Share

BAB : 7

Hari ini, entah terkena serangan angin apa ia bangun di jam yang begitu pagi. Biasanya bangun jam enam, kini dirinya bangun di jam lima. Apa mungkin ia baru menyadari kalau statusnya saat ini adalah seorang istri? Mungkin.

"Astaga! Non bikin kaget aja," ujar Bibik kaget, yang tiba-tiba saja dihampiri oleh Kim.

"Bibik, lebay-nya akut, deh. Biasa aja kali," balas Kim.

"Ini mah luar biasa, Non. Apa jam di kamarnya, Non, lagi error ya. Secara, ini masih jam lima," jelas Bibik yang sepertinya sedang meledek majikannya itu.

"Aku tau, Bik, kalau ini masih jam lima, tapi aku pingin bangun cepet aja," dalih Kim memberi jawaban.

"Non sakit?" tanya Bibik khawatir sambil memegangi dahi Kim.

"Ih, Bibik apaan, sih." Ia semakin kesal saja.

"Aduh, aduh, ini ada apaan, subuh-subuh ribut di dapur." Jessica tiba-tiba datang menghampiri Kim dan Bibik yang sedang heboh.

"Ini, Ma, masa aku bangun jam segini Bibik bilang aku sakitlah, jam di kamar ku yang error lah,'' terang Kim dengan wajah cemberutnya. Tapi apa? Bukannya membela, mamanya malah ikut tertawa.

''Ih, Mama, kenapa malah ikutan ketawa, sih," gerutu Kim.

"Maaf, Sayang. Mama seneng liat kamu jam segini udah bangun, kamu harus jadi istri yang baik. Kalau gitu kamu bantuin Bibik masak, ya," suruh Mamanya.

"What! Yang bener aja dong, Ma. Masa seorang Kimberly, masak."

Asal tau saja, terakhir kali ia berurusan dengan panci-pancian,  itu waktu kelas 2 SMP, itu juga cuma masak air. Kerennya lagi, sampai tu panci gosong karna dehidrasi. Gimana kalau masak nasi, ya, mungkin tu nasi bakalan brubah jadi ketan hitam.

"Ya iyalah, trus ngapain bangun jam segini kalau bukan mau ngebantuin masak. Mau ngeliatin doang," ceracau mamanya.

"Kalau mau masak, takut kecipratan minyak. Motong bawang nggak, ah, bau.  Hmm, gimana kalau aku bantu doa aja, ya, Bik," elak Kim sambil tertawa.  

"Lah, Non Kimmy."

Sementara Alvin yang baru saja bangun, tiba-tiba tak mendapati sosok Kim di sebelahnya.

"Kim, kamu di kamar mandi?'' tanya Alvin. Tapi, tak ada jawaban.

Ia pun keluar dari kamar mencari keberadaan wanita yang baru ia kenal, tapi sudah berstatus sebagai istrinya itu. Tak menemukan apa yang dicarinya, hingga turun ke lantai bawah. Mengedarkan pandangan ke arah dapur, saat mendengar suara obrolan dari sana.

"Kamu ngapain di sini?'' tanya Alvin bingung, karna mendapati Kim yang berada di dapur.

"Itu ... tadinya, sih, pengen bantuin Bibik buat masak. Tapi aku nggak mau berurusan sama minyak panas dan bawang-bawang'an. Jadi, aku bantu doa aja," jelas Kim yang nyaris membuat Alvin tertawa ngakak, tapi berusaha ia tahan. Nggak mungkin dong, seorang Alvin ketawa ngakak, bisa hilang image killer nya.

'Aku nggak nyangka bakal punya istri yang manja nya kelewat gini,' batin Alvin.

#di kamar

Kim yang awalnya sibuk di depan cermin, mengalihkan pandangannya pada Alvin yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Kak, hari ini nggak ngajar?'' tanyanya.

"Nanti jam 12," jawab Alvin.

"Bisa anterin aku sekolah dulu, soalnya mobilku lagi diservice."

"Nanti semua orang curiga,'' balas Alvin.

