Masalah
Ternyata meminta bantuan dari Bobby tidak lantas membuat perasaan El menjadi damai dan tenang, yang ada malah semakin kacau mengingat begitu banyak masalah yang menimpa dirinya secara bertubi-tubi hanya dalam satu malam. Mulai dari putus dengan Chika, ditambah urusan kontrak dengan Mr. Choi yang akan dibatalkan, dan yang paling membuatnya pusing adalah mungkin saja dia telah tidur dan menghancurkan hidup seorang perempuan yang entah siapa. Semua masalah itu bagaikan batu besar diatas bahunya.
El sedang duduk di sofa kamarnya menatap jauh ke luar jendela, memikirkan segala hal yang mungkin terjadi setelah ini juga langkah yang akan di buatnya. Dia sungguh menata pikirannya serta menyusun prioritas masalah yang harus diselesaikannya segera.
Tit... Cekrek...
"Who's there?" Ucap El yang agak terkaget pintu kamarnya terbuka.
"Saya Pak." Ucap Ody yang sudah rapi. Kali ini dia memilih untuk menggunakan setelan blazer dengan top line turtleneck untuk menutupi bekas kemerahan di tubuhnya.
" Oh kamu. Masuk Dy." Ucap El tegang
"Bapak sudah bangun? Maaf Pak saya terlambat." Ucap Ody tak kalah datar.
Suasana menjadi begitu kaku dan tegang. Terlihat El yang telah berpakaian lengkap, dasi yang biasa dipakaikannya juga sudah terpasang walaupun simpulnya tak sempurna. Dari samping masih terlihat jelas bekas luka cakaran di leher El. Rasanya Ody enggan untuk mendekat dan memperbaiki simpul dasi El.
"It's okey Dy. Saya yang bangunnya kepagian." Ucap El tanpa menatap Ody sama sekali, jantungnya berdegup kencang memikirkan kemungkinan bahwa dia melakukan tindakan bodoh pada Ody.
Ody menarik nafas panjang berulang kali melawan gejolak didalam dadanya. Rasanya terlalu rancu untuk dideskripsikan, kacau mungkin itu kata yang lebih tepat. Pria yang ada di hadapannya ini telah menghancurkan hidupnya, tapi dia tanpa bekerja dengan pria ini mungkin dia akan kesulitan untuk menyelesaikan masalahnya. Benar-benar buah simalakama, bertahan sakit keluar hancur. Ody akhirnya memilih bertahan dengan rasa sakit.
"Pak, saya mau laporan tentang kontrak dengan Mr. Choi. Kemarin.." Ucap Ody akhirnya.
"Saya sudah dengar Dy. Jam berapa kita runding ulang dengan Mr. Choi?" Ujar El yang terdengar kaku dan ketus, sesungguhnya ini membuat Ody kesal luar biasa.
"1 jam lagi Pak. Nanti kita meeting di Parisian, Pak Bobby katanya akan menyusul karena beliau ada urusan penting."
"Saya tau. Berkasnya mana?" Ucap El lagi masih dengan nada datar tanpa mau menatap Ody.
"Sumpah ni orang nguji iman bener. Dia yang salah, dia yang bikin ulah, dia juga yang ketus. Ngeselin!!!!" Batin Ody
"Ini Pak." Ucap Ody berusaha mengontrol emosi dan ekspresinya sambil menyerahkan 1 bendel map berisi dokumen kontrak kerjasama.
"Kamu sudah cek, bagian mana dari berkas kontrak ini yang memungkinkan untuk menimbulkan kesalahpahaman?" tanya El sambil membolak balik tiap lembar dokumen yang baru diserahkan Ody dengan agak ketus.
“Tampaknya El tak menyadari kejadian semalam.”Pikir Ody
"Mungkin pasal tentang pinalti Pak, untuk yang lain saya rasa aman. Itupun seharusnya tidak dapat dipermasalahkan, Pak Bobby juga sudah periksa ulang kok. Menurut saya ini hanya upaya dari pihak mereka untuk mempersulit dan memperlambat proses kontrak kerjasama ini. Karena dari informasi yang saya dapat sebetulnya mereka juga sedang menunggu respon dari PT. Inco. Tampaknya mereka mau membandingkan kita dengan PT. Inco."
