"Gimana? Bisa kan Mom?" tanya Gita pada Julie lewat telepon."Bisalah. Kalau yang seperti itu saja gak usah pakai usaha kali, Ta. Tapi, nanti Mom usahakan lagi deh. Sekalian nanti minta tolong Bundamu."Mendengar kata 'bunda', membuat senyuman Gita berubah kecut. Dia sudah bisa sedikit memahami ibu kandungnya, tapi tetap merasa belum bisa menerima keputusan Amel saat itu."Ya, sudah. Gita minta tolong ya Mom." Gita segera mengakhiri panggilan teleponnya."Mom benar-benar suka bermedia sosial ya?" tanya Alan begitu Gita selesai dengan teleponnya. "Mom, bahkan mengunggah sewaktu dia ikut membenahi rumah kita.""She is queen of social media. Sudah dari zaman dahulu kala sih sebenarnya," balas Gita santai."Syukurnya kita sudah mulai tinggal di sana sejak tiga hari lalu. Jadinya lebih gampang menepis gosipnya," lanjut Alan sambil menggulir halaman media sosial ibu mertuanya.Ya, sejak tiga hari yang lalu, pasangan ini sudah mulai tinggal di rumah Alan. Rumah itu tidak terlalu besar, tapi
Pintu ruangan Gita terbuka dengan keras. Gita melirik sebentar, melihat Eza berjalan tergesa menghampirinya dan langsung menggebrak meja kerjanya. Gita hanya melirik sahabatnya, kemudian memberi isyarat pada Alan agar mereka bisa ditinggal berdua."Apa masalahmu sih?" tanya Gita santai kembali melanjutkan pekerjaannya."Aku hamil," seru Eza terlihat panik.Gita menghentikan segala aktivitasnya, kemudian menatap Eza dengan ekspresi datar. "Lalu?" tanya Gita dengan datar."Lalu? Kau bilang lalu?" teriak Eza tidak terima. "Aku hamil brengsek.""Pria mana lagi yang ingin kau jebak?" Gita bertanya dengan santainya. Sama sekali melupakan kejadian Eza dengan Tony."Jebak? Sekarang kau memfitnahku?" Eza tidak berhenti berteriak. Gita sampai bingung melihat sahabatnya yang sangat sensitif ini."Lagi PMS?" tanya Gita dengan ekspresi heran."Gimana bisa haid kalau aku hamil sialan? Aku lagi hamil benaran brengsek."Gita mengernyit bingung. Eza memang psycho, tapi hari ini emosinya benar-benar mel
"Ada apa denganmu?" Gita bertanya pada Eza, begitu wanita itu membuka pintu apartemennya.Hari ini, Gita dan Eza akan mengunjungi dokter kandungan. Karena Eza merasa kurang sehat, dia meminta sang sahabat menjemputnya. Lalu ketika Gita sudah tiba di apartemen ibu hamil itu, Eza terlihat sangat menyedihkan."Semingguan ini, aku mual dan muntah terus." Eza menjawab dengan suara lemah.Baru juga selesai mengatakan hal itu, Eza sudah membekap mulutnya sendiri dengan dua tangan. Perempuan itu segera berlari ke kamar mandi untuk kembali memuntahkan isi perutnya."Parah banget ya?" Gita yang menyusul ke kamar mandi, mencoba membantu Eza dengan memijat tengkuknya.Eza masih sibuk muntah-muntah dan belum bisa menjawab. Sahabatnya itu bahkan tidak kuat berjongkok atau berdiri dan terduduk lemas di lantai toilet."Sudah sarapan?" tanya Gita makin prihatin."Baru saja dimuntahkan," jawab Eza lemas."Kamu gak ngidam sesuatu? Mungkin kalau ikutin ngidammu gak bakal muntah," seru Gita asal saja."H
Eza terus-terusan melirik Gita yang duduk di sebelahnya. Sedari di ruangan dokter, sampai sekarang ketika mobil sudah hampir sampai ke lokasi apartemen Eza, Gita masih tidak berbicara.Satu-satunya yang dikatakan Gita adalah meminta Pak Joko mengantar Eza duluan. Setelah itu Gita diam seperti patung, bahkan posisi duduknya juga tidak berubah seinci pun."Pengen minum jus taro deh, Ta. Mau juga gak?" tanya Eza berusaha mencairkan gletser terbesar di dunia dengan lebel Gita Bramantara."Lagi pengen banget dipeluk sama babang bule deh," lanjut Eza hati-hati.Eza tahu kalau Gita suka jadi koala jika lagi bad mood, makanya menawarkan pelukan. Dia maunya ngomong si baby lagi pengen di peluk, tapi itu jelas tidak mungkin. Mau bilang lagi ngidam dipeluk, tapi itu juga bisa bikin Gita makin bad mood. Sayangnya, segala usaha Eza itu gagal total. Gita bergeming.Sampai di lobi apartemen Eza pun, Gita masih bergeming. Duduk sambil menatap keluar jendela mobil sambil bertopang dagu. Menatap kosong
