Ki Brojo menggerakkan tangan, membuat bulatan di udara. Perlahan muncul wajah seorang laki-laki dengan hidung bangir dan brewok tipis. Sekilas bentuk hidungnya memang mirip dengan Nayara. "Ini Manendra. Wajahnya tiga puluh tiga tahun lalu. Aku tidak bisa menangkap gambarannya sekarang. Hanya ini yang bisa aku tunjukkan. Dia akan mencarimu sebentar lagi. Orang-orang dari dunia bawah akan terlibat." "Maksudnya, Ki?" tanya Nay yang memang tidak paham dengan situasi saat ini. "Kau akan mengerti setelah mereka berhasil menemuimu. Dunia bawah terbagi dua. Di sisi putih dan hitam. Masing-masing tidak saling mengusik. Manendra berada di sisi hitam, dan dia bermaksud membunuhmu. Tentu kami tidak akan diam saja. Semua yang berhubungan dengan Hayuning Ratri harus mati, walaupun itu anaknya sendiri.""Jadi, Manendra itu ayahku, Ki?" tanya Nay dengan suara terbata."Iya, Manendra memperkosa Hayuning Ratri. Dia sengaja membiarkan ibumu terus hidup dalam pelarian sampai dia melahirkan kamu."Tubu
Rey berjanji menjemput Nay sore ini. Namun, setelah satu jam menunggu. Rey belum juga muncul. Selalu tidak tepat waktu. Menelepon pun tidak. "Mbak, melihat kakak saya gak, ya?" Seorang anak kecil sekitar delapan tahun bertanya pada Nay yang sedang berjalan menuju halte. "Seperti apa kakakmu?""Dia setinggi, Mbak. Rambutnya keriting pakai baju biru.""Mbak baru lewat sini. Tidak bertemu dengan orang dengan ciri-ciri yang Adik sebutkan. Coba tanya dengan yang lain.""Sudah saya tanya, Mbak, tapi mereka tidak peduli. Ayolah, Mbak! Tolong saya cari Kakak." Anak itu mulai menangis. "Kamu tenang, ya. Mbak akan bantu. Ayo kita cari, kakakmu," ajak Nay seraya mengulurkan tangannya pada gadis kecil tersebut. "Ibu bilang tidak boleh bersentuhan dengan orang asing," tolaknya. "Baiklah, berjalan di samping Mbak, ya," pinta Nay. Gadis kecil itu mengangguk. Sepanjang jalan Nay bertanya pada orang-orang yang mereka temui. Tidak satu orang pun mengenali atau pernah bertemu dengan kakak gadis ke
"Persekutuan seperti apa? Lalu kenapa Nyi tidak ikut menemani ibu sampai ke Sendang Awu?""Aku tidak tahu persis persekutuan seperti apa. Yang kudengar itu sebuah perkumpulan tetua dunia bawah penjaga keseimbangan antara alam bawah dan atas. Aku sendiri tidak bisa mengikuti ibumu sampai ke Sendang Awu. Di sana dia sedang digembleng. Aku kembali ke Alas Wagra dan ibumu ke Sendang Awu. Ratri datang ke Alas Wagra menemuiku setelah dia melahirkanmu. Memintaku untuk mengajarimu, Nay.""Seandainya aku tidak terlahir sebagai Nayara, Nyi," ucap Nay lirih. Membuang pandang ke arah jendela. "Inilah takdir yang harus kau jalani, Nay. Kuatkan hatimu. Kau tidak akan sendiri menghadapi semua ini. Sekarang, duduklah dalam posisi teratai penuh. Lepaskan semua beban. Rasakan bahwa hanya ada dirimu di ruangan ini. Aku akan mengajarkan sesuatu yang besar padamu. Aku pikir inilah saat yang tepat. Bersiap-siaplah, Nay."Nay duduk bersila dengan kedua telapak kaki menghadap ke atas. Kedua tangannya disatu
Tubuh Nay perlahan terangkat. Wirabadra kembali ke dalam tangan Nay. Dia tahu bila energi itu dilontarkan dia pun akan terluka. Sinar dari tubuh Nay menghentikan serangan ketiganya. Sinar tersebut sangat mengganggu dan menyilaukan.Nay mengentak tangannya. Dorongan energi merambat cepat ke segala penjuru. Ketiga orang tersebut tidak punya kesempatan untuk menghindar. Tubuh mereka tercerai berai. Terbakar dalam sekedipan mata. Beberapa pohon di sekitar jalan pun nyaris tumbang karenanya. Nay mengatupkan tangan. Menyeimbangkan lagi energinya. Perlahan cahaya di tubuh Nay menghilang. Nay terduduk di tanah. Tubuhnya sangat kelelahan. Napasnya pun tersengal-sengal. Dengan sigap Gantari memberikan energi tambahan ke tubuh Nay. Kalau tidak, bisa dipastikan berdiri pun Nay akan sulit. "Kau terlalu memaksakan diri, Nay," kata Gantari keluar dari tangan Nay. "Kau belum bisa menggunakannya dengan baik. Energi yang masuk ke tubuhmu terlalu besar. Salah-salah tubuhmu yang hancur tadi, Nay. Kau
