Teman-teman, jangan lupa tinggalkan komentar kalian ya. Calangeyo ....
Suci pergi dari apartemen Ayana dengan perasaan bimbang. Dia kini berada di mobil yang melaju di jalan raya. Dia memegangi dada, rasanya sebah mendengar ucapan Azlan yang memang sebuah fakta. “Pak, antar aku ke rumah sakit,” perintah Suci ke sopir. “Baik, Nyonya. Rumah sakit mana?” tanya sang sopir. Suci menyebutkan rumah sakit yang tadi disebutkan Azlan. Dia memang sudah jahat karena tidak pernah perhatian ke Ayana, tapi meski begitu Suci tetap seorang ibu yang mengandung dan melahirkan Ayana. Sopir pun melajukan mobil menuju ke rumah sakit yang disebutkan Suci. Suci berjalan di koridor rumah sakit mencari ruang inap Ayana. Dia membaca penunjuk arah ruangan-ruangan yang ada di rumah sakit itu. “Harusnya ke sana,” gumam Suci sambil menunjuk ke arah kanan. Suci berjalan ke arah kanan, hingga langkahnya terhenti saat melihat seorang pria berdiri menatapnya dari jauh. Suci sedikit terkejut, tapi kemudian memilih kembali mengayunkan langkah. Jonathan melihat Suci yang berjalan ke a
“Apa kita selama ini sudah sangat keterlaluan ke Ayana?”Pertanyaan itu terlontar dari bibir Suci ketika bicara dengan Firman.Firman baru saja selesai mandi, dia menoleh ke sang istri dan dahinya berkerut halus mendengar apa yang dikatakan Suci.“Apanya keterlaluan? Membesarkan, menyekolahkan, bahkan kini membuatnya sukses. Apa yang keterlaluan? Kecuali kita menelantarkan dan tidak memberinya makan, itu keterlaluan!” Firman bicara tanpa menatap Suci, sedikit emosi karena pertanyaan istrinya itu.Suci berdiri mendengar apa yang dikatakan Firman, hingga kemudian kembali berdebat.“Kita membedakannya. Saat Azlan belum ada, kamu sangat menyayanginya, tapi begitu Azlan lahir, sikapmu berubah,” ujar Suci mengingat masa kecil anak-anaknya.Firman membalikkan badan, lantas memandang Suci.“Tentu saja berubah karena aku mendapatkan anakku sendiri. Aku mau menerima dia saja seharusnya kamu bersyukur. Kenapa membahas itu?” Firman mulai terpancing emosi lagi.“Kita dulu menikah karena kamu membu
“Kakakmu sudah pulang?” tanya Hyuna yang siang itu menemui Azlan di kafe.“Ya, tadi Deon menghubungi dan mengatakan kalau Ayana sudah dibawa pulang,” jawab Azlan.“Hm ….” Hyuna mengangguk-angguk mendengar jawaban Azlan.Azlan memandang Hyuna, memperhatikan kekasihnya yang sedang menyedot jus.“Kamu mau menjenguknya?” tanya Azlan.Hyuna terkejut mendengar pertanyaan Azlan, sampai-sampai tersedak kemudian melotot ke pria itu.“Tidak,” jawab Hyuna.“Kenapa? Seharusnya kamu jenguk dia, biar dia senang. Masa sama calon kakak ipar begitu?” Azlan malah menggoda kekasihnya itu.Hyuna melotot mendengar ucapan Azlan, bahkan sampai memukul lengan kekasihnya itu.“Apanya kakak ipar?” Hyuna mengelak, kemudian kembali meminum jusnya.“Kamu pacarku, bisa saja besok aku melamarmu, jadi benarkan Ayana calon kakak iparmu.”Hyuna terkejut sampai tersedak dan menyemburkan minuman yang baru saja masuk mulut, sampai menyiram Azlan.Azlan memejamkan mata, bisa-bisanya sang kekasih menyembur dirinya hingga w
“Aku lihat dulu siapa yang datang. Tidak mungkin Ibu sudah pulang datang lagi, kan?”Ayana mengangguk mendengar ucapan suaminya. Dia sendiri kembali mengambil alih laptop untuk mengecek berkas yang dikirimkan Amel dari email.Deon keluar dari kamar untuk melihat siapa yang datang. Dia melihat di monitor sebelum membuka pintu. Dahinya berkerut halus melihat siapa yang datang. Deon pun memutuskan untuk membuka pintu.“Hyuna.”Hyuna tersenyum tipis melihat Deon berdiri di hadapannya. Dua tangannya memegang sebuah paper bag.“Kata Azlan, istrimu hamil dan sedang sakit. Aku ke sini untuk menjenguknya,” ujar Hyuna.Setelah dua hari berpikir apakah harus datang menjenguk atau tidak, kini Hyuna di sana setelah memantapkan hati.“Oh, ya. Masuklah.” Deon membuka pintu lebar mempersilakan Hyuna masuk.Hyuna mengangguk lantas masuk sambil mengedarkan pandangan.“Duduklah. Aku akan minta Ayana keluar,” kata Deon sambil menunjuk ke sofa.“De.” Hyuna terlihat bingung berada di sana, padahal sudah te