"Ih, alesan doang ... kalo nggak mau nganterin, ya udah."

Kim kesal atas jawaban yang diberikan Alvin dan keluar begitu saja dari kamar sambil meneteng tas sekolahnya.

"Apa yang terjadi padanya, kenapa tiba-tiba jadi gitu. Bukannya dia yang tak ingin semua orang tau tentang hubungan ini," pikir Alvin atas sikap yang ditunjukkan Kim.

Alvin malah bingung dengan sikap Kim. Benar ternyata, dia masih ABG labil. Sekarang bilang, ya, mungkin satu jam lagi dia akan bilang, tidak. 

Kim menuruni anak tangga, kemudian lanjut menuju ke meja makan untuk sarapan.

"Papa mana, Ma?'' tanya Kim yang mendapati mamanya berada di meja makan sendirian.

"Udah berangkat, barusan."

"Oo...."

"Alvin mana?''

"Masih di kamar,'' jawabnya dengan kecut.

Jessica merasa terjadi sesuatu pada putrinya itu, terlihat sekali wajah cemberut yang ditunjukkannya. 

"Ada masalah?"

"Iya dan masalahnya itu ada pada menantu kesayangan Mama," jawabnya kecut.

"Alvin ... memangnya dia kenapa?"

"Dia nyebelin banget. Masa aku minta anterin ke sekolah, dianya nggak mau. Pake alesan takut ketauan sama orang satu sekolah lah," jelas Kim dengan nada kesal. 

"Kim, nggak boleh gitu. Dosa loh, merutuki suami sendiri," omel mamanya.

"Abisnya aku gregetan, berasa pingin jambak-jambakin," umpat Kim.

"Ehem."

Deheman seseorang membuat nyali Kim langsung ciut seketika. Mulut rempongnya yang tadi semangat berkoar-koar, seolah tak berani untuk bicara. Seperti bara api yang disiram dengan air satu gayung.

"Tuh, berani nggak ngomong sama orangnya langsung?" tanya Jessica mengetes perkataan putrinya tadi.

Kim tak berani menjawab, ia hanya menatap ke arah piring yang ada dihadapannya. Seolah, ia benar-benar sedang menikmati sarapan dengan penuh penghayatan. Padahal ia sedang membayangkan kalau dirinya sampai diolmeli oleh Alvin.

"Pagi, Ma," sapa Alvin pada mama mertuanya itu.

"Pagi, Vin."

Alvin duduk di kursi yang ada di samping sang istri, kemudian mengarahkan pandangan pada gadis itu. "Bukannya aku nggak mau nganterin, tapi bukankah kamu  sendiri yang nggak ingin semua orang mengetahui tentang hubungan kita. Kalau aku, sih, terserah," jelasnya.

"Tuh, dengerin kalau suami lagi ngomong," sahut Jessica seolah sedang meledek putrinya.

"Ih, Mama apaan, sih," umpatnya.

Setelah selesai sarapan, Kim hendak berangkat ke sekolah. Tapi, tangannya ditahan oleh Alvin.

"Biar aku anterin," ucap Alvin.

"Nggak usah."

"Kim." Jessica menatap putrinya dengan garang.

Dengan wajah yang masih ditekuk, akhirnya iapun di antar oleh Alvin ke Sekolah.

Kalau di pikir-pikir, Alvin itu nggak ada capek-capeknya. Pagi hari dia ngantor, trus ngajar, habis ngajar balik lagi ke kantor, sampai malem. Bahkan, Kim yang memikirkan saja merasa capek.

"Kak, nganterinnya jangan sampe parkiran Sekolah dong. Kalau semua pada liat, gimana," ujar Kim saat Alvin malah hendak melajukan mobilnya hingga parkiran Sekolah.

Alvin segera menghentikan laju mobilnya di pinggir jalan yang tak jauh dari gerbang.

 "Bukannya tadi kamu bilang aku yang nggak mau nganterin?"

"Maaf soal yang tadi. Aku mau masuk dulu," ujarnya pamit sambil menyambar dan mencium punggung tangan Alvin.

