Share

Bab 04 - Bad's Feel

 

Hari terus berjalan. Waktu terus berputar dan kesibukkan membuat Aelyn tidak menyukai hari ini.

Layar komputer di hadapannya menampil beberapa sheet, tangan dan mata terus melihat sambil mengetik. Sungguh walau Aelyn menyukai pekerjaan, tapi lain berbeda jika semua yang harus diselesaikan hari ini.

Rasa kepala Aelyn terasa begitu penat, bahkan bisa berasap mungkin. Hari ini Aleyn harus memikirkan konsep yang sudah Revan berikan padanya, padahal sebisa mungkin Aelyn memeriksa konsep itu. Namun Nona Ellena selaku sebagai director creative dirinya dan Revan, tidak juga menerima konsep atau setidaknya menentukan mana yang akan ditentukan, padahal deadline untuk konsep itu yang minggu ini sedang Aelyn jalankan dengan Revan, harus segera diselesaikan.

Deadline akan jatuh tiga hari lagi. Jika sampai semua konsep ditolak oleh Nona Ellena, itu berarti Aelyn dan Revan harus memutar otak membuat konsep lain, waktu yang tidak banyak. Itu berarti Aelyn harus mengambil lembur lagi selama hampir seminggu ini, belum lagi dirinya harus mencari klien?

Bersandar di kursinya, Aelyn memijat pelipis hidungnya, dia melewatkan makan siang dan sehari-hari belum banyak mengkonsumsi kopi daripada makanan sehat, melirik jam yang sudah seharusnya dia pulang.

Revan yang baru saja merapikan mejanya, berjalan mendekati Aelyn yang belum juga menunjukkan akan pulang. 

“Kamu tidak pulang?” tanya Revan.

Aelyn mengangkat kepalanya, menatap Revan yang menjulang tinggi di sampingnya, pria itu sudah memakai mantel dan membawa tas kantornya. Revan seperti akan pulang, itu berarti Aelyn harus mengerjakan semuanya sendiri?

Wajah kusam, kantung mata bertambah, lalu penampilan begitu berantakan dan jangan lupa betapa lemas tubuhnya saat ini. Bagaimana tidak, dirinya tidak akan bisa tidur dengan baik jika semua ini masih menggantung di kepalanya, menghantui setiap dirinya menutup mata.

“Aku sangat ingin pulang tapi—,” Aelyn berhenti sejenak, meluruskan tubuhnya lagi.

“Konsep. Bagaimana semua ini bisa membuatku pulang?”

“Aelyn. Santai saja, deadline masih tiga hari lagi. Jangan terlalu dipikirkan.” ucap Revan. Jika melihat Aelyn seperti bagaimana dia bisa kembali?

Revan menarik kursi di samping Aelyn, lalu duduk di hadapan gadis itu, mengelus punggung yang begitu kurus baginya. Lalu mengelus kepala dan dengan sengaja mengacak rambutnya. Tersenyum mencoba menghilangkan kesepian kantor ini.

“Aelyn, aku yakin semua ini akan berjalan dengan baik, kita sudah berusaha dan aku yakin Nona Ellena akan menyukai salah satu konsep itu.”

“Aku tahu, tapi begitu membenci diriku yang sangat khawatir dengan semua ini, kau tahu sendiri bukan? Jika aku tidak akan tenang jika semua ini belum selesai.” jawab Aelyn.

Revan mengangguk mengerti, dia menarik tangan lain dan menatap gadis itu lagi. Pria itu sangat tahu, Aelyn tidak akan bisa tenang sebelum semua hal yang dia kerjaannya terselesaikan, Aelyn gadis pekerja keras yang paling terkenal di Crop Vic Stevano. Bahkan seperti sebuah obsession yang begitu berlebihan dan terkadang membuat Revan takut.

“Aku akan memesan makanan untukmu, maaf Aelyn. Aku tidak bisa menemani-mu lebih kali ini, Ayah dan Ibu hari ini kerumahku, mereka baru saja kembali dari London.”

Aelyn mengangguk, masih dengan posisi menatap lurus ke arah komputer. 

“Hm—Baiklah.”

Revan tersenyum, kadang gadis itu yang kelihatannya begitu dewasa, bisa bertindak manja dan aneh, Aelyn tiba-tiba menatap ke arah Revan disampingnya.

“Pulang, aku tidak apa-apa. Orang tuamu pasti sedang menunggu-mu, Van.” Usir Aelyn dengan bahasa halusnya.

Aelyn begitu mengenal keluarga Revan, bagaimana tidak pria itu selalu mengajaknya lalu keluarganya sedang ada acara entah itu makan malam, pesta ulang tahun, sampai pernikahan sepupunya.

“makanan akan sampai 10 menit lagi. Baiklah, aku akan pergi, jangan lupa untuk menghabiskan semuanya.” Ucap Revan, dia melepaskan tangan Aelyn, dan mulai bersiap meninggalkan ruangan itu.

“Tentu saja.” Ucap Aelyn, dia menunjukkan senyuman saat Revan sudah siap akan pergi, melambaikan tangannya untuk salam perpisahan.

