Jagat mengemudikan mobilnya mengikuti ke mana taksi yang dinaiki Jasmine pergi. Iya, yang mengintai Jasmine sedari tadi memanglah Jagat. Setelah semalam ia merasa resah dengan perasaannya kepada Jasmine, tadi pagi-pagi sekali ia memutuskan untuk pergi ke rumah Jasmine.
Saat berada di depan rumah Jasmine, entah mengapa Jagat merasa gugup bukan main hingga ia ragu untuk memasuki rumah Jasmine. Hingga setelah beberapa saat ia termenung di dalam mobil, ia melihat Jasmine menaiki sebuah taksi lalu ia pun membuntuti Jasmine yang ternyata sedang menemui pria yang kemarin menjadi teman kencan perempuan yang dicintainya itu.
Melihat Jasmine dengan pria itu tentu saja membuat hati Jagat terbakar cemburu. Ia tak sanggup melihat pemandangan menyesakkan dadanya itu namun sesuatu hal telah membuatnya tersenyum. Tiba-tiba saja Jasmine meninggalkan pria teman kencannya itu lalu pergi menaiki taksi.
“Mau pergi ke mana dia?” gumam Jagat.
Setelah beberapa saat k
“Saya harus segera pergi.” Jasmine turun dari pangkuan Jagat.“Kenapa?” Jagat mendongakan kepalanya agar bisa melihat wajah Jasmine yang berdiri di hadapannya.“Saya merasa sangat tidak nyaman berada di sini hanya berdua bersama Anda.”“Kalau begitu kita bisa mengobrol di taman belakang. Di sana pasti banyak pelayan yang lewat jadi kita nggak hanya berdua kan?!” Jagat berdiri lalu menggapai tangan Jasmine dan membawanya menuju taman belakang.“Anda tidak perlu seperti ini, Pak Jagat. Lebih baik saya pulang saja karena tidak ada gunanya saya tetap di sini,” ucap Jasmine.“Ada kok, siapa bilang nggak ada.” Dalam perjalanan Jagat dan Jasmine juga berpapasan dengan beberapa pelayan yang kebetulan lewat.Jasmine tersenyum canggung pada para pelayan itu karena ia
Jasmine menyambar tasnya lalu berjalan menghentak-hentakan kakinya keluar dari rumah Jagat. Ia tak melihat keberadaan Jagat di mana pun saat langkah kakinya berjalan menuju ke arah pintu utama.“Loh, kok nggak bisa dibuka?” Gumam Jasmine setelah ia mencoba membuka pintu. Meskipun begitu, ia tetap tak patah semangat, ia terus menarik-narik ganggang pintu agar pintunya bisa terbuka.“Nyonya, ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang pelayan yang datang menghampiri Jasmine.“Iya. Tolong bukakan pintu ini, saya tidak bisa membukanya,” ucap Jasmine.“Maaf, Nyonya. Kunci pintunya dibawa Tuan.”“Apa?!” seru Jasmine. “Kalau begitu saya permisi dulu, Nyonya.” Pelayan itu pun berbalik dan berjalan meninggalkan Jasmi
Hari terasa cepat sekali berlalu, tak tarasa hari ini Jasmine sudah harus memberikan bimbingan belajar lagi untuk Shagun padahal ia masih tak ingin bertemu dengan Jagat. Beberapa hari ini pikirannya dipenuhi oleh Jagat. Entah itu tentang perasaannya pada Jagat ataupun cara menghindari Jagat.“Bu Jasmine.”“Iya?” Lamunan Jasmine buyar saat ia mendengar seseorang menyebutkan namanya, ia pun langsung mendongakan kepalanya ke asal suara.“Bu Jasmine, dipanggil Pak Leo di ruangannya.”“Apa? Memangnya ada apa?” tanya Jasmine seperti orang bingung.“Saya juga nggak tahu.”“Tapi perasaan saya nggak ada buat kesalahan apapun deh,” ucap Jasmine.“Nggak tahu juga sih,
Jasmine sampai di bimbel miliknya dengan menggunakan taksi bertepatan dengan kedatangan Shagun yang juga baru sja turun dari mobil dengan supir yang membukakan pintu mobil untuknya.“Kak Jasmine!” Seru Shagun seraya berlari menghampiri Jasmine.“Loh Shagun, kamu kok masih pakai sragam sekolah kamu? Memangnya kamu nggak pulang ke rumah dulu?” tanya Jasmine.“Enggak. Aku mau langsung ke sini aja, biar cepet,” sahut Shagun dengan wajahnya yang terlihat sangat ceria.Jasmine meneguk air liurnya dengan suyah payah karena melihat wajah Shagun yang tetap ceria mesti saat ini anak itu telah menjadi korban dari keegoisannya dan ketidak profesionalannya dalam bekerja.“Ayo kita masuk.” Jasmine mengulurkan tangannya pada Shagun yang tentu saja disambut Shagun dengan senang hati.“Selamat siang, Bu Jasmine. Hai, Shagun,” sapa Mira begitu Jasmine dan Mira berjalan melewati meja Mira.&ldq