Alan mengernyit melihat pesan singkat yang dikirimkan istrinya. Terlalu singkat, Alan jadi berpikir dia salah apa sampai Gita marah?[My Queen Bee: nginap, gak boleh jemput.]Kata-kata gak boleh jemput, makin membuat Alan berkerut. Rasanya tadi Gita izin untuk menemani Eza ke dokter kandungan, tapi kenapa sekarang kesannya Gita ngambek?"Apa aku berbuat kesalahan semalam?" bisik Alan sangat pelan."Ada apa Pak?" tanya Jelita dengan bingung."Hah?" Alan melihat ke sekelilingnya. Dia sedang menggantikan Gita untuk bertemu klien untuk BambyStudio.Alan tersenyum canggung. Merasa malu juga kedapatan main ponsel oleh klien. "Maaf," seru Alan sambil menyimpan ponselnya di saku jas.'Mungkin saja kan Gita mau pajama party atau sejenisnya dengan Eza.' Alan berusaha untuk berpikiran positif, walaupun masih sedikit gelisah.Kegelisahan itu makin menjadi ketika Alan tidak kunjung bisa menghubungi Gita. Chat cuma centang satu, ditelepon juga tidak aktif. Dirinya makin gelisah."Astaga, Eza juga ga
"Bagaimana kalau kita pisah saja?"Pertanyaan Gita bagaikan tornado yang memporak-porandakan isi kepala Alan. Bahkan mungkin seluruh hidupnya dan terus terngiang, walau sudah lewat sekian menit.Tiba-tiba saja hatinya menjadi hampa dan tatapannya menjadi kosong. Otak Alan bahkan terasa berhenti berfungsi dan napasnya terhenti sejenak.Alan tidak menginginkan hal ini. Ketika akhirnya orang-orang gila yang mengganggu rumah tangga mereka hilang dan hanya menyisakan Erik, Alan pikir dia akan menjalaninya dengan tenang dan penuh cinta. Tapi Gita meminta pisah? Alan tidak akan pernah mau."Katakan apa salahku? Apa yang kamu tidak sukai dariku? Hm? Aku akan memperbaikinya untukmu." Alan bertanya dengan nada memohon.Gita ingin berbohong dengan mengatakan tidak mencintai Alan lagi, tapi dirinya tidak bisa melakukan itu. Terlebih karena Gita menangkap perubahan ekspresi Alan tadi. Terlihat begitu sengsara dan nelangsa."Itu bukan salahmu," jawab Gita menunduk dalam. Tidak sanggup menatap suam
Gita menatap ponselnya yang baru aktif sore tadi. Hal pertama yang terlihat adalah panggilan tak terjawab dan pesan dari Alan. Begitu banyak, sampai Gita jadi terharu karenanya.Sebagian besar menanyakan tentang keberadaannya. Bahkan ada beberapa pernyataan cinta yang bagi Gita kelewat manis. Membuat Gita mau tidak mau tersenyum saat membacanya. Bahkan Gita sudah membacanya sudah dua kali."Gombal banget sih," bisik Gita pelan saat membaca salah satu pesan itu.[My Iron Man: Bee? I miss you so much.][My Iron Man: Baru beberapa jam gak ada kabar, tapi aku sudah rindu banget sama kamu.][My Iron Man: Bee? I really miss you.][My Iron Man: Bee? Aktifkan ponselnya dong. Aku pengen banget dengar suaramu. Sebentar saja deh. Semenit juga gak masalah kok.]Yeah. Kontak Alan diberi nama My Iron Man di ponsel Gita. Sudah sejak kejadian dengan Tony. Karena menurut Gita, Alan memang terlihay seperti Tony Stark dengan baju baja merahnya saat menolongnya. Tokoh favorit Gita sejak dulu."Gita?" Ame
Alan sudah mengulum senyum sejak tadi Amel muncul menegur mereka. Sudah beberapa menit berlalu, tapi senyuman itu belum mau hilang. Terlebih karena Gita duduk tak jauh darinya dengan wajah cemberut yang menggemaskan.Gita keluar sebentar dan kembali dengan bau harum makanan yang tercium samar. Alan bisa menebak kira-kira apa yang dilakukan istrinya saat keluar tadi.Gita membersihkan tenggorakan dengan cara berdehem. "Kata Bunda kamu belum makan malam ya?"Alan hanya mengangguk sebagai jawabannya. Tadi dia memang sempat meminum segelas kopi dan makan cookies, tapi sama sekali belum menyentuh makanan berat. "Kebetulan aku juga belum makan malam dan membeli ini. Kalau mau kita bisa berbagi." Gita kembali bersuara, masih dengan ekspresi cuek.Tapi, Gita langsung mengumpat dalam hati setelahnya. Dia kan masih ingin ngambek lebih lama, kenapa jadi harus berbagi makanan? Apalagi ini makanan kesukaan Alan."Boleh sekalian diambilkan piring?" tanya Alan dengan senyum iseng. "No problem." Gi