"Belajar yang bener," pesan Alvin.

"Aku belajar yang bener terus, kok. Gurunya aja yang ngajarin pada nggak bener," kilah Kim memberi jawaban.

Ia melihat keadaan sekeliling sebelum keluar dari mobil. Setelah dirasa aman, barulah ia keluar. Kemudian berjalan melewati beberapa kelas sebelum mencapai kelasnya.

"Pagi," sapa Kim pada kedua sahabatnya yang sudah menunggu di kelas.

"Nggak bawa mobil?"

"Lagi di service," jawab Kim

"Trus, barusan?"

"Diantar sama Papa,"

"Oowh...."

"Pulang sekolah kita jalan, yuk. Shooping kek, makan di luar kek," ajak Hani.

"Setuju," jawab Jeje cepat.

"Gue?" Kim menunjuk dirinya sendiri.

'Gue minta izin sama Kak Alvin dulu tentunya. Jadi istri yang baik,' batin Kim.

"Ntar gue minta ijin dulu," ujar Kim

Saat jam pelajaran dengan Bapak Tony sedang berlangsung, ia sengaja minta ijin keluar. Ijinnya, sih, ke toilet, tapi niatnya bukan.

''Mau kemana?'' tanya Jeje.

"Kebelet," jawabnya.

"Tumben?''

"Biasa aja."

Pada saat berjalan di antara lorong kelas, ia menelvon seseorang.

''Kak, di mana?''

"Di parkiran Sekolah, baru nyampe."

"Tunggu di sana," pintanya langsung menutup percakapan di telepon.

Dengan sedikit berlari, ia menuju parkiran. Benar saja, mesin mobil Alvin masih menyala, itu berarti dia memang baru sampai. Ia segera masuk ke dalam mobil yang nyatanya memang tak dikunci.

"Ada apa?'' tanya Alvin yang sedang mengenakan sweater abu-abunya.

"Aku mau minta ijin jalan sama temen-temen boleh, nggak?'' tanya Kim ragu-ragu.

"Kemana? Ngapain? Sama siapa aja?'' tanya Alvin bertubi-tubi.

Mendengar pertanyaan Alvin, ia merasa dirinya seperti seorang istri yang dicurigai sedang selingkuh saja. 

"Jalan ke Mall bareng Jeje sama Hani. Boleh, ya?"

"Hmm, boleh. Tapi jangan pulang kesorean, dan jangan lupa makan siang," pesan Alvin.

"Kenapa?'' tanya Alvin bingung karena Kim terus bengong memandang ke arahnya.

"Nggak," elaknya menyadari. "Ya udah, aku balik ke kelas dulu," ujarnya segera keluar dari mobil Alvin.

Seperti yang sudah di rencanakan, kini mereka bertiga akan menuju ke sebuah pusat perbelanjaan. Di perjalanan dari kelas menuju parkiran, semuanya cuma membicarakan Pak Alvin.

"Pak Alvin keren banget, ya," puji seorang siswi.

"Gue mau kali jadi istrinya," tambah yang lain ikut-ikutan.

"Iya, apalagi waktu ngajar barusan, bikin meleleh."

"Punya WA nya nggak?"

"Nggaklah."

"Duh, kita mesti stalk kehidupannya Pak Alvin, nih," usul yang lain.

Masih banyak komentar-komentar yang lalu lalang saat Kim hendak menuju parkiran. Entah kenapa, rasanya kupingnya berasa panas.

"Lo kenapa, Kim?" tanya Jeje melihat ekspresi Kim yang seolah sedang menahan sesuatu. Yang jelas ia tak sedang menahan BAB.

"Nggak," elaknya.

"Eh, liat noh Pak Alvin," tunjuk Hani ke arah Alvin yang saat itu sedang berjalan di lorong kelas yang berlawanan dengan mereka. "Keren gila," tambahnya memuji.

"Makin ganteng aja kalo pake sweater gitu." Jeje ikut-ikutan.