Jasmine berlari menuju kursi kerjanya. Ia mendudukan dirinya di kursi kebesannya itu dengan tujuan agar Jagat tak akan bisa lagi mendekatinya.Jagat berjalan menghampiri Jasmine. Terpaksa ia harus duduk di kursi yang terletak di seberang meja kerja Jasmine.“Mengapa kamu pindah les di sini? Kamu menghindari saya?” tanya Jagat.“Terus terang saya merasa sangat tidak nyaman bila datang ke rumah Anda, apalagi sampai bertemu dan ada kontak fisik dengan Anda,” ucap Jasmine.“Itu berarti kamu adalah guru yang tidak profesional.”Jasmine membelalakan matanya ketika mendengar kalimat yang Jagat lontarkan untuknya. “Anda yang membuat saya menjadi tidak profesional dengan pekerjaan saya!” seru Jasmine karena ia merasa terhina dengan ucapan Jagat.“Mengapa kamu malah menyalahkan saya?”“Iya karena Anda yang memulai hal konyol ini.”“Hal konyol apa? Saya nggak me
Setelah pulang dari bimbel miliknya, Jasmine terus mengurung dirinya di dalam kamar. Padahal biasanya jika ada sedikit waktu luang pasti akan ia gunakan untuk membantu mamanya memasak sekaligus untuk belajar memasak seperti yang dikatakan mamanya bahwa seorang perempuan harus bisa memasak untuk keluarganya kelak. Jika tidak ia biasanya akan mengisi waktu luangnya di rumah dengan berkumpul dengan orangtuanya di lantai bawah, namun akhir-akhir ini ia malah lebih memilih sibuk dengan kesendiriannya.Jasmine menoleh ke arah pintu ketika pintu kamarnya yang terbuka diketuk oleh seseorang.“Bik Lastri?”“Mbak Jasmine, makan malamnya sudah siap,” ucap Bik Lastri.“Iya, sebentar lagi aku turun,” ucap Jasmine.Setelah Bik Lastri pergi, Jas
Keesokan paginya Jasmine kembali beraktifitas seperti semula. Ia pergi ke sekolah untuk mengajar, setelah mengajar di sekolah usai ia pergi ke bimbel miliknya. Tak ada yang aneh dalam hidupnya. Ia pun merasa nyaman setelah mengungkapkan perasaan keberatannya pada Jagat. Ia sudah bertekat membuka hati untuk Leo karena saat ini hanya Leo yang pantas untuk bersanding dengan dirinya.Hari ini Jasmine harus pulang lebih awal untuk mengunjungi apartemen kakaknya bersama orangtuanya.Masih sama dengan hari-harinya yang lalu, sampai saat ini pun Jasmine masih menggunakan taksi saat ia akan bepergian ke mana pun. Awalnya ia trauma mengemudikan mobil namun setelah beberapa lama ia memakai jasa taksi, ia malah lebih nyaman memakai taksi. Mungkin ia akan mempertimbangkan tawaran papanya yang menyuruhnya memakai jasa supir.“Mama, aku pulang,” ucap Jasmine saat memasuki rumahnya.“Jasmine, kamu mandi dulu deh sana,” ucap Mardina.“
Masih sama seperti waktu lalu, kali ini Jasmine juga meminta Shagun datang ke bimbel miliknya untuk les privat karena sampai saat ini ia masih menghindari Jagat.“Hai, Shagun.” Sapa Jasmine saat Shagun baru saja masuk ke ruangannya. Melihat Shagun yang kembali datang masih dengan memakai seragam lengkap sekolahnya membuat hatinya tak tega. Harusnya dirinyalah yang datang ke rumah Shagun, bukan Shagun yang harus datang ke tempat bimbelnya ini. Lagi-lagi ini semua hanya gara-gara keegoisannya.“Hai, Kak Jasmine,” sapa Shagun.“Duduk dulu biar Kak Jasmine siapkan makan siang buat kamu dulu,” ucap Jasmine.“Nggak usah, Kak Jasmine.” Shagun duduk di sofa dan meletakan tas bungkusannya di atas meja.“Loh kenapa, Shagun? Kamu belum makan siang kan?” tanya Jasmine heran.“Tadi sebelum ke sini aku udah beli makan siang kok. Aku minta tolong ke Pak Supir buat belikan aku makan siang ter