadaku. Kurasa ia sangat tertarik denganmu!”
Kuharap tidak benar terjadi! Aku hanya menggeleng. Jang
Makanan kami datang, sejak tadi aku memberi kode kapada Lindsay agar ia pergi bersamaku ke toilet, tapi sahabatku itu sudah terhanyut dengan romansa bersama Richard…ia seperti terpesona dengan pria itu.Aku merasakan tanganku disentuh, aku menoleh ke arah Louis, ya memang ia yang menyentuh tanganku.“Kau terlihat tak tenang… ada apa?” Tanyanya dengan lembut. Sebenarnya apa ini? Double date? Aku langsung menyesali keputusanku untuk ikut. Seharusnya aku di rumah saja!“Hmm.. aku khawatir dengan Lindsay… ada yang harus kukatakan kepadanya seara pribadi…hmm… kurasa aku harus ke kamar kecil!” Ucapku lalu aku menarik tangan Lindsay. Ia cukup kaget dengan tindakanku, tapi tetap terlihat posh dan santai. Ia melambai ke arahRichard, mengisyaratkan..aku takkan lama!“Apa-apaan Rose?!” Protesnya setelah kami masuk ke kamar kecil berbau citrus milik café ini, sangat nyaman dan harum.
“And… you should smile more…you look cute.” Ucapnya mengelus pipiku.Aku tersipu, dengan kelakuannya. Ia manis dan sopan, ia memperhatikanku tak seperti lainnya. He saw me from the inside.“Kau jangan berkata terlalu manis kepadaku, nanti aku salah paham.” Ucapku melepaskan tangannya dari pipiku.“I am being honest!” Ucap Louis, aku tak bisa berkata-kata lagi. Kami dalam posisi canggung, saling berdiri berhadapan.“Well… kau bilang mau melihatku melukis, kau masih tertarik?” Ucapku mengalihkan pembicaraan.“Ya, tentu!” Ucapnya tersenyum lebar, ia sudah duduk di atas ranjangku.Aku duduk di sampingnya dan mendekatkan canvas ke arahku. Aku mulai melengkapi kekurangan dalam lukisan itu, wajahku sedikit berkerut saat melukis. Mencoba konsentrasi penuh.Aku menyelesaikan bagian wajah yang masih belum sempurna, Louis terlihat asyik memperhatikan jemariku yang m
“Ada banyak hal yang ingin kuketahui tentangmu…Rose.”Aku diam, apakah aku sudah cukup nyaman menceritakan segalanya?“Apa yang ingin kau ketahui?” Tantangku.“Everything, like your fav color…your fav kind of guy…” Ia menyeringai.Aku tertawa kencang, “aku suka semuanya…dan aku tak punya tipe special, pria yang kusukai… aku tak punya tipe…asalakan kau tak brengsek, kukira aku tak masalah.”“That is a good news, setahuku…tak ada orang yang menyebutku brengsek sejauh ini.”Aku menatap layar televisi, sebuah pertunjukan komedi yang sejak tadi tak kami perhatikan acaranya. Louis masih menatapku sejak tadi, membuatku canggung.“I like you… sejak awal aku bertemu, aku merasa ada sesuatu yang menarik denganmu.. something intrigueing…”“Kau pasti akan kecewa kalau kau tahu siapa aku sesungguhnya&h
Aku tercekat dengan apa yang kulihat di pintu apartemenku.“Lindsay?!” Pekikku menghampiri sosok Lindsay yang susah payah menggendong Richard yang babak belur. Ada apa sebenarnya?“Si brengsek itu menghajar Richard sampai seperti ini…”“Who?” Tanyaku penasaran dengan penjelasan Lindsay.“Lucas, siapa lagi? Ia mengahdang kami yang mau keluar dari Bar, Richard dalam keadaan sadar…dan aku sedikit mabuk. Tanpa ada kata pembuka, Lucas langsung menghajarnya…sampai keadaan berbalik, aku yang sadar dan Richard yang seperti ini.”Lindsay mendudukkan Richard di sofa apartemenku, dan ia langsung ambruk. Aku bisa melihat wajahnya yang babak belur..ada banyak sekali bekas pukulan di wajahnya. Apakah seperti ini cara pria menyelesaikan masalah?“Ia tak bilang apa-apa?”Lindsay menggeleng. “Kau punya es batu? Atau apapun yangbeku dan bisa digunakan untuk mengompre