"Mereka tunggu kontrak dari si Rahmat?!!"
"Iya Pak. Kelihatannya mereka memang sudah ada perjanjian kerjasama. Dari info lain yang saya dapat, Mr. Choi punya saham di PT. Inco."
"Brengsek memang. Mereka coba mainin kita. Okey, kita beresin ini secepatnya Dy. Dikira saya nggak punya kuasa buat hancurin dia." Ucap El langsung menghubungi Bobby dengan penuh amarah.
"Hallo Bob, kirimin gue file Mr. Choi yang lo pernah tunjukin ke gue. Gue tunggu sekarang!!" Ucap El agak berteriak kesal lalu mematikan panggilannya.
"Dy, ayo kita berangkat sekarang. Saya nggak mau nunggu bajingan itu lama-lama." Ucap El sambil menghentakkan kakinya dan berjalan cepat melewati Ody.
"Iya pak." Ujar Ody yang melihat aura peperangan. Dia hanya bisa mengekor di belakang El yang berjalan cepat. Emosi El tampak tak terkendali seakan mengingatkannya akan kejadian semalam. Namun Ody segera menepis pikiran itu, dia tidak ingin memperburuk situasi yang sekarang sedang dihadapinya.
"Pak Bobby, cepat nyusul Pak. Pak El ngamuk." Tulis Ody melalui pesan Chat pada Bobby.
"Saya OTW. Ketemu di Parisian." Balas Bobby cepat.
Baik Bobby dan Ody saat ini sedang berada pada situasi yang mencekam. El sudah duduk di ruang meeting dengan wajah tegang, merah menahan marah. Saat Mr. Choi beserta stafnya memasuki ruangan meeting aura peperangan semakin terpancar.
"Pagi Mr. El Bennet." Ucap Mr. Choi yang duduk di seberang meja berhadapan dengan El.
"Pagi. Saya tidak akan basa basi lagi Mr. Choi apa maksud anda dengan kesalahpahaman?" Tanya El langsung dengan intonasi meninggi.
"Ini masalah kontrak kerjasama kita yang saya rasa berat sebelah." ucap Mr. Choi dengan senyum menyeringai.
"Maksud anda?" tanya El sambil memicingkan matanya.
"Ya, ini terlalu menguntungkan bagi anda. Saya tau bahwa mungkin anda juga akan mendapat keuntungan dengan kenaikan saham hingga 150% berdasarkan analisa kami."
"Jangan jadikan itu sebagai alasan bagi anda untuk mempermasalahkan kerjasama ini. Saya tau bahwa anda sedang berusaha untuk bermain dua kaki. Apa yang sebenarnya mau anda Mr. Choi?!" Bentak El.
"Apa maksud anda? Kenapa anda malah menuduh saya demikian?" Kata Mr. Choi mulai tersinggung.
"Jangan anda pikir saya tidak tau tentang kesepakatan jahat anda dengan PT. Inco untuk menjatuhkan saya."
"Jangan bicara sembarangan anda, saya bisa tuntut anda."
"Silahkan tuntut saya, tapi anda perlu tahu bahwa saya punya semua bukti tentang kejahatan anda Mr. Choi." Ujar El dengan tatapan tajam.
"Kejahatan apa yang saya lakukan hah?! Tuduhan anda sungguh tidak berdasar!!"
"Bagaimana dengan pencucian uang atau kejahatan lain seperti korupsi dan penyuapan? Anda ingin saya membuka semua buktinya disini?"
"Apa bukti yang anda miliki?"
"Anda kenal Alfred, Mr. Choi?" Ujar El dengan seringai kejam.
"Tidak, saya tidak mengenalnya." Ucap Mr. Choi agak terbata dan mulai panik.
"Jangan pura-pura bodoh. Ayah mana yang tidak mengenal putranya. Saya tau bahwa Alfred adalah putra bungsu anda yang selama ini menjadi mata-mata di perusahaan saya. Anda mau tau nasibnya saat ini?"
"Mr. El!!! Apa mau anda?" Teriak Mr.Choi sambil menggebrak meja.