'Woy, puji aja terus. Bininya ada di sini, nih!!!' teriak Kim dalam hati. Karena nggak mungkinlah ia teriak langsung.

"Beruntung banget cewek yang jadi pacarnya Pak Alvin. Bisa ketemu dan ngobrol tiap hari." Hani sudah mulai berimajinasi.

"Emang Pak Alvin punya cewek?" tanya Jeje.

"Pastilah, orang ganteng tingkat dewa gitu, masa iya nggak punya cewek."

"Ehem, udah selesai muji-mujinya? Kapan kita jalan, nih," kesal Kim.

"Ih, Kim. Pertama kali ketemu udah punya pengalaman buruk sama Pak Alvin, jadi kesel gitu," ledek Hani.

Kim memberungut mendengar perkataan Jeje. Tapi, bukan karena itulah ia kesal. Yang jelas, ia kesal saja, dan tak tau apa penyebabnya.

[][][][]

Selesai mengajar, Alvin langsung pulang ke rumah.

"Alvin, kok pulang sendirian, Kimmy mana?'' tanya Jessica pada menantunya itu.

"Dia tadi minta ijin jalan sama

 temen-temennya, Ma," jawab Alvin.

"Kok diijinin?''

"Nggak apa-apa, Ma," jawab Alvin masih dengan pembawaannya yang tenang.

"Kamu nggak ke kantor?"

"Iya, Ma. Ini mau ganti baju dulu," jawabnya.

"Oo, ya udah. Bibik udah siapin makan siang kamu di meja. Mama mau ke butik dulu."

"Iya, Ma."

Setelah mertuanya pergi, Alvin segera menuju ke kamar untuk ganti baju. Pada saat di kamar tiba-tiba ponselnya berdering pertanda ada pesan masuk. Setelah membaca pesan, Alvin segera mengganti pakaiannya dan bersiap untuk kembali ke kantor. 

"Den, makan siang dulu. Bibik udah siapin."

"Nanti aja, Bik, aku ada meeting," balasnya tanpa menghentikan langkahnya dan segera menuju mobil.

[][][][]

"Kim, yang ini bagus nggak?" tanya Jeje sambil menunjukkan sebuah dress selutut pada Kim.

"Ih, nggak bagus, jelek, cari yang lain," jawab Kim mengeluarkan pendapatnya.

"Jelek, ya," ujar Jeje kembali mencari baju yang lain.

Setelah membeli beberapa potong pakaian, mereka bertiga pun menuju sebuah cafe untuk makan siang.

"Wah, Kim, dapet kredit card lagi, ya, dari bokap lo?" tanya Hani saat melihat tambahan dua lembar kredit card yang nangkring di dompet sobatnya saat membayar tagihan makanan.

"Eh, i-iya." Nggak mungkin juga ia katakan kalau Alvin-lah yang memberi.

"Wah, senangnya."

"Kita balik, yuk," ajak Kim.

"Iya, gue juga mau nganterin Emak gue kondangan," tambah Jeje

"Kim, gue anterin lo dulu, ya. Trus, baru gue anterin Jeje," terang Hani.

"Oke."

Kedua gadis itupun mengantarkan Kim pulang ke rumah. Saat hampir sampai di gerbang, Hani menghentikan mobilnya secara tiba-tiba.

"Aduh, pala gue," jerit Jeje karena kepalanya kejedot.

"Lo apaan, sih, Han. Berhenti kok tiba-tiba," omel Kim ikut-ikutan.

"Untung gue nggak amnesia." Jeje terlalu berlebihan.

"Kim, mobil yang baru masuk ke halaman lo, mobil siapa, ya? Kok gue kayaknya familiar banget sama tu mobil?" tanya Hani pada Kim dengan efek heran yang menyelimuti wajahnya.


Komen (8)
goodnovel comment avatar
Alghifari
ngga seru kalo gini caranya
goodnovel comment avatar
Ayu Rahmawati
ko masih sekolah udh nikah az c apa klo ktahuan g d D O
goodnovel comment avatar
Ă„rni Supriyatna
seru .....smoga next ga pke koin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status