Gaun putih mekar itu masih membungkus tubuh Selly dengan begitu indah dan cantik, ia tampil bagai boneka hidup hari ini, membuat Anggara mendesah pilu. Jujur ia begitu terpukau dan terpesona dengan penampilan Selly di hari pernikahan mereka, Selly begitu cantik luar biasa! Namun di sisi lain Anggara pedih karena faktanya hanya dia yang menginginkan pernikahan ini, Selly sama sekali tidak pernah menginginkan hal ini, menginginkan Anggara. Sama sekali tidak!
Tetapi ada satu hal yang begitu Anggara syukuri, yaitu Selly begitu ramah dan akrab dengan sang Puteri, Felicia. Membuat senyum dan gurat kegembiraan itu tergambar dari wajah Felicia sejak pagi tadi.
Anggara mengulurkan tangannya, membantu Selly yang masih duduk di kursi salah satu meja di acara resepsi pernikahan mereka, ia hendak membantu Selly berdiri dan kembali ke kamar mereka. Selly tengah hamil muda dan dia tidak boleh terlalu lelah bukan?
Selly tersenyum, walaupun Anggara tahu senyum itu cuma kamuflase di
Anggara menyeka tubuhnya dengan handuk. Berendam sedikit mampu menghilangkan panas dan segala macam gejolak itu dari tubuhnya. Ia segera memakai piyamanya dan melangkah keluar dari kamar mandi. Dan Anggara sontak terkejut ketika mendapati pemandangan yang ada di atas kasur pengantinnya itu. Sebuah pemandangan yang mampu meluruhkan segala macam kekecewaan dan amarah Anggara karena penolakan sang isteri.Di atas ranjang pengantinnya itu, tampak Felicia begitu lelap dalam pelukan Selly. Wajahnya begitu damai dan penuh kebagiaan, belum pernah Anggara melihat Felicia sebahagia ini. Dan itu sontak membuat Anggara tersenyum getir.Ia melangkah menghampiri ranjang, jongkok di tepi ranjang di mana Selly tertidur memeluk Felicia. Anggara menghela nafas panjang. Tangannya terulur mengelus kepala sang isteri penuh kasih. Bayangan dulu mereka bergumul penuh gairah itu kembali berputar dalam benak Anggara, yang sontak membuat Anggara menggeleng kuat-kuat, ia tidak mau mandi lagi!
“Maaf kalau tidak sebesar rumah papa,” guman Anggara ketika per hari ini ia resmi memboyong Selly kerumahnya.Selly tersenyum, “Sama besarnya, sepertinya cukup nyaman.”Selly lebih dulu masuk ke dalam bersama Felicia yang berada dalam gandengannya. Anggara melarang keras Felicia meminta gendong pada Selly, ia benar-benar tidak mau janin dalam perut Selly sampai kenapa-napa.“Bapak sudah pulang?” tampak Bi Ijah berlari tergopoh-gopoh menyambut kepulangan Anggara.“Sudah, kenalkan ini Selly, Bi. Isteri saya,” Anggara merasa pedih setelah menyebutkan kata itu, mungkin saat ini di dalam hati Selly memaki dirinya bukan? Mereka bukan sepasang suami-isteri yang sesungguhnya! Bahkan Selly sama sekali tidak mau satu kamar dengan dia nantinya!“Aduh, cantik sekali. Perkenalkan saya Bi Ijah, Bu,” Bi Ijah mengulurkan tangannya, senyum merekah mengembang di wajah itu.“Ah ... jangan terlal
Anggara menutup pintu kamar yang biasanya digunakan untuk para tamu itu, detik itu juga air matanya menitik membasahi pipinya. Entah sudah keberapa kali ia menitikkan air mata, yang jelas, jatuh cinta pada Selly membuatnya begitu cenggeng. Anggara menyeka air matanya, melangkah menuju ranjang yang sprei dan sarung bantal-gulinya sudah diganti dengan yang baru oleh sang asisten.Anggara merebahkan tubuhnya di atas ranjang itu. Hanya sendiri, seorang diri seperti yang selama ini dia lakukan semenjak kepergian Diana. Jika orang lain mengira ranjangya akan kembali hangat bahkan memanas, maka mereka salah, karena apa yang ada dalam pikiran mereka itu hanya lah anggan semata bagi Anggara."Diana, mungkin ini salah satu balasan dari kamu karena aku ingkar atas janji yang sudah aku ucap kepadamu, aku minta maaf."Anggara merasa dadanya sesak, baru kali ini ia jatuh cinta sebegitu dalam dan diabaikan begitu saja oleh wanita yang ia cintai. Mungkin Anggara terlalu percaya di
Selly membuka matanya ketika ia mendengar suara riuh air dari kamar mandi, ia sontak terkejut dan bangun ketika mendapat ia tidak terbangun di kamar apartemennya. Kamar siapa ini? Ah ... dia lupa bahwa ia sudah pindah kamar dan sudah punya suami. Pasti itu suara Anggara yang tengah mandi bukan? Dia memang tidur di kamar sebelah, namun semua pakaian milik suaminya itu ada di sini.Suami?Ah ... benarkah ia menganggap Anggara sebagai suami? Jangankan melakukan tugasnya sebagai isteri, tidur satu kamar dengan Anggara pun dia tidak mau! Kenapa sekarang dia jadi membahasakan laki-laki itu sebagai suami?Selly hendak pura-pura kembali tidur ketika pintu kamar mandi itu terbuka. Ia terlambat melakukan aksi pura-puranya karena dua mata Anggara itu bahkan sudah bertemu dengan matanya. Selly sontak melotot, otot lengan, dada dan perut itu ... astaga! Anggara muncul dengan telanjang dada, memamerkan semua otot tubuhnya yang selalu ia latih dengan sempurna itu."Suda