"Pertama, saya mau anda menghentikan seluruh hubungan kerjasama dengan PT. Inco. Kedua saya mau anda melepas seluruh saham hasil korupsi anda yang ada di PT. Inco dan tidak boleh lagi terlibat urusan apapun dengan perusahaan tersebut. Ketiga selesaikan kontrak kerjasama yang sudah kita sepakati tanpa penawaran lagi. Jika anda tidak bersedia, nyawa putra bungsu anda akan menjadi taruhannya, dan berikutnya perusahaan anda akan segera hancur tanpa bantuan dari saya."
"Kotor anda Mr. El!!!"
"Anda yang kotor, anda yang bermain curang, anda juga pengusaha licik yang mencari keuntungan dari kacaunya rantai birokrasi. Bahkan sebagai ayah anda adalah orang yang sangat jahat hingga tega mengorbankan anaknya sebagai tumbal." Ucap El dengan keras hingga menusuk hati Mr. Choi dan membuat telinganya merah.
"Dimana anak saya?" Teriak Mr. Choi.
"Sekarang kamu mengaku kalau dia anakmu?”
“Cepat katakan dimana anak saya?!!”
“Sementara ini anak anda masih ada ditempat yang aman. Namun dalam hitungan detik mungkin saja dia bisa berpindah ke tempat lain, dimana anda tak akan pernah dapat menemuinya lagi seumur hidup anda. Anda hanya akan bisa meratapi semuanya, saya juga yakin istri anda akan segera collapse ketika tau anak kesayangannya mendapat masalah karena kelakuan gila ayahnya." Ancam El dengan penuh percaya diri.
Wajah Mr. choi yang awalnya pongah merasa diatas angin karena bisa menekan El seketika berubah bak anak kucing yang bermandikan air kubangan. Semua stafnya yang awalnya masuk dengan tawa penuh kemenangan mendadak sirna menjadi kelabu dan mulai berbisik dengan Mr. Choi.
"Bagaimana? Saya hanya punya waktu 10 menit untuk menyelesaikan seluruh kontraknya. Take it or leave it. (terima atau tinggalkan)" Ucap El dengan wajah yang datar.
"Baik saya terima. Tapi saya mau tau kondisi anak saya sekarang." Kata Mr. Choi akhirnya
"Okey. Dy.."
"Baik Pak." Ucap Ody yang dengan sigap menghubungi Axel, kepala divisi pengembangan tempat Alfred ditempatkan melalui video call. Setelah terhubung, Ody segera menyerahkan ponselnya pada El.
"Axel.."
"Ya Pak El.."
“Dimana Alfred?”
“Ada di mejanya Pak. Ada yang perlu saya lakukan?” Ucap Axel sambil menunjukkan video Alfred yang sedang bekerja di kubikelnya dari ruang kerja Axel.
“Tahan anak itu dan tunggu kabar dari saya.” Ucap El
“Baik Pak.” Ujar Axel lalu Axel menyudahi panggilan dan menyerahkan ponselnya kembali pada Ody.
"Dengar, putra anda ada di tempat yang aman saat ini. Dan saya akan mengembalikannya dengan selamat setelah anda menyelesaikan kontrak ini." Ujar El sambil memainkan jari-jarinya
"Mana dokumen yang harus saya tanda tangani?" Ujar Mr. Choi
Dengan cepat semua dokumen yang telah disiapkan Ody dan Bobby berjejer rapi diatas meja. Tanpa banyak bicara lagi Mr. Choi menandatangani dan membubuhkan stempel diatas seluruh kesepakatan yang ada bahkan membuat pernyataan hitam diatas putih bahwa dia menyetujui seluruh persyaratan yang di diajukan oleh El.
"Ingat Mr. Choi saat ini anda ada di bawah pengawasan saya. Sekali lagi saya melihat anda coba bermain-main, saya tidak segan-segan akan menghancurkan anda hingga anda tak akan sanggup bangkit lagi." Ucap El mengintimidasi Mr. Choi
"Selesai." Ucap Mr. Choi lalu terduduk lemas
“Dy..”
“Ini Pak.” Ucap Ody sambil menyerahkan ponselnya kembali pada El.
"Axel, Saya minta Alfred saat ini juga di keluarkan. Katakan ayahnya meminta dia pulang segera, katakan juga ibunya menunggu di rumah."