Lindsay mengangguk, ia hanya melongokkan kepalanya ke ruang tamu. Louis kembali menatapku, aku masih bersandar di salah satu counterku yang masih kosong, belum berisi bahan makanan apapun. Selama ini kami membeli makan, karena aku masih terlalu malas memasak.“So… aku akan keluar, dan mengambil mobil ke lobby agar Lindsay dan Richard lebih mudah masuk.”“Okay?” Ucpaku bingung.Ia tertawa kencang, sampai Lindsay mendatangi kami dan bertanya ada apa, Louis menggeleng memberitahu tak ada sesuatu yang harus dikhawatirkan.“Kau ikut denganku, my lady…” Ucapnya menggandengku ke luar. Jalannya cepat dan tegap. Aku kesulitan, ia melambaikan tangannya kepada Lindsay dan memebritahu akan mengambil mobil, ia juga meminta Lindsay dan Richard berjalan ke lobby. Aku baru sadar ada sesuatu yang salah saat kami sudah keluar dari pintu unitku. Aku berhenti, dan membuat Louis berhenti dengan tanda tanya.“Ada a
Seperti rencana, Louis mengemudikan mobil menuju lobby, sebelumnya ia menelepon asistennya dan memebritahu kedatangannya, ia meminta asisten membersihkan semuanya termasuk bahan makanan dan pakaian untuk dua orang perempuan.Ia memarkir mobil di depan, dan kami harus menunggu kedatangan Lindsay.“Do you like my kiss?” Tanyanya tiba-tiba, aku sedang melihat keluar dan menoleh ke arahnya karena kaget.“Sorry?”“Do you want to be kissed? Ucapnya tersenyum kecil, lesung pipinya membuatku gagal focus. Kanapa ia terlihat seksi dan imut sekaligus. Kenapa itu terjadi? Sangat tak fair!“Kurasa itu bukan pertanyaanmu semula…”“Ha..ha, ya…aku sedikit merubahnya. So…yes or no?” Tanyanya lagi, wajahnya mendekat. Sampai hidungnya menempel di puncak hidungku. Ia mengedip sekali…napasku tercekat..ia membuatku salah tingkah.Aku akhirnya mengangguk. Ia lalu mendeka
Ciuman itu masih membayang-bayangi tidurku, aku hanya bisa tidur selama dua jam, karena wajah Louis dan ciuman itu hadir lagi…membuat jantungku serasa mau copot. Ah…Louis!Kalau aku boleh memilih, aku mau membuat hidupku dipangkas saja…sebelum aku bertemu dengan Dave dan langsung ke momen ini. Seandainya aku bertemu dengan Louis sebelumnya. Sebelum aku rusak, seperti sekarang.Pintu kamarku diketuk dan itu Lindsay. Ia datang ke kamarku dengan wajah memerah seperti habis menangis. Ia lalu datang menghampiriku seperti robot dan langsung memeluk dengan erat. Aku memang sudah terbangun dan hanya duduk bersanar di head board. Sambil menunggu matahari menembus jendela kamar apartemen ini. Apartemen yang terlihat sangat mahal, aku mengagumi semua interiornya, memandangi wallpaper yang terlihat sangat nyata. Kalau benar Louis yang membuatnya sendii…fixs ia orang yang jenius dalam seni.“Ada apa Linds?” tanyaku, tapi aku mengelus p
Kami melakukan penerbangan sesuai dengan ucapan Louis, kami makan breakfast di apartemennya, ada seorang chef yang memasakkan untuk kami. Aku sangat impressed. Luar biasa!Louis memintaku duduk di sampingnya, ia membantuku memasangkan seat belt. Ini adalah pesawat pribadinya…ada tulisan namanya di badan pesawat, aku semakin bertanya-tanya…jangan-jangan ia adalah seorang pangeran dari negara antah berantah?!“Kau pernah naik pesawat?” Tanyanya kepadaku, aku mengangguk. Si belakang kami…jauh di belakang kami..maksudku, Lindsay dan Richard sedang berciuman. Mereka seperti lintah…bibir mereka saling menyedot satu sama lain. Aku merasa seperti seorang penguntit yang menyaksikan itu, akhirnya aku menoleh kea rah Louis. Aku tak bisa menyembunyikan rona merahku darinya. Ini benar-benar memalukan!“Kau mau adegan ciuman seperti itu?” Tanyanya dengan pandangan menggoda. Aku memukul bahunya, kenapa ia bisa tahu kala