Suara tarikan kursi, membuat July yang sedang mencuci tangan, menengok ke belakang melalui pundaknya. Terlihat Sinar sudah duduk dan sedang mengambil roti tawar di atas meja makan.
“Bunda cuma masak nasi, kalau mau sarapan, goreng telor, aja, ya,” kata July seraya mengeringkan tangannya dengan serbet. Wanita paruh baya itu lantas duduk di samping Sinar, juga mengambil satu buah roti tanpa diolesi selai sama sekali. Langsung melahapnya dengan satu gigitan besar.
Sinar tidak mengangguk maupun menggeleng. Ia hanya menatap sang bunda dengan banyak pikiran yang berlari di dalam kepala. Menunggu kunyahannya tertelan, baru Sinar berujar, “Bunda, ni misal yaa, misal … Jonas nabrak anak orang terus dia sembunyi, bunda bakal ngasih tahu polisi gak, kalau bunda tahu? Atau, bunda diem aja. Pura-pura gak tahu, padahal yang ditabrak lagi operasi di rumah sakit karena Jonas.”
“Gak usah pakek dimisal-misalin segala deh, Nar.” July bera
Setelah semalam mereka telah bertemu dengan agenda dadakan. Pagi ini, Lex kembali datang untuk menemui Pras sebelum berangkat menuju Firma Sagara. “Ada apa lagi?” tanya Pras setelah duduk pada kursi yang bersebrangan dengan Lex. Lex mengangkat kedua tangan untuk beberapa detik. “Sinar menolak pindah ke apartemen, menolak diantar jemput dengan Arkan dan juga menolak untuk mendapat perlindungan saksi yang kita tawarkan.” Wajah santai Pras berubah datar. “Apa alasannya?” “Sinar gak mau menerima bantuan apapun, yang masih berhubungan denganmu, Pras.” Lex mengetuk-ngetuk jemarinya di atas meja, menunggu jawaban dari Pras yang masih berpikir. “Tetap ajukan perlindungan saksi, dan cari orang buat ngawasi dia, Lex,” titah Pras. “Lalu, minta Sinar untuk temui aku.” “Sinar sudah ngira, kalau kamu bakal minta dia untuk ketemu kamu,” jawab Lex santai, menyilang kaki dan menyandarkan satu sisi tubuhnya pada punggung kursi. “Dan dia bilang, gak mau ketemu kamu lagi.” Lagi, Sinar kembali tidak
“Kok gak pernah bilang, kalau yang beli apartemenmu ini, Si Pras?” July sibuk mengeluarkan baju Sinar dari koper dan meletakkannya ke lemari. “Bunda malah tahunya dari Bu Aida, gimana ceritanya, Nar?” Aida sendiri sebenarnya tidak tahu menahu, bagaimana Pras bisa mengetahui kalau Sinar memiliki apartemen. Aida juga tidak mengetahui kalau apartemen tersebut saat ini sudah jadi milik Pras. Karena Pras hanya mengatakan, agar Sinar pindah ke apartemennya yang lama untuk sementara waktu. Karena kemanan di sana lebih lengkap, serta ada CCTV yang mengawasi selama 24 jam. Untuk itu, July hanya diam saja ketika Aida menceritakan semuanya. Ia hanya ingin mengkonfirmasi seluruhnya pada Sinar. Karena setahu July, Sinar telah menjual apartemennya tapi tidak tahu kepada siapa. Hingga akhirnya malam ini, ketika July dan Jonas mengantarkan beberapa pakaian dan perlengkapan Sinar ke unit apartemennya. “Tadinya mau aku jual ke Bira, tapi malah Pras yang beli,” Sinar me
Selagi semuanya sibuk dengan euforia kebahagiaan, karena Pras sudah terlepas dari tuduhan. Sinar dan keluarganya, lebih memilih untuk menepi sejenak ke kafetaria pengadilan. Bersembunyi di meja ujung, agar tidak terlihat oleh beberapa wartawan yang mungkin saja akan meminta beberapa keterangan dari Sinar.July membawakan satu botol air mineral dan satu buah roti kemasan yang baru saja di belinya di kafetaria tersebut. Menyodorkannya di depan Sinar yang tengah mendamaikan hati, dari sisa-sisa isakan di dadanya.“Bu Aida bilang, kamu gak perlu kerja hari ini sama besok, ada Bira yang bisa nemeni Pak Raja sementara,” ucap July yang duduk di sebelah Sinar, sembari mengusap punggung putrinya itu.Sinar hanya mengangguk meraih botol air mineral yang sudah dibuka oleh Jonas dan meneguknya hingga setengah lalu menutupnya kembali.“Baju-bajumu, nanti biar Jonas yang ambil di apartemen,” July kembali berujar menambahkan.“Gak bi
Keduanya terdiam saling tatap. Menunggu Lusi membukakan pintu apartemen dalam posisi yang sama. Saling bersebrangan dengan meja makan sebagai pembatas.Tak berapa lama kemudian, Lusi kembali dengan canggung. Karena sejatinya, wanita itu mendengar pertengkarang yang terjadi antara Pras dan Sinar meskipun tidak semuanya.“Ibu Aida sudah datang, Mbak, permisi,” ucap Lusi, kemudian kembali berlalu ke kamarnya dengan sopan.Pras menatap dingin pada Sinar sebelum akhirnya tubuh pria itu berbalik. Mendapati sang mami dan Bira yang sudah berada di ruang tengah yang memang menjadi satu dengan dapur.Aida menghela, saat benar-benar melihat Pras berada di apartemen yang sama dengan Sinar. Wanita itu pun menghampiri keduanya, lalu lebih memilih duduk di kursi meja makan. Manik Aida kemudian tertuju pada dua buah piring kosong yang berdampingan di atas meja, pun dengan dua buah gelas dengan kondisi serupa.“Kalian berdua sudah sarapan?”