Revan yang melihat tingkah gemas Aelyn, sedikit menunduk dan mencubit pipi gadis itu, mengelus kepalanya sebagai tambahan.

“Sudah! Pergi sana.” Ucap Aelyn, dia mengelus pipinya yang mungkin bisa semakin lebar jika Revan terus melakukan itu. Dan Aelyn sangat tidak menyukai diperlakukan seperti anak kecil begitu.

Revan mengerti, dia mulai berbalik arah dan melangkah meninggalkan ruangan ini. “Jangan pulang terlalu larut.” teriak Johan, sebelum menutup pintu.

Tanpa Aelyn dan Revan sadari, interaksi intern menjadi tontonan untuk Ethan kedua kalinya, ada raut penasaran tercetak jelas di jawab Ethan, ada sebuah perasaan antara kedua sahabat itu yang membuat Ethan meringai dalam senyumnya, Ethan yakin itu bukan perasaan antara sahabat melainkan perasaan cinta, melihat betapa dekatnya mereka.

Dan tidak ada kecanggungan sama sekali dalam segala bentuk sentuhan mereka, cukup lama Ethan memandangi Aelyn yang kini sedang memainkan pulpen di sekitar bibirnya, sampai Aelyn menjatuhkan tempat pulpen dan menimbulkan suara yang cukup bising, barulah Ethan tersadar.

Apa yang dia lakukan disini?

Lagipula untuk apa dirinya memandang Aelyn?

Tanpa berpikir panjang, Ethan kembali melanjutkan langkahnya, segera meninggalkan gedung itu.

Setelah merasa tubuhnya sudah tiga jam lebih mengetik sesuatu atau mengamati layar komputer dihadapannya, Aelyn mulai merenggangkan tubuhnya, rasanya mulai lelah dan mengantuk, kopi sudah tidak lagi berguna. Sekarang tubuhnya butuh istirahat lebih, dan Aelyn menyerah, dia melepaskan semua pekerjaannya hari ini. Dan memutuskan mengakhiri lemburnya, tangan mulai merapikan mulai barang miliknya yang berserakan di meja kantornya, tidak juga lupa untuk memesan taksi online, mengingat waktu bukan lagi jam dimana

orang sibuk berlalu-lalang. 

Dan setelah mendapatkan notifikasi dari sang supir, secepat mungkin kakinya melangkah meninggalkan gedung Crop Vic Stevano.

Pikirannya berubah setelah dia melihat Mall terbesar di pusat kota Chicago, dia menghentikan sang supir untuk berhenti pintu utama Mall tersebut.

"terimakasih." ucap Aelyn, pada sang supir taksi. Di membungkukkan badannya saat taksi meninggalkan tempat, kaki mulai melangkah masuk ke dalam Mall, perasaan lelah mulai berkurang setelah melihat Mall itu yang masih ramai, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Aelyn melihat-lihat seluruh arah, semua orang seperti pada pertuju pada bioskop di lantai 3. Dirinya yang merasa sudah sangat lama tidak kesana, memutuskan untuk menonton salah satu film yang sedang ditayangkan hari ini. 

Rasanya mungkin sedikit aneh karena ini pertama kalinya dia pergi ke bioskop sendirian.

Saat sedang mengantri membeli tiket, tidak sengaja tatapan Aelyn jatuh pada seorang pria yang tampak tidak asing baginya, bukankah itu pria yang menjadi perbincangan Kiera selama seminggu. Siapa lagi jika bukan Ethan Stevano. Sang Ceo baru yang terkenal begitu perfeksionis.

bahkan karena pria itu, berkali-kali ide ditolaknya, padahal Aelyn dan Johan sudah bekerja keras memikirkan ide itu, karena pria itu ikut campur tangan, membuat Aelyn tidak bisa tidur tenang dan Jika bukan karena, maka mungkin mereka tidak akan sekacau ini dalam menentukan konsep, Sang Ceo ingin konsep baru dan anti-mainstream, itulah yang membuat Aelyn hampir pecah. Memikirkan ide konsep yang baru.

Lama memperhatikan Ethan yang malam itu ternyata tidak sendirian, pria itu yang masih mengenakan seragam kantornya itu terlihat menggandeng seorang wanita dari para model, tentu saja. Memangnya seorang Ethan mau bermain-main dengan wanita bisa saja seperti Aelyn. Yang lebih nyaman mengenakan kaos dan jeans daripada dress fit body. Yang membuat penampilan para wanita lebih feminim dan elegan.

Aelyn bukan wanita sejenis itu,.

‘Dan, apa yang kamu pikirkan Aelyn? Untuk apa kamu memikirkan selera wanita pria itu? Tidak ada hubungannya denganmu!'

Aelyn menggelengkan kepalanya, menghilangkan pikiran anehnya, dan memilih fokus untuk menentukan film apa yang akan dirinya pilih, setelah memesan tiket, dirinya memutuskan membeli beberapa makan seperti popcorn dan minuman. Dan mengabaikan segala yang terjadi hari ini, dia kesini untuk meninggalkan stress-nya bukan untuk memperhatikan orang lain.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status