Anggara memarkirkan mobilnya di halaman parkir, ia menghela nafas sejenak. Sehari pasca menikah dan dia langsung bekerja, rasanya sesuatu bukan? Padahal jujur sebenarnya ia ingin membawa Selly pergi berlibur ke suatu tempat, atau keluar negeri bertiga. Tabungan Anggara lebih dari cukup kok, namun rasanya itu tidak akan berarti apa-apa. Pernikahan mereka sama sekali tidak ada artinya sama sekali untuk Selly, jadi untuk apa?Anggara melepas seat belt-nya lalu melangkah turun dari mobil. Menenteng snelli-nya dan menyusuri lorong rumah sakit guna menuju poli bedah. Ia terus melangkah dengan gagah seperti biasa ketika kemudian Yosua, sejawatnya di poli bedah menepuk keras-keras pundak Anggara.“Bro, baru kemarin nikah dan kamu sudah masuk kerja? Gila, nggak rencana boyong isteri honeymoon apa?” Yosua menatap heran sejawatnya itu, habis nikah kok nggak ada cerah-cerahnya sama sekali sih wajah Anggara ini? Tetap kaku, dingin dan sama sekali tidak ada bedanya denga
Anggara masuk dan duduk di kursi ruang prakteknya. Ia begitu puasa sudah membuat sosok Adit sampai pucat pasi macam tadi. Ia tahu betul arti sorot mata itu. Sorot mata terluka itu begitu cepat Anggara baca. Jadi benar residen itu memiliki perasaan pada isterinya? Dan bukankah sang isteri juga punya perasaan yang sama pada residen itu?Anggara mendesah pelan, ia memijit keningnya perlahan. Rasanya begitu sakit bukan bertemu, satu tempat kerja dengan laki-laki yang kau tahu betul laki-laki itu mencintai dan dicintai oleh isterimu sendiri?Anggara tengah berkutat dengan rasa sakit yang menderanya itu ketika kemudian pintu ruang prakteknya terhempas. Nampak sejawatnya di bagian anak itu muncul, menatap Anggara dengan seksama."Bro, habis nikah kok sedih sih?" Hendra masuk, melangkah kemudian duduk di depan Anggara."Ada apa? Mau ngajakin kolab? Mana status pasiennya?" tanya Anggara yang tahu betul kalau sosok itu kemari pasti mau mengajaknya kolaborasi merawat pa
Anggara mematikan mesin mobilnya di garasi rumah. Ia melirik plastik putih yang tergolek di jok yang berada di sampingnya itu. Di dalam plastik terdapat makanan yang tadi Selly pesan kepadanya untuk di bawakan. Dimsum ayam dan pempek Palembang. Ah ... harapan Anggara hanya satu, semoga sang isteri suka dan sedikit demi sedikit bisa luluh dan mau menerima Anggara sebagai suami yang sebenar-benarnya suami.Anggara melepas seat belt-nya, bergegas turun dan membawa plastik itu masuk ke dalam. Rumah sepi, kemana para kesayangannya itu? Kenapa tidak tampak?"Bapak sudah pulang?" sapa Bi Ijah pada Anggara yang tampak celingak-celinguk mendapati rumah sepi."Sudah, ini pada kemana sih, Bi?" tanya Anggara yang benar-benar tidak menemukan adanya tanda-tanda dari Selly maupun Felicia."Anu Pak, Non Felis ngajak ibu jalan-jalan ke taman komplek, baru saja kok perginya. Jalan kaki," jelas Bi Ijah sedetail-detailnya."Oh begitu? Yasudah kalau begitu, oh ya tolon
Anggara masuk ke dalam kamarnya dan tertegun mendapati Selly sudah bangun dan nampak tengah memainkan ponsel di tangannya. Mata mereka beradu, hingga kemudian Anggara tersadar dan melangkah masuk ke dalam. Ia hendak mandi, ia harus sudah bersiap-siap untuk berangkat dinas bukan?"Kamu sudah bangun? Tidak muntah-muntah lagi kan?" tanya Anggara yang sontak duduk di tepi ranjang dan meletakan ponselnya di atas nakas."Tidak, selama tidak ada pemicunya, semua aman," jawab Selly yang sudah menurunkan ponsel dari depan wajahnya dan menatap sang suami lekat-lekat."Bagus kalau begitu, aku mandi du-,""Ko!" panggil Selly cepat, membuat Anggara yang sudah bangkit hendak melangkahkah kaki ke kamar mandi itu mengurungkan niatnya dan kembali duduk di tepi ranjang."Iya, kenapa?" Anggara balas menatap tatapan itu, tatapan yang jujur membuat jantung Anggara berdegub tidak karu-karuan."Aku ingin pergi ke sana," guman Selly lirih, membuat senyum tipis itu