“Anda tinggal di sini, atau Anda sedang ingin bertemu orang di sini?”Deon keluar apartemen untuk membeli beberapa bahan makanan, tapi saat sampai di lobi setelah berbelanja, dia bertemu dengan Jonathan dan asistennya.Jonathan tentunya tidak terkejut melihat Deon di sana, tapi dia berpura terkejut agar pemuda itu tidak curiga.“Anda juga tinggal di sini? Saya baru saja akan menempati salah satu unit apartemen di sini, karena memang berencana tinggal agak lama,” jawab Jonathan menanggapi pertanyaan Deon.“Ya, saya dan Ayana tinggal di lantai sepuluh,” jawab Deon.“Kebetulan sekali, saya tinggal di lantai sebelas,” balas Jonathan agar tidak mencurigakan.Deon mengangguk-angguk, merasa tidak percaya jika bisa tinggal di apartemen yang sama.Jonathan melihat barang belanjaan Deon, hingga kemudian bertanya, “Baru belanja, mau membuat makan malam?”Deon menengok ke belanjaannya, hingga kemudian menganggukkan kepala.“Ya,” jawab Deon, “aku membeli beberapa bahan makanan yang habis karena Ay
Ayana gelagapan sampai kebingungan mendengar ucapan Jonathan. Dia menatap pria itu yang terus tersenyum kepadany.Jonathan tertawa kecil, hingga kemudian berkata, “Kenapa reaksimu seperti itu? Aku hanya berumpama, karena kamu merasa canggung menyebutkan secara non formal.”Jonathan menjelaskan agar Ayana tidak salah paham, lagi pula dia tidak mungkin memberitahukan secara tiba-tiba akan kebenaran siapa dirinya.Ayana terlihat bernapas lega. Dia sempat memiliki banyak pemikiran negatif di kepala mendengar ucapan pria itu.“Anda … maksudku, kamu membuatku syok.” Ayana benar-benar sudah pucat pasi mendengar ucapan Jonathan.Jonathan tersenyum kecil, meski berkata itu hanya berumpama, tapi dalam hatinya tentu berharap Ayana benar-benar memanggilnya demikian.Deon dan asisten Jonathan masih sibuk di dapur. Kali ini Deon tidak mungkin membuat makan malam biasa karena kedatangan tamu.“Anda seperti pandai memasak,” ujar asisten yang membantu Deon memotong sayur.Deon menoleh ke pria di sebel
Suci duduk di depan meja rias, mematut diri sambil memikirkan apa yang tadi dibicarakan dengan Jonathan. Meski dia memungkiri, tapi semua memang kesalahannya. Dia pun memejamkan mata, lantas mengingat perdebatannya dengan Jonathan, sampai membuatnya urung melihat kondisi Ayana. “Sebenarnya apa yang kamu inginkan? Setelah sekian tahun, kenapa sekarang kamu baru muncul?” tanya Suci yang mengajak Jonathan bicara di sebuah restoran. Jonathan tersenyum getir mendengar pertanyaan Suci, hingga kemudian membalas, “Andai aku tahu jika Ayana anakku, sejak dulu aku datang dan membawanya.” Suci mengepalkan erat telapak tangan yang ada di atas pangkuan. Tatapan matanya menunjukkan kekesalan yang begitu besar. “Meski dia anakmu, tapi kamu baru tahu sekarang. Lantas, apa gunanya kamu datang dan memberitahunya. Apa kamu pikir dia akan percaya?” Suci mencoba menekan agar Jonathan mundur. “Mungkin dia tidak akan percaya, tapi setidaknya aku mencoba berusaha baik sebagai ayah. Ingat, kamu yang meny
“Semua sudah siap?” tanya Ayana yang melihat Deon baru saja selesai menyiapkan hidangan terakhir.Deon menoleh Ayana, lantas kembali memandang ke meja yang berisi banyak menu makanan.“Sudah semua, ini yang terakhir,” ujar Deon menunjuk ke makanan yang baru saja disajikan.Ayana memandang meja yang penuh dengan makanan utama, di meja lain ada makanan pembuka dan penutup, bahkan ada minuman beraneka jenis untuk tamu yang akan datang nanti.Hari ini adalah acara peresmian pembukaan kafe, sebelum esok harinya dilakukan soft opening untuk pengunjung. Deon memang tidak mengundang banyak orang, hanya keluarga, teman kampus, juga anak-anak panti. Mungkin orang penting yang diundang hanyalah Jonathan.Deon pun berencana membagikan makanan buatannya untuk orang yang lewat, dengan tujuan untuk promosi agar orang-orang mengetahui kafe miliknya yang baru buka.“Kalau gitu kamu segera ganti pakaian, sebentar lagi orang-orang akan datang,” ujar Ayana.Deon mengangguk dan pergi ke ruangan miliknya u