Tepat jam sembilan malam Adisty baru pulang dari kantornya. Ia memerlukan pinjaman uang untuk membelikan obat-obatan papanya. Saat ini yang terpikirkan olehnya adalah Rania sahabat dekatnya. Rania putri konglomerat kaya raya sekaligus teman dekat Adisty. Ketika Adisty terjepit masalah keuangan, Rania yang selalu memberinya bantuan.
Di kafe tempat biasa mereka nongkrong saat sepulang kerja, Adisty bertemu dengan Rania. Gadis cantik itu telah menunggunya di kafe seperti yang telah di sepakati sebelumnya.
"Huh, jam segini baru pulang kerja," keluh Adisty meneguk minumannya.
"Kenapa kau pesan banyak minuman? Kau ingin menyulitkanku?" Rania melihat banyak minuman keras di atas meja. Adisty tampak buruk sekali.
"Aku tidak punya uang, bukankah kau punya uang banyak. Tidak ada salahnya jika kau menyenangkan sahabatmu yang sedang patah hati ini," kata Adisty menuangkan sebotol vodka di gelasnya.
Rania menyambar gelas Adisty, ia menyuruh pelayan untuk mengganti minuman mereka.
"Kenapa kau ganti semua minumanku. Hari ini aku ingin mabuk sepuasnya," kata Adisty.
"Kau seenaknya mabuk, tapi aku yang kesulitan membawamu pulang," gerutu Adisty.
"Ada apa sebenarnya? Baru kali ini aku lihat kau sangat kacau," tanya Rania penasaran.
"Hari ini aku memang sangat kacau. Kak Jo yang aku sukai selama ini memilih wanita lain untuk jadi pacarnya. Sialnya lagi kupikir tadi siang ia mengajakku makan siang untuk menyatakan perasaannya, eh .. tak taunya ... ia mengenalkan aku dengan pacar barunya." Adisty menghabiskan minuman yang ada di depannya.
Rania terkikik geli mendengar cerita Adisty yang cintanya bertepuk sebelah tangan. "Kenapa tertawa! Kau meledekku?" kata Adisty marah.
"Tidak, aku hanya membayangkan saat itu wajahmu pasti lucu sekali ketika betemu pacarnya Jonathan," kata Rania.
"Bayangkan saja sepuasmu, kamu tidak tahu bagaimana memendam perasaan selama delapan tahun. Hingga pada akhirnya cinta itu kandas di tengah jalan," terang Adisty sedih. Ia mengambil sumpit dan memakan dengan lahap makanan yang tersaji di depannya.
"Di tambah lagi papaku sakit keras, uangku sudah menipis untuk membeli obat-obatan yang mahal itu."
"Kamu bisa berkata demikian dengan santainya, karena kamu tidak tahu betapa menderitanya jadi orang miskin yang harus bekerja keras membayar tagihan ini itu ... di tambah lagi beban patah hati." Adisty masih saja mengeluhkan nasibnya.
"Kau mau dapat uang banyak dalam waktu sehari?" Rania memberikan penawarannya.
"Apa ada pekerjaan semacam itu?" Adisty langsung menghentikan makannya karena tertarik dengan tawaran Rania.
"Ada, kau hanya perlu menggantikan aku dalam acara perjodohan dengan pria pilihan keluargaku. Tenang saja, ia menemuiku secara pribadi di hotelnya. Jadi keluargaku tidak akan tahu jika kau yang menggantikan aku," terang Rania.
"Tugasmu adalah buat pria itu tidak menyukaiku dan menolak perjodohan nya,"kata Rania.
"Kemarilah." Rania membisikkan rencananya pada Adisty.
"Hanya kali ini saja, kan?"tanya Adisty.
"Iya, nanti akan aku bayar tiga kali lipat dari gajimu di perusahaan tempatmu bekerja," kata Rania berusaha meyakinkan Adisty.
"Tiga kali lipat!" Kantuk Adisty langsung menghilang. Ia mengambil ponselnya dan langsung mengusap menu pada bagian kalkulator untuk menghitung uang yang akan di dapatkannya.
"Oke, aku mau. Tapi kau benar akan membayarku, kan?" tanya Adisty lagi. Ia tidak ingin Rania hanya bercanda.
"Tentu saja, ini serius. Lagipula aku sudah jenuh di jodohkan berulangkali. Kamu tahu sendiri, aku ingin menemukan cinta sejatiku," tukas Rania.
