"Kau serius?" tanya Dean.
"Aku serius. Asal dengan satu syarat."
"Apa?"
"Berhentilah memanggilku sayang. Dan kalau perlu berhentilah menggangguku, karena sebentar lagi aku akan menikah."
Dean menunduk sesaat sebelum matanya kembali menatap Kensky. "Baiklah jika memang hal itu yang kau inginkan, akan kulakukan." Dean menarik napas panjang. "Terima kasih karena kau sudah meluangkan waktu untuk hari ini. Sampai ketemu lusa nanti. Jam delapan malam akan kujemput kau di rumahmu."
Mata Kensky terbelalak. "Jangan! Jangan jemput aku di rumah."
Alis Dean berkerut. "Kenapa?"
"Pokoknya jangan. Tapi kalau Anda memang ingin menjemputku, Anda bisa menjemputku di apartemen temanku yang kemarin."
Dean mendekikan bahu. "Baiklah. Sampai ketemu lusa." Dean pun bergerak mengintari meja, melewati tubuh Kensky yang masih be
Wah, tengkyu banget utk Sobat-Sobatku tersyg yg udh mau mendukung cerita ini melalui vote. Makasih utk Kak Glenn yg udh ngasih bnyak bgt vote. Makasih juga utk Kak VeerGlenn, Kak Jafarudin, Kak 16 , Kak Hery Eyi, Kak Endi, Kak Dalfa, Kak Dawin, Kak Tete D'tree, Kak Dhani , Kak Theo dan Ibu Haji Nurhayati. Semoga Allah akan selalu memberikan rejeki dan kesehatan untuk kalian semua. Amin. *)
Rebecca sontak berpura-pura. "Ya ampun, Sayang, maafkan Mama. Mama belum sempat memberitahukanmu. Lagi pula saat Mama ingin meneleponmu, nomor kamu sudah tidak aktif." Alis Kensky berkerut. "Ada apa?" Rebecca mendekati Kensky. "Begini, kebetulan ada kerabat Mama yang menceritakan tentang penyakit yang diderita suaminya yang sama seperti ayahmu, dia merekomendasikan pengobatan tradisional itu kepada Mama. Jadi saking bahagianya, Mama pun langsung membawa ayahmu ke tempat itu untuk di rawat. Nah, karena pengobatannya tradisional, pemilik klinik itu menyuruh ayahmu menginap sampai saraf-saraf di tubuhnya berfungsi lagi. Jadi setiap hari Mama harus ke sana untuk mengecek keadaan ayahmu." "Perawatan tradisional, maksud Mama dipijat?" "Iya, Sayang. Itu lebih bagus lho, lebih murah lagi. Jadi kita tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk pengobatan ayahmu." Rebecca memasang wajah sedih, "Seandainy
Dalam perjalanan Kensky dan Dean saling diam. Namun di balik sikap diam mereka, tersirat hati yang menggebu-gebu untuk meluapkan kerinduan. "Kenapa dia diam saja. Pegang tanganku, kek," kata Kensky dalam hati. Ia kesal karena sejak tadi Dean tak mau mengacuhkannya. Namun tiba-tiba ide gila muncul dalam benaknya. Buk! Ia menjatuhkan tas tangannya dan itu sengaja ia lakukan untuk menarik perhatian Dean. Dengan pelan ia menunduk untuk mengambil tas itu, tapi sabuk pengaman yang melingkar di tubuh membuatnya terhalang. "Biar aku saja," kata Dean. Dalam hati Kensky tersenyum lebar. Rencananya untuk menarik perhatian Dean pun akhirnya berhasil. Dean menyeringai tajam. Dengan cepat ia menepikan mobil untuk berhenti. Ia lalu melepaskan sabuk pengaman, menunduk, kemudian meraih tas tangan yang kini berada di kaki Kensky. Pria itu tahu kalau Kensky sengaja
"Tidak apa-apa, Sky, Mom tidak akan mengatakannya pada Dean." Entah kenapa hatinya begitu nyaman saat Mrs. Stewart menyebutnya sebagai Mom. Meski ibu kandunganya sudah meninggal, tapi dengan cara Mrs. Stewart seperti itu membuat Kensky merasa jiwa ibunya seakan hadir dalam diri wanita itu. Dan sebagai gadis berhati malaikat, Kensky tidak mau membohongi Mrs. Stewart. Ia menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan wanita itu. Ia pun pasrah seandainya Mrs. Stewart akan mengusirnya dari kamar itu jika dia berkata jujur. "Sebenarnya aku dan Dean tidak punya hubungan apa-apa. Kami hanya sebatas atasan dan bawahan." "Tapi kau menyukainya, kan?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Mrs. Stewart membuat Kensky terkejut. Dilihatnya wajah keriput itu yang tampak tersenyum seakan menunggu jawabannya. Kensky menunduk, kemudian mengangguk, "Ya, aku sangat menyukainya. Mom." Mrs
Dengan sikap malu-malu Kensky mulai menggerakan tangannya, menyentuh dada Dean, mengusapnya sambil memejamkan mata. Ia sendiri heran kenapa malam itu dia begitu berani dan agresif, tapi sekarang di bawah cahaya intim yang suasananya begitu romantis justru membuatnya merasanmalu. Apa waktu itu karena efek anggur yang ia minum sampai ia begitu agresif dan berani? Dean tak mau diam. Saat tangan lembut Kensky mulai mengusap dadanya, dengan pelan ia mulai memagut bibir Kensky. Gadis itu pun membalas sapuan bibir Dean yang begitu lembut dan hangat saat menyatu dengan bibirnya. Sementara tangan Dean yang besar itu kini sudah mendarat di bokongnya yang seksi. Kensky mendesah saat tangan sebelah Dean meraup bagian tubuhnya yang besar dan kenyal. Pucuknya yang kecil sejak tadi mengencang saat bibir Dean sudah mendarat di lehernya. "Dean," bisik Kensky saat bibir pria itu menyentuh dadanya, "Dean kumohon."
