“Ini untukmu,” kata Keenan sambil memberikan dua buah jinjingan berwarna putih pada Gladys.
Gladys melirik ke arah Keenan dengan tatapan sinis. ‘Apa ini? Hadiah?’ Gladys mendengus kesal. Untuk apa laki-laki itu repot-repot memberikan dua buah totebag yang sepertinya berisi barang mewah.
“Kenapa kamu menatapku seperti itu? Dasar perempuan tidak tahu terima kasih!” Keenan menyindir.
“Terima kasih, tapi aku tidak butuh!” timpal Gladys yang kemudian pergi dari ruang makan dan hendak kembali ke kamarnya. Dia baru saja menyelesaikan makan malamnya.
“Kamu akan membutuhkannya,” sergah Keenan.
Gladys berdecih dan tak menghiraukan Keenan. Namun tangan laki-laki itu menarik bahu Gladys, sehingga membuat gadis itu berbalik ke arahnya.
“Aku bilang kamu akan membutuhkannya!” Keenan menegaskan lagi kalimatnya barusan.
“Untuk apa? Aku tidak butuh barang mewah darimu. Itu ak
“Selamat datang, Keenan,” sambut Adrian saat melihat keponakan kesayangannya itu datang. “Dan selamat datang, Gladys,” imbuhnya sambil melihat ke arah gadis berbalut dress berwarna lilac.“Selamat malam, Pak Adrian,” ucap Gladys sambil memberikan senyuman manisnya.“Kamu cantik. Kamu mirip seseorang yang ku kenal,” celetuk Adrian.“Eh, siapa Pak?” tanya Gladys penasaran.Keenan berdecih. “Tidak usah menggoda sekretarisku, Om. Dasar anak dan bapak sama saja,” sindir Keenan kesal.Gladys langsung menyikut Keenan. Sungguh tidak sopan berkata demikian pada orang yang jauh lebih tua. Terlebih itu adalah anggota keluarganya sendiri.“Hahaha.” Adrian tertawa ketika mendengar sindiran yang dilayakan Keenan untuknya. “Tenang saja, aku tidak akan merekrut dia untuk jadi asistenku, Keenan. Tapi mungkin, aku bisa merekrut dia menjadi calon menantuku,” tambah
“Hmmp ….” Gladys meronta, mencoba melepaskan dirinya dari rengkuhan Aidan. Kenapa laki-laki ini tiba-tiba mencium Gladys? Ini bukan seperti Aidan yang Gladys kenal. Namun laki-laki berlesung pipi itu terus memaksa, sampai akhirnya Gladys menyerah. Sial! Lama-lama Gladys terbawa suasana dan menikmati pagutan bibir Aidan.Seperti ada kupu-kupu yang menari di perut Gladys. Gadis itu merasakan luapan perasaan senang. Karena tidak dapat dia pungkiri, jika dirinya masih memiliki perasaan pada Aidan.Aidan melepaskan pagutan bibir itu dan menatap Gladys dengan tatapan yang dalam. Seolah matanya itu berkata bahwa dia menginginkan Gladys malam ini juga. Tak tahan dengan perasaannya yang menggebu, Aidan langsung menarik Gladys ke tempat yang aman dan tidak terbuka.***Di sisi lain, Keenan mencoba mengedarkan pandangannya. Laki-laki itu sedang menunggu kedatangan Gladys yang sudah lumayan cukup lama tidak kembali dari
“Gladys!” Keenan berteriak lalu berlari menghampiri Gladys yang sudah terkulai di depan lift. Tak hanya Keenan yang mencoba menolong gadis itu, tapi beberapa tamu yang ada di dekat sana pun mencoba membantu Gladys.Keenan mencoba menyingkirkan orang-orang yang menghalanginya. Dia langsung menggendong Gladys yang sudah tak sadarkan diri.“Minggir!” seru Keenan yang kemudian langsung menaiki lift. Beruntung tadi ada orang lain yang dengan cekatan memencet tombol lift untuknya.“Dys, bangun!” Keenan memanggil Gladys, berharap gadis itu membuka kedua kelopak matanya. Namun, usahanya itu sia-sia karena Gladys benar-benar tak meresponnya. Sesampainya dia di basement, Keenan langsung menuju mobilnya. Menidurkan Gladys di jok belakang dan langsung mengemudikan mobilnya keluar dari hotel tersebut.“Ah, sial! Harusnya tadi aku ikut mengantarnya ke toilet,” sesal Keenan yang memukul kemudinya.Sesampainya di seb
Gladys sedang duduk sembari mengupas buah apel. Dia masih mencoba mengingat kejadian semalam. Rasanya sangat aneh, dia bisa sampai melupakan kejadian yang membuatnya dia pingsan.“Aaaw!” Gladys meringis kesakitan, sampai-sampai dia menjatuhkan pisau yang sedang dipegangnya. Kenapa setiap dia berusaha mengingat memori dalam otaknya, kepalanya ini selalu berdenyut? Biasanya dia tak pernah seperti ini sebelumnya.“Kamu kenapa?” tanya Keenan yang baru saja masuk ke dalam kamar rawat Gladys. Laki-laki itu langsung berlari ke arah Gladys dengan ekspresi khawatir.Untuk sesaat Gladys termangu saat melihat ekspresi wajah Keenan yang seperti itu. Semengkhawatirkan itu kah kondisi Gladys? Sampai-sampai laki-laki kejam itu memasang ekspresi wajah yang sangat tidak biasa? Apa dia sedang sekarang sedang dalam mode waras? Tapi jika dia khawatir seperti ini, hati Gladys terasa menghangat.“Dys?”Sekejap Gladys menggelengkan kep