"Huh, mengingat tentang cinta sejati aku kembali teringat pada kak Jo," keluh Adisty.
"Eeh, kenapa malahan mengingatnya lagi. Setelah dapat uang pembayaran dariku kau bisa bersenang-senang sepuasnya melupakan pria itu," imbuh Rania.
"Benar, juga. Aku tidak boleh menyerah,"kata Adisty mengumpulkan kembali semangatnya.
Ia teringat dengan keluarganya yang menggantungkan nafkah darinya. Api semangatnya semakin berkobar untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya demi kesejahteraan keluarganya.
"Berarti kau terima tawaranku?" tanya Rania.
"Dasar sahabat macam apa kau ini memanfaatkan kemiskinanku untuk menerima tawaran darimu," gerutu Adisty.
"Ayolah Adisty, aku tidak jahat. Aku juga ingin membantumu," kata Rania.
"Oke, uang memang selalu menang, pungkas Adisty.
**
Di ruangan presiden direktur, asisten Kevin masuk ke dalam ruangan.
"Maaf, mengganggu. Kakek Direktur datang."
Presdir Ricko masih sangat sibuk memeriksa dokumen yang perlu di tanda tangani di atas meja kerjanya.
"Pak Direktur datang," kata asisten Kevin lagi. Ia merasa bosnya tidak mendengar apa yang ia katakan sedari tadi. Presdir Ricko terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
"Dasar cucu kurangajar! Sampai kapan kau membuat kakekmu yang sudah tua ini mati menunggu di luar!" Kakek direktur datang mendekati meja Ricko.
Asisten Kevin sangat ketakutan mendengar amarah dari kakek direktur.
Ricko meletakkan pulpennya. Dengan sikap tenang ia menghampiri kakeknya.
"Bukankah kakek masih hidup dan bisa berjalan hingga kemari. Itu pertanda bahwa kakek masih sehat," jawab Presdir Ricko cuek.
"Dasar cucu tidak tahu diri berani sekali kau berkata begitu pada orang tua!" teriak Kakek Presdir.
"Saya sibuk kerja, tidak tahu kalau Anda sudah datang sampai ke sini,"jawab Ricko santai.
"Asisten Kevin! Apa kamu tidak mengatakan kalau hari ini aku datang!" sentak Kakek Presdir.
"Ma ... maaf, saya ... saya," kata Asisten gugup.
"Jangan salahkan asisten Kevin, mungkin saya yang tidak dengar." Presdir Ricko tidak ingin Kevin di salahkan.
"Oh, ya ada apa Anda repot-repot mampir kemari?" tanya Ricko.
"Ini juga perusahaanku, terserah aku mau mampir atau tidak!" Kakek Presdir duduk di sofa tak jauh dari meja kerja Ricko.
"Kata siapa ini perusahan milik panti sosial, katakan ada urusan apa kakek kemari?" tanya Ricko lagi.
"Dasar bocah kurangajar, kau tidak mempersilahkan kakekmu yang sudah tua ini duduk,"keluh Kakek Presdir.
"Bukankah kata kakek ini perusahaanmu, jadi kenapa saya harus mempersilahkan tuan rumah sendiri," bantah Ricko.
"Kau! Sepertinya kau lebih suka melihat kakekmu terkena serangan jantung hanya mendengar perkataanmu." Kakek Direktur mengeluhkan Ricko yang selalu sibuk di kantor tidak mempedulikan dirinya sendiri.
"Katakan ada keperluan apa Anda kemari? Saya tidak ada waktu banyak," tanya Ricko.
"Ck, cucu yang galak sekali," keluh Kakek Direktur.
"Ikuti perjodohan yang telah ku atur. Ada Nona dari keluarga kaya yang menunggumu di sana."
"Saya tidak bisa, banyak urusan kantor yang harus di selesaikan," tolak Ricko.
"Bagaimana kalau ikut kakek memancing saja,"ancam Kakek Direktur.
"Apa! Memancing? Itu membuang waktuku," tolak Ricko lagi.
"Kalau begitu, pilih ikuti perjodohan ini atau kau tidak akan mendapatkan sepeser pun dari kekayaanku!" ancam Kakek Direktur.
Ricko mulai berdiri dari kursinya. Ia menghela nafasnya kasar. "Katakan, dimana dan kapan saya harus kesana?" Presdir Ricko merasa tidak ada pilihan lain. Kakek Direktur memang selalu punya cara untuk mengancamnya.
