Terkadang kamu tidak bisa membedakan antara menikmati masa muda dan menghancurkan masa depan.
—Gavin P—
Reya terbangun ketika ponselnya terus berbunyi, namun ia enggan membuka matanya yang masih terpejam. Reya menggapai-gapai ponsel di atas nakas, kemudian mendekatkannya ke telinga.
"Halo." Suaranya terdengar serak khas bangun tidur.
"Gue tunggu di depan, sekarang." Sambungan telepon langsung terputus.
Reya perlahan membuka mata, memicingkan matanya untuk melihat layar ponselnya yang masih menyala. Reya mengerutkan keningnya ketika nama Gavin muncul di log panggilan masuk.
Panggil nama gue tiga kali, maka gue bakal datang dalam keadaan apa pun.-Gavin-Reya berguling-guling di kasur, ia mulai bosan hanya membaca novel dan bermaingamesejak tadi. Rasanya Reya seperti dikurung di dalam penjara karena papanya mengetatkan penjagaan, ditambah kehadiran om Reno membuat Reya tak bisa berkutik.Reya merubah posisinya jadi duduk, ia tampak berpikir sejenak. Mencari ide untuk mengelabui om Reno, apa pun caranya Reya harus bisa keluar dari rumah. Ia butuh udara segar dan cuci mata, matanya sudah butek hanya melihat huruf-huruf di buku novelnya."Ahaaa." Reya menjentikkan jari ketika ide gila melintas di kepalanya.
Penyesalan selalu datang terlambat.Mungkin bagi sebagian orang tindakan Gavin itu bodoh, ia nekad keluar saat jam pelajaran tengah berlangsung. Bukan hanya itu saja, Gavin juga mengelabui satpam sehingga dirinya bisa mengendarai mobilnya keluar dari area sekolahan. Mungkin besok Gavin akan dipanggil ke ruang BK akibat hal ini.Sepanjang perjalanan, Gavin terus menghubungi Reya berkali-kali tapi tak ada satu pun panggilannya yang diangkat. Semuanya berakhir dengan suara operator yang semakin membuat Gavin dongkol.Perasaannya berkecamuk, takut, khawatir, cemas dan jengkel bercampur jadi satu. Teriakan Reya di telepon terus terngiang dalam pikirannya, berputar-putar seperti kaset rusak.Gavin mengendarai mobilnya
Cinta diawali dari getaran yang merambat melalui aliran darah, memberikan efek kejut dan berdesir secara tiba-tiba. Mengantarkan senyawa bergejolak ke dalam rongga hati mengakibatkan gemuruh serta pemicu jantung berdetak melebihi batas normal.-Teori absurd Reya-"Apakah ion Na+ isoelektron dengan F-? Jika iya, mengapa? Jika tidak, mengapa?" Reya membaca soal kimia yang tengah ia kerjakan. "Lah, mana gue tahu Bambang. Lagian ngasih soal ribet banget sih, kenapa gak pake pilihan abcd aja biar gue bisa menyilang indah. Kalau gini, mana bisa mengarang indah. Arrrghh!" komentar Reya, saking kesalnya sejak tadi tak ada satu pun soal yang bisa ia kerjakan.Reya menjedotkan kepalanya ke buku berulang kali, frustasi. Selama ini Reya memang tidak pernah belajar
"Gavin!"Reya mengerjapkan matanya, tak menyangka akan kehadiran Gavin. Cowok itu hanya menunduk sekilas sebelum kembali menatap tajam Rika yang hampir saja menampar Reya."Jangan pernah sentuh cewek gue!" Gavin menghempas tangan Rika sampai cewek itu terdorong mundur. "Gue peringatan lo, sekali lagi lo berani nyentuh Reya. Gue pastiin lo nyesel!" ancam Gavin, terlihat sangat meyakinkan.Terbukti dari raut wajah Rika yang terlihat ketakutan, bahkan ia langsung pergi begitu saja. Reya sendiri masih bengong, ia masih tak menyangka dengan apa yang baru saja disaksikannya."Jangan sentuh cewek gue!"Kata-kata Gavin terus terngiang di telinga Reya, seperti alunan melodi yang memb
"Lo ...!"Mata Reya membulat sempurna, terkejut melihat Gavin. Tangan kokok Gavin berhasil menangkap tubuhnya yang nyaris terjatuh."Ceroboh banget si lo." Ucapan Gavin menyulut kekesalan Reya."Turunin gue!" ucap Reya, namun Gavin tak melepaskannya. "Lo budeg? Gue bilang turunin gu ... aaa!!" Reya memekik, pantatnya terhempas ke atas lantai. "Lo ...!" Reya mendongak, menatap tajam Gavin. Emosinya sudah memuncak ke ubun-ubun.Gavin ngeselin!"Apa?" Gavin menaikkan sebelah alisnya. "Kan lo sendiri yang minta gue turunin."Reya mendengus, melirik tajam Gavin yang sama sekali tak merasa bersalah. Reya segera bangkit, menepuk-nepuk rokn
Reya menghela napas pendek, kakinya terus bergerak tak nyaman. Matanya melirik ke arah teman-temannya yang sudah menunggu, sementara dirinya tengah bersandar di pintu kelas dengan tangan memegangi ponsel di telinga."Iya, papa. Aku pulang sama Gavin, terus nanti mampir butik ambil gaun." Raut wajahnya seketika kusut mendengar suara papanya yang terus berbicara di telepon, memperingatinya."Udah ya, Reya mau pulang.Byepapa ... muachh." Reya memutus sambungan telepon secara sepihak."Gimana?" Candra berjalan mendekatinya."Sori, kayanya gue gak bisa ikut deh." Reya terlihat tidak enak pada teman-temannya yang sudah menunggu lama. "Lain kali, gimana?""Yaelah, dari
Gavin menyusul Reya ke parkiran, sesampainya di sana. Ia melihat Reya tengah duduk di atas kap mobilnya sambil mengumpati ponsel di tangan. Gavin menghela napas pendek, lalu berjalan menghampiri Reya."Lama banget si lo? Cepetan buka pintunya!" Gavin langsung kena semprot Reya.Gavin mendengus, berusaha sabar dan tetap waras. Meski rasanya ia mau gila menghadapi Reya yang sifatnya berubah-ubah. Kadang kaya bidadari, tapi juga sering kali jadi nenek sihir."Woy, mau sampai kapan lo berdiri di situ?" Teriakan Reya menyentak Gavin dari lamunan singkatnya.Gavin berdecak ketika mendengar suara klakson mobil yang dibunyikan oleh Reya berulang kali. "Dasar nenek sihir, gak sabaran."Gavin
Minggu pagi, alarm Reya sudah berdering nyaring memekakkan telinga sejak lima menit yang lalu. Reya yang sedang tertidur pulas mulai terusik, ia menggeliat. Tangannya terulur mematikan alarm. Namun Reya bukannya bangun malah kembali ke alam mimpinya. Hingga ingatannya menyentak Reya, matanya seketika terbuka lebar."Besok pagi papa mau ke luar kota, jadi kamu jangan sampai kesiangan kalau mau ikut nganter ke bandara.""Astaganaga dragon ball!!" pekik Reya, menepuk jidatnya. "Jam berapa, nih?" Mata Reya bergerak melihat jam di atas nakas. "Mampus!" Reya melotot melihat jarum jam berada di angka enam, sontak hal itu membuatnya panik.Reya loncat dari ranjang, berlari ke kamar mandi. Kecepatannya tengah diuji, Reya mandi alakadarnya. Lebih tepatnya mandi bebek, lima meni