"Maksudnya di pecat Pak?" Tanya Axel ragu
"Ya."
"Baik Pak."Jawab Axel tanpa bertanya lebih lanjut.
"Okey Mr. Choi. Terima kasih anda sudah mau bekerjasama. Ingat kesepakatan kita, jangan coba - coba bermain dua kaki lagi." Ucap El yang langsung keluar dari ruang meeting diikuti Ody dan Bobby.
"Dy, saya mau langsung ke bandara sekarang." Kata El memecah keheningan saat di lift menuju lobby.
"Baik Pak." Ucap Ody . Ody langsung mendahului El dan Bobby berjalan ketika keluar dari lift.
"Yang tadi pagi gue minta sudah ada?" tanya El saat Ody sudah jauh sambil berjalan perlahan menuju area penjemputan.
"Kelihatannya itu Ody." Ujar Bobby
"Hah?" Seru El dengan mata terbelalak.
"Lo lihat deh video ini." Ucap Bobby sambil menyodorkan ponselnya yang menunjukkan video CCTV di lorong menuju ke kamar El.
"Sial.."
"Cuma Ody yang keluar masuk kamar lo El. Dan lo liat, dia keluar kamar lo dengan penampilan yang berantakan jalannya juga gontai, bahkan dari video yang lain dia sempat berjongkok beberapa kali terlihat seperti menangis." Jelas Bobby.
"Bob, tolong lo rahasiakan ini. Gue akan coba ngomong sama Ody."
"Lo mau gimana kalau dia udah ngaku?" Tanya Bobby sambil mengamati wajah El yang berubah
"Gue... Gue.."
"Lo juga bingung kan?"
"Tapi kalau dia sampai kenapa-napa gimana?" El mulai cemas
"Maksud lo hamil?"
"Iya."
"Heh... Kita liat aja perkembangannya dulu." Bobby hanya bisa menghela nafas
"Lo tau kabar Chika? Gue coba kontak dia dari pagi, tapi nomornya nggak aktif."
"Nggak. Gue nggak tau." Ujar Bobby berusaha menyembunyikan keberadaan Chika.
Are you Okey? Seusai acara runding ulang tadi, Ody memang lebih banyak diam. Dia selalu berusaha menghindari El dan tidak mau menatap wajah El dengan memilih untuk selalu berada di belakang Bobby. El sendiri masih bingung bagaimana harus mulai mengajak bicara Ody tentang kejadian semalam. Kepalanya berputar cepat memikirkan kata-kata yang tepat untuk dikatakan, tapi tiap kali akan mulai bicara selalu saja lidahnya terasa kelu. "Bob.." Panggil El "Hemm.." Jawab Bobby yang sudah memejamkan matanya, rasa kantuk mendera dirinya. "Gue mulai ngomongnya ke Ody gimana ya?" "Ya ngomong aja."
Sebenarnya..Sepanjang minggu ini menjadi hari - hari yang berat bagi Ody. Dia harus betah berhadapan dengan El sepanjang hari bahkan terkadang terpaksa lembur.Entah bagaimana mendeskripsikan apa yang dirasa Ody saat ini, semua bercampur jadi satu hingga mulutnya tak sanggup lagi berkata-kata. Kepalanya berdenyut-denyut ketika mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Nafsu makannya turun drastis hingga rasanya semua pakaian kerjanya mendadak longgar."Dy, ayo makan." Ajak El yang mengamati perubahan Ody sejak pulang dari Macau."Silahkan Pak, saya nanti saja. Kebetulan pekerjaan saya menumpuk dan besok saya sudah mulai cuti.""Kamu nggak lagi sakit kan? Muka kamu pucet banget lo
Misi Aryo Setelah mendengar pengakuan Ody, hati Aryo begitu hancur berkeping-keping. Kepalanya mendidih tiap kali mengingat bagaimana adik kesayangannya telah dilukai bos brengsek yang diam-diam dicintai adiknya ini. "Yes, lo sibuk nggak?" Tulis Aryo melalui chat kepada salah satu temannya. "Nggak, ni lagi mau makan siang. Kenapa?" Balas Yesi "Bisa gue telepon?" "Bisa. Sekarang?" Balas Yesi yang langsung dijawab Aryo dengan menekan nomor Yesi dan menghubunginya. Terdengar bunyi nada sambung melalui ponsel Aryo. Memasuki nada sambung ke 3 panggilan Aryo diangkat.