"Di Hotel Horison, satu setengah jam lagi. Temui gadis itu!" Kakek Direktur beranjak bangkit dari sofa.
"Kevin, kau berhutang teh padaku. Apa begini pengajaran atasanmu. Ada tamu tidak di buatkan teh," sindir Kakek Direktur seraya pergi meninggalkan Ricko.
"Maaf, Kakek Direktur," ucap Kevin.
Asisten Kevin merasa bersalah, ia membungkuk memberi penghormatan pada Kakek Direktur.
"Tidak usah minta maaf, di sini aku mempekerjakanmu bukan menjadi pelayan warung makan," jawab Ricko ketus.
Tatapan marah kembali datang dari Kakek Direktur. Kevin yang berada di antara mereka merasa seperti ada sebuah bom atom yang sebentar lagi meledak. Ia memicingkan matanya, takut jika apa yang di bayangkan terjadi.
----Bersambung----
"Ini terlalu seksi bajunya,"kata Adisty waktu di salon."Memang pergaulan kelas atas, memakai baju seperti ini. Di tambah sedikit riasan kau akan tampil sempurna." Rania memberi isyarat pada karyawan salon langganannya untuk membereskan masalah riasan pada wajah Adisty."Kau sudah cantik alami, dengan sedikit polesan kecantikanmu akan bertambah naik seratus delapan puluh derajat," imbuh Rania."Aku tidak butuh cantik, kalau tidak ada imbalan uang mana mungkin aku melakukannya,"gerutu Adisty."Terserah apa katamu, tapi kau perlu menurunkan sedikit bra mu agar terlihat lebih montok saat kau mengenakan baju yang aku pilih." terang Rania."Kau tidak sedang menjualku, kan?" Adisty menjadi ragu."Siapa yang menjualmu! Aku hanya ingin penampilanmu terlihat sempurna. Agar terkesan kau anak orang
Tuan, maaf saya tadi terlambat karena sedang bermain-main dengan pria sewaanku,"kata Adisty memulai serangannya.Ayolah, kau tidak jijik dengan wanita nakal sepertiku, batin Adisty."Tidak masalah, aku mengerti kesibukan Anda," jawab Adisty santai."Tapi ... saya tadi habis bermain dengan pria lain, apa Anda tidak jijik?" Adisty menyilangkan kakinya, kulit putih mulus terpampang sempurna."Tidak masalah, Anda bermain dengan laki-laki manapun. Saya sangat menghargai Anda," balas Ricko.Aku tidak pernah bertemu direktur sinting seperti ini. Mana ada laki-laki yang mau pada wanita yang hobinya main ranjang bersama pria lain, pikir Adisty."Saya tidak hanya bermain dengan satu pria tapi dua pria. Kebetulan tadi mantanku juga datang, jadi kita main-main bareng sekalian," jelas Adisty semakin ngelantur
Ricko sedari tadi di sibukkan dengan laptopnya, pandangannya fokus ke layar. Seperti biasa wajahnya minim ekspresi. Hanya Kevin yang berani mengajaknya bicara. Karena mereka sudah kenal sejak kecil. Meskipun begitu Kevin terkadang juga kesulitan menghadapi sikap Ricko yang terlalu kaku. "Pak, apa Anda jadi akan menerima perjodohan dengan Nona Rania?" tanya Asisten Kevin. "Menurutmu?" Ricko tidak melihat ke arah Kevin. Ia masih sibuk memeriksa berkasnya yang lain. "Sepertinya dari penampilan Nona Rania ia suka bermain-main," ungkap Asisten Kevin hati-hati. "Apa Tuan akan melanjutkannya menikah dengan wanita seperti ...," Asisten Kevin tidak berani melanjutkan kalimatnya melihat wajah Bosnya berubah masam. "Maaf, atas kelancangan saya," ucap Kevin kemudian. "Aku akan menikahinya," jawab Alex pendek. Ia menumpuk dokumen di atas mejanya lalu menyingkirkannya agak ke pinggir. Apa! Tentu saja siapa laki-laki yang tidak tergoda dengan