Dengan kepala tertunduk lesu, Sinar keluar dari mobil dan masuk ke dalam kediaman Raja untuk kembali bekerja pagi ini. Setelah mendengar penuturan Bira mengenai Bintang kemarin pagi, pikiran Sinar semakin terombang-ambing tidak menentu. Sinar jadi semakin bingung, bagaimana sebenarnya perasaan Bintang terhadap dirinya, baik dulu hingga saat ini. Untuk itu, Sinar akan menjenguk Bintang di akhir minggu ini dan memperjelas semuanya. Jika pria itu memang mencintai Sinar dan sempat ingin menikahinya, mengapa Bintang masih saja pergi bersama Daya di belakang Sinar. Argh! Pikiran Sinar benar-benar kacau. Andai hormon kehamilan ini tidak ikut mempengaruhi perasaannya, mungkin dirinya tidak akan terlalu sensitif seperti ini. Belum juga Sinar meletakkan bokongnya di atas kursi kerja, suara dingin nan menyebalkan itu kembali terdengar di telinganya. Padahal, sudah dua bulanan lebih, Sinar merasa tenang dan nyaman dalam bekerja. Namun sepertinya, hal itu tidak berlaku la
Sebenarnya, berat bagi Raja untuk melepaskan Sinar ketika wanita itu memohon untuk mengundurkan diri. Tapi mengingat alasan yang dilontarkan Sinar, Raja tidak bisa berbuat apa-apa. Karena wanita itu memang, harus benar-benar menjaga kandungannya. Terlebih, kegiatan yang dilakukan Raja semakin hari akan semakin padat. Raja pasti tidak akan tega melihat Sinar selalu menemaninya, dengan membawa perut yang benar-benar membuncit seperti sekarang.Raja hanya bisa berharap, bahwa pengganti Sinar nantinya, bisa sepintar dan cekatan seperti wanita itu dalam bekerja.“Sebenarnya, kamu gak perlu pindah dari apartemen Bira, Nar. Tinggal aja dulu di sana, Bira juga nanti malam kembali ke Singapur, apartemennya gak pernah dipakai sama sekali,” sekali lagi, Raja kembali berutang budi kepada keluarga Sinar. Dari masalah Aida dulu dan sekarang mengenai Pras.Raja tidak bisa menolong Prabu yang terkena dakwaan korupsi, karena dalam hal tersebut, ayah Sinar memang bers
“Dengar, Nar,” Pras meraih dagu lancip Sinar, setelah mendengar jawaban wanita itu mengenai masa lalunya. Tatapan Pras tidak terbaca, hingga Sinar tidak bisa mengartikan, bahwa pria itu sedang marah atau tidak, kepadanya. “Jangan asal bicara, kalau kamu gak tahu apa-apa. Dan jangan pernah lagi membahas atau mengungkit masa laluku atau kamu … akan berakhir sama seperti mereka yang sudah membicarakanku di belakang karena sikap sok tahunya.” Sinar menepis kasar tangan Pras dari dagunya setelah mendengar semua ucapan pria itu kepadanya. Sinar memang tidak tahu menahu kejadian sebenarnya, hanya saja sang bunda sempat memperingatkannya untuk tidak dekat dengan Pras karena masa lalu Pras tersebut. Jadi wajar, kalau Sinar membangun benteng agar Pras tidak masuk lebih jauh ke dalam kehidupannya. Bersyukur, karena besok ia sudah tidak lagi pergi ke kediaman Raja untuk bekerja. Hingga Sinar tidak akan lagi bertemu, atau pun berhubungan lagi dengan Pras. “Pergi!
Sangat membosankan! Begitulah hari-hari yang dilalui Sinar setelah mengundurkan diri menjadi sekretaris pribadi Raja. Luntang lantung di rumah, keluar masuk kamar menuju ruang tengah dan paling jauh ke dapur, membuat dirinya stress sendiri. Merindukan hari-hari dengan tumpukan pekerjaan dan mengikuti Raja pergi ke sana kemari. Paling jauh, Sinar hanya pergi memeriksakan diri ke dokter kandungan dan sesekali mengikuti senam hamil. Setiap pagi, Sinar rutin mengabari Pras tentang jadwal hariannya, yang lagi-lagi hanya berada di rumah dan tidak pergi ke mana pun. Yang mengesalkan adalah, pria itu hanya membaca chatnya tanpa membalas atau paling tidak mengucapkan terima kasih. Setelah hari terakhirnya berkerja dengan Raja, Sinar memang tidak pernah lagi bertemu dengan Pras. Sentuhan terakhir pria itu di atas perutnya kala itu, hanya membuat sebuah kecanggungan dan sebuah jarak antara dirinya dan Pras. Entah mengapa? Sinar pun tidak mengerti, serta tidak ma