Kuat MentalUsai sudah masa cuti Ody. Liburan yang lebih banyak dihabiskannya untuk merenung dan meratapi nasib dibanding bersenang-senang. Saatnya kembali pada realita dimana Ody harus berhadapan lagi dengan El. Menyembunyikan semua luka yang dirasakan demi tujuannya. Dia hanya bisa berharap bahwa semua kekhawatirannya selama ini tidak akan terjadi."Pagi Riz." Sapa Ody memasuki area ruang kantor direksi. Riza tampak baru datang dari pantry membawa secangkir kopi."Pagi Mbak Ody. Mana sogokan buat aku dari Bandung?" Todong Riza yang menyeringai lebar hingga matanya tertutup tinggal segaris sambil menengadahkan tangannya."Hiss.. Kamu tu yah bisanya ngemis.. Ada, nanti aja waktu lunch." Ujar Ody dengan tersenyum sinis untuk menggoda Riza
Nice Guy"Yo, weekend nongkrong disini? Mau balik bareng nggak?" Ujar Yesi yang melihat Aryo sedang nongkrong di dekat pos satpam."Nggak lah Yes, gue soalnya masih ada urusan habis ini." Tolak Aryo secara halus."Urusan apaan? Ngapel?" Goda Yesi yang memang sudah mengenal Aryo sejak kuliah walaupun mereka berbeda jurusan."Hiss.. Kepo banget sih lo. Udah, sana balik udah di tunggu jemputan lo tuh." Ujar Aryo sambil menunjuk suami Yesi yang sudah menjemputnya."Ya udah gue balik duluan. Happy weekend ya Yo, bye.""Sip. Ati-ati." Ucap Aryo sambil mengacungkan jempolnya pada Yesi.
Guardian Angelo"Hah? Siapa tadi kamu bilang?" Tanya El bingung."Kepala IT yang baru di kantor kita El.""Kepala IT?""Iya.""Kok bisa kepala IT kita ada disini?""Tadi mobil gue mogok waktu mau jalan kesini, terus dia tolongin dan antar dan temenin gue disini.""Terus.""Ya waktu perawat bilang kalau Papa butuh donor darah dia dengan sukarela menawarkan diri.""Siapa sih? Orangnya sekarang mana?" Tanya El penasaran
ProtectiveHari masih pagi namun kehebohan sudah terjadi di apartemen Ody. Mulai hari ini Aryo akan mengantar jemput Ody ke kantor. Kepala Ody hampir pecah setelah semalaman harus berdebat dengan Aryo karena sikapnya yang over protective."Ko, aku ada mobil dan supir yang antar jemput kok. Ngapain sih maksa banget buat jemput aku?" Teriak Ody dari dalam kamar."Mulai sekarang aku yang bakal antar jemput kamu. Nggak ada lagi penolakan, ngerti?!" Jawab Aryo yang sedang berdiri bersandar di pintu sambil menatap Ody"Tapi kan.." Ucap Ody yang langsung dipotong Aryo."Sttt berisik. Bisa nggak sih kamu tu nurut sama Koko? Koko nggak akan celakai kamu kok. Koko ini sayang kamu Dy
Pupus Belakangan Aryo benar-benar memberikan perhatian extra ke Ody. Dia melihat kondisi tubuh Ody yang semakin naik turun. Dugaannya sudah mengarah bahwa saat ini Ody sedang hamil. "Vir, Pak Aryo itu pacaran sama Ody yah?" Tanya Amara tiba-tiba pada Vira saat mereka melewati divisi IT. "Banyak yang bilang sih gitu Bu. Kenapa Bu?" Jawab Vira sambil sesekali mengamati perubahan ekspresi Amara. "Ehm.. Nggak papa, cuma penasaran aja dia keliatannya sering antar jemput Ody belakangan. Ody juga jadi jarang lembur belakangan ini." Ujar Amara yang sambil memasuki lift. "Iya sih, aku juga sering lihat Pak Aryo suka nongkrong di atas motornya kalau pas jam pulang kantor nunggu