Di sebuah restoran mewah Adisty sudah menunggu dengan wajah cemas. Ia akhirnya setuju untuk bertemu dengan Presdir Ricko, tapi ia memakai wig rambut berwarna pirang. Ia tidak ingin terlihat terlalu kentara.Adisty melihat ke arah jendela seraya duduk sambil menunggu. Dalam hatinya ia juga merasa bersalah jika Rania menikah dengan orang yang tidak di cintainya.Ia memang butuh uang, tapi sebenarnya Adisty datang karena ingin bertanggung jawab atas kesalahannya. Apa yang telah ia bicarakan pada Ricko saat itu sudah kelewat batas yang mengatakan bahwa Rania memiliki kelainan dalam berhubungan seks.Adisty merasa cintanya yang bertepuk sebelah tangan terhadap Jonathan membuat pikirannya sudah tak waras. Ia terpaksa menerima tawaran Rania, untuk menggantikannya dalam acara perjodohannya. Sekarang situasinya malah semakin rumit. Adisty masih saja menyalahkan dirinya.Dulu
Kantor terlihat gelap sepertinya para karyawan sudah pulang. Ia heran kenapa lampu kantor bisa mati lampu. Saat Adisty meraba-raba mencari pegangan.Degh! Tiba-tiba tubuhnya menabrak sesuatu.Lampu tiba-tiba menyala, Adisty mendongakkan wajahnya."Sebentar ... kenapa Nona tampak familiar." Ricko mengernyitkan dahinya."Apa Anda Nona Rania yang datang di perjodohan itu?""Bu ... bukan, anda salah orang," jawab Adisty gugup. Keringat dingin bercucuran."Anda adalah karyawan yang ada di lantai dua itu!" tebak Ricko.Tubuh Adisty tambah menggigil ketakutan.Apa boleh buat, lebih baik aku kabur, batin Adisty.Adisty berlari kencang namun Ricko juga tak mau kalah ia mengejar Adisty hing
"Temui Nona Rania sekarang!" perintah Ricko."Kenapa bukan Anda, tapi saya?" tanya Asisten Kevin."Dia tidak mau menjawab teleponku. Hari ini apa ada jadwal kosong?" tanya Ricko."Tidak, semua jadwal Anda penuh," jawab Asisten Kevin."Bagaimana kalau Anda menyerah saja ... sepertinya dia memang sengaja tidak ingin bertemu dengan Anda," ungkap Asisten Kevin."Menyerah ... mana mungkin aku menyerah waktu itu dia menungguku sampai ketiduran. Berarti dia memang menunggu jodohnya datang," jawab Ricko beralasan.Huh, percaya diri sekali Tuan. Nona Rania pasti menunggu untuk menolak perjodohannya, batin Asisten Kevin."Saya kira Anda di campakkan, karena mungkin Nona Rania tidak berselera dengan Anda," kata Kevin."Kau sudah berani meledekku, apa kau bo
"Ampun kak ... ampun!" Darren berjongkok memohon-mohon pada Adisty."Kakak wanita cantik sedunia!" Darren memperbaiki kata-katanya.Adisty bersedekap, ia memalingkan mukanya pada Darren."Pacar? Apa benar kamu punya pacar?" tanya Papa Adisty."Kenapa kalian sepertinya tidak percaya jika aku punya pacar?" tanya Adisty."Ada pria yang jatuh cinta padaku," imbuh Adisty.Semua menatap aneh ke Adisty, seakan meremehkan jika perkataan Adisty benar atau tidak."Maaf, kak. Sepertinya aku butuh obat malam ini," kata Darren seraya pergi."Tuh, kan. Kalian tidak mempercayaiku!" keluh Adisty.Jonathan menepuk pundak Adisty."Bagaimana kalau kita double date, s
"Sekarang kau sudah menemukan pria tambatan hatimu, bagaimama denganku," keluh Adisty."Kau akan ku kenalkan dengan pria yang tampan juga sebagai imbalan kau telah membawaku pada jodohku," kata Rania."Tapi sebelum itu, kirimkan aku nomor teleponnya. Bukankah akhir-akhir ini ia sering menelponmu,"imbuh Rania."Benar, baiklah aku kirimkan dulu nomornya. Kau hubungi sendiri saja kalau begitu," ucap Adisty.'Yah, setidaknya tugasku sudah selesai. Aku tidak perlu lagi bersembunyi jika Rania menerima perjodohan itu," batin Adisty."Jangan lupa untuk mengenalkanku pada pria tampan kaya. Mukaku mau ku taruh mana jika ketahuan Kak Jo kalau aku tidak punya pacar," peringat Adisty."Tenang, akan ku carikan pria tampan untukmu. Sudah kusimpan nomor teleponnya