‘Oh, Tuhan! Kenapa keberuntungan tidak berpihak padaku hari ini?’ batin gadis bersurai pendek.Gladys menatap dengan tatapan cemas, ketika melihat sosok laki-laki yang dia kenali itu datang menghampirinya. Dengan sekejap mata, dia sudah bisa mengetahui bahwa laki-laki itu tidak suka dengan apa yang sedang dilihatnya. Gladys dan Aidan hanya bisa mematung sampai laki-laki itu benar-benar berdiri di samping sang gadis.“Sedang apa kalian?” tanya laki-laki itu penuh selidik dan kecurigaan.“Sedang mengobrol. Apa kamu tidak lihat?” timpal Aidan dengan tatapan tajam. Seolah tak ingin kalah dari aura Keenan yang terkesan sangat mendominasi sekitar.“Harus sambil pegangan tangan?” Mata Keenan mengarah pada tangan Aidan yang sedang mencengkram pergelangan tangan Gladys.Dengan secepat kilat, Aidan melepaskan cengkramannya. Laki-laki itu membuang muka, merasa kepergok oleh sepupu … ah tidak, karena ini d
Ya, Keenan tentu butuh beradaptasi. Tak mudah baginya untuk lepas dari kebiasaan aneh yang sudah dia geluti bertahun-tahun. Tapi demi Gladys, dia akan mencoba untuk sedikit demi sedikit mengurangi hobi anehnya itu.Jika ditanya alasan kenapa Keenan mau melakukan hal itu. Jawabannya, karena Keenan benar-benar sudah menaruh hati pada Gladys. Entah sejak kapan benih rasa sayang itu muncul di hati Keenan. Dan … Keenan baru merasakan perasaan hangat seperti itu. Sepertinya Gladys memiliki daya tarik sendiri bagi Keenan. Selain itu, dia juga merasa bersalah pada Gladys.“Gladys, walau kamu menolak. Aku akan tetap memaksa. Maaf, karena aku tidak bisa melepaskanmu.” Sosok laki-laki itu kemudian beranjak dari sofa dan kemudian langsung menuju meja kerjanya.“Apa kamu menyayangiku?” tanya Gladys. Dia harus tahu perasaan Keenan sebenarnya, sebelum dia menjawab.Mendengar pertanyaan Gladys, laki-laki itu menoleh. “Sebaiknya kita a
Gladys merasa perasaannya tidak enak. Sejak kedatangan Giselle ke kantornya, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Feeling-nya mengatakan bahwa wanita paruh baya itu ada maksud lain ke sini, bukan sekedar menyapa anaknya.Tak lama kemudian, wanita yang mengenakan blazer abu-abu itu keluar dari ruang kerja Keenan. Raut wajahnya terlihat sangat marah. Ketika wanita itu melirik sinis ke arah Gladys, gadis itu langsung menganggukkan kepalanya.“Terima kasih, sudah datang, Bu,” ucap Gladys yang tiba-tiba merasa terintimidasi. Tatapan itu sama seperti tatapan Keenan jika sedang marah. Sebenarnya ada apa ini?Giselle tak menggubris Gladys sama sekali. Wanita itu langsung berlalu begitu saja. Sungguh Gladys merasa merinding ketika mendapati tatapan seperti itu. Masalahnya tatapan itu lebih membunuh dari pada tatapan Keenan.“Ah, kenapa Bu Giselle terlihat marah seperti itu? Dan … ternyata ibu dan anak sama saja,” gumam Gladys yan
Harap bijak dalam membaca~Happy reading, kak~***“Argh!” Keenan menggeram lantas memukul kemudinya, saat mobilnya baru saja terparkir di garasi rumahnya. “Sial! Aku malah menginggat perempuan jahanam itu!” berang Keenan.Mengungkit kejadian lima belas tahun lalu, membuat Keenan mengingat kembali kejadian mengerikan itu. “Argh!” erangnnya lagi sambil menjambak rambutnya sendiri. Dia kembali mengingat perempuan muda berumur awal tiga puluhan, yang tak segan menyiksanya kala itu.“Ah, Shit!” teriaknya frustarasi. Ah, niat Keenan mengungkit kejadian itu untuk menggretak pamannya. Tapi sebaliknya, dia yang terjebak dengan masa lalunya sendiri. Sial, ternyata senjata makan tuan.Keenan segera keluar dari mobil dengan hati yang masih bergejolak. Karena emosinya terpancing, membuat Keenan ingin menyalurkan emosinya. Tapi … dia sudah berjanji pada Gl