Di dalam gedung kantor Kitten Group Kim terlihat sibuk dengan tugas yang diberikan sang atasan. Ia sudah mengecek di semua travel, tapi tidak ada jam penerbangan yang sesuai dengan kemauan sang atasan. "Selamat pagi," sapa Soraya begitu tiba di ruangan mereka. "Pagi," balas Kim tanpa menatapnya. Alis Soraya mengerut. "Ada apa? Sepertinya Bu Kim serius sekali?" tanya Soraya saat melihat wajah Kim yang begitu tegang menghadap komputer. Ia meletakkan tasnya, kemudian duduk di samping Kim untuk melihat apa yang membuat seniornya itu begitu serius. "Aku sedang mencari tiket untuk Pak Dean, tapi semua jadwal penerbangannya tidak ada yang sesuai dengan penernangan Pak Dean." "Berangkat? Memangnya Bos mau ke mana?" "Jerman." Saat itu juga Dean muncul dengan wajah terlihat datar. Soraya yang lebih dulu melihat kedatangan sang atasan,
Kensky ternganga. "Calon suami? Tapi kenapa Dean tidak pernah mengatakannya padaku?" Dengan wajah ceria ia menatap Soraya, "Kau tenang saja, aku dan Pak Dean tidak ada hubungan apa-apa." Soraya menatap pintu yang kini tertutup. "Kau pikir aku akan membiarkanmu mendekati Bernar, hah? Jangan harap. Tunggu saja, aku akan membuat kalian tidak bisa pergi ke Jerman bersama." *** Setelah mengantarkan Kensky ke kantor, Dean kini pergi bersama Matt untuk makan siang sekaligus menemui pengacara Eduardus. Namun, saat mereka hendak memasuki gedung restoran langganannya, teriakan suara perempuan dari seberang jalan memanggilnya. "Bernar?" Langkah Dean terhenti. "Siapa yang memanggilku?" Matt mencari sosok tersebut. "Mrs. Oxley, Bos. Dia sedang menyeberang jalan menuju ke sini." "Brengsek, sedang apa dia di sini? Kontrol semua area, janga
Saat itulah Soraya menatap ibunya. "Ya, kata sekertaris Bernar, pria itu akan mengajak Kensky ke Jerman. Mereka akan pergi bertiga, Bernar, Kensky dan orang kepercayaan Bernar." "Dalam rangka apa?" Soraya menatap sedih. "Aku tidak tahu, Ma. Yang jelas Mama harus membantuku, cegah mereka berdua. Aku tidak mau mereka pergi bersama-sama ke sana." Rebecca menatap iba. Sebagai perempuan yang pernah mencintai seseorang, ia mengerti apa yang dirasakan Soraya. Anaknya itu pasti tertekan ketika melihat Dean__ pria yang dicintainya__ lebih dekat dengan wanita lain daripada dirinya. Sama halnya waktu dulu saat Eduardus lebih memilih bersama Barbara daripada dirinya. Ia mendudukan dirinya di samping Soraya. "Kamu yang sabar, ya. Mama yakin, di balik ini semua pasti ada sesuatu yang Bernar rencanakan." Soraya menengadahkan kepalanya pada Rebecca. "Aku tidak yakin, Ma. Sikap Bernar p
Kensky tersenyum manis seolah-olah pertanyaan itu biasa-biasa saja. "Itu tidak mungkin Mr. Hans, aku hanya karyawannya." "Tapi dari pandangaku sebagai kaca mata lelaki, aku rasa dia menyukaimu, Sky." Kensky terbahak. "Ah, Mr. Hans ada-ada saja." Mr. Hans ikut tertawa. "Tidak masalah, Sky, beliau kan belum menikah. Apalagi tidak biasanya dia bersikap seperti ini terhadap wanita. Selama ini tidak ada wanita yang dispesialkan di kantor ini, hanya kau." Mata Kensky menyipit. "Dispesialkan? Maksud, Anda?" Saat itulah Mr. Hans berdiri, kemudian mendudukan bokongnya di atas meja menghadap Kensky yang sedang duduk bersandar di kursinya. "Pertama, tidak ada karyawan yang baru lulus bisa menempati jabatan asisten keuangan. Kalaupun orang itu memiliki riwayat dari lulusan Universitas ternama, dia harus punya pengalaman minimal satu tahun menjadi staf di bagian