"Milea, bisa kita bicara sebentar?” tanya Rey ketika melewati Sekretarisnya yang mematung meyambutnya di depan pintu. "Tentu, Pak." Dengan senyum terkembang Milea ikuti langkah Rey. Hanya dengan beberapa langkah keduanya sudah berhadapan. Rey duduk di kursi kebanggaan menatap Milea yang berdiri ter
"Ya, sebaiknya memang begitu. Tapi aku sadar kok kalau kamu selama ini terus mencari celah. Aku laki-laki normal, aku punya firasat yang kuat. Kamu menyukaiku. Itu terlihat jelas di wajah kamu?" Lagi, Milea mati kata. Ujung blouse yang dikenakan bahkan sudah hampir koyak terkena buku jarinya. "Mes
"Eh!" "Saya serius Pak. Saya bahkan masih segelan loh." "Milea!" Sentakan itu membuat Milea kembali menunduk. Sementara Rey, dia sudah kehabisan kata, kesabarannya juga mulai menipis. Rey usap wajahnya dengan sebelah tangan, lantas meraup napas banyak-banyak. "Maafkan aku Milea, walaupun kamu ad
"Bumi, tumben sudah pulang? Tidak lembur?" tanya Sakha ketika melihat sosok yang selalu dipuja masuk ke lift yang sama dengannya. "Kenapa memangnya? Kamu ingin aku cepat mati? Aku juga butuh waktu untuk istirahat, tidak harus melulu lembur setiap malam," ketus Bumi. Dia memunggungi Sakha. Sementar
"Jika kamu mau memecatku juga tidak mengapa," lanjutnya ketus. Bumi jadi tidak enak hati. Dia kembali menghadap depan dan hanya berdecak malas. "Bukan begitu maksudku. Aku hanya mau kita profesional, itu aja. Jangan memperlihatkan kalau kita itu dekat. Aku tidak ingin kembali berselisih dengan Rey,
Seketika Bumi menghentikan langkah dan menatap tajam Sakha yang tersenyum mengejek. "Kenapa? Aku tidak salah bicara. Jika kamu terlalu ambisius bisa jadi suamimu diembat perempuan lain. Berilah dia perhatian. Jangan pekerjaan saja yang kamu perhatikan. Bisa-bisa nanti dia mendapat kehangatan dari p
Sementara itu di ruangan Rey, Milea sedang melangkah panjang menuju meja tempat pria itu biasa menghabiskan waktu hampir seharian. Kali ini meja itu tertata rapi, hanya ada beberapa berkas dan laptop yang sudah tertutup, sedangkan orangnya sudah pergi beberapa menit yang lalu. Sembari celingukan, M
"Rey, awas kamu, ya. Beraninya bermain dibelakangku," geram Bumi. Tak lama ponsel Bumi pun berdering dan itu adalah panggilan dari Sakha. Meski malas Bumi menjawab juga panggilan itu. Sudah terlambat untuk menghindar karena bagaimanapun dia sendiri yang mengajak Sakha ikut. "Wah, sepertinya ada ya