"Kami perpaduan dari semuanya. Rumit menjelaskannya. Kami hidup abadi sampai dunia ini berakhir. Di dunia bawah kami hidup berdampingan dengan makhluk-makhluk astral. Banyak dari mereka dipaksa untuk menjadi budak Anggaraksa yang pemimpinnya telah dibunuh Manendra. Kini dialah yang memimpin. Dari kabar yang beredar ayahmu sedang berada di dunia atas mencarimu." Giliran Mahesa memberikan keterangan. "Ya, aku sudah tahu. Biarkan saja dia mencariku. Aku tidak ke mana-mana. Pekerjaan dan keluargaku semua di kota ini," kata Nayara tenang. "Satu hal yang tidak bisa Manendra lakukan. Mengubah diri seperti kami. Dia bukan keturunan dari dunia bawah. Ajian kawastrawam hanya bisa dikuasi oleh keturunan langsung. Seperti kami ini," kata Mahesa lalu berdiri. Ia meletakkan sebuah belati di atas meja. Nay merasakan ada energi yang tak biasa. Satu persatu wajah para tetua dunia bawah berubah. Wajah-wajah itu tidak asing bagi Nay. Pimpinan perusahaan, pemilik usaha kuliner, pengusaha biro perjalan
Dengan percaya diri Rey menggandeng tangan Nay. Sebuah hall di hotel mewah dengan nuansa putih dipilih pasangan pengantin sebagai tempat resepsi pernikahan mereka. Bunga mawar putih segar menghiasi hampir setiap sudut ruangan. What a beautiful wedding. Rey mengenalkan Nay kepada beberapa kolega yang ditemuinya. Nay tampak sedikit canggung. Lebih banyak tetsenyum tipis atau sekadar bersalaman dan bicara seperlunya. Tentu topik pembicaraan mereka berbeda dengan keseharian Nay. Untunglah Rey cukup mengerti. Bukan hanya teman-teman Rey saja yang datang. Banyak wajah-wajah yang Nay kenal berada di sana. Termasuk Pak Bram. Mereka saling menyapa sebentar, bertanya kabar. Beberapa klien dari tempatnya bekerja juga ada. Dengan ramah Nay tersenyum dan menyapa mereka. "Kau kenal mereka, Nay?" selidik Rey melihat Nay tersenyum pada beberapa orang."Mereka klien, Rey. Nayara ini juga tidak kalah terkenal dengan pak polisi," ledek Nay."Awas jangan banyak-banyak senyumnya. Pak polisi tidak suka.
Tubuh Nay terasa lebih segar setelah mandi dan menghabiskan satu cangkir teh jahe hangat. Dia menggeser gorden jendela, membiarkan sinar matahari mengenai wajahnya. Menghirup aroma pagi yang masih segar. Samar terdengar suara Ki Brojo memanggil namanya. Nay menutup kembali gorden jendela. Ia tahu Ki Brojo tidak nyaman dengan sinar matahari. "Salam, Ki." Nay menundukkan kepalanya. "Pasti Ki Brojo sudah tahu kejadian semalam bukan? Alasan itulah Anda datang bahkan sebelum aku memberi tahu.""Ya, ini soal kekasihmu itu. Jiwanya berada di kawah dasar dunia bawah. Kami menyebutnya Astramaya. Api di kawah itu bernyawa. Tidak sembarang orang dunia bawah bisa ke sana.""Kakek buyutku anggota persekutuan. Beliau berasal dari dunia bawah. Itu artinya ada darah kakek mengalir di tubuhku ini, walaupun aku tidak tinggal di sana.""Kau betul Nay, kakek buyutmu salah satu dari kami. Namun, tetap kau memerlukan seseorang berunsur api untuk mengantarmu.""Agnimaya mungkin bisa," sahut Nay cepat. "Ka
Hamparan tanah tandus berpasir yang panas terlihat sepi seperti tak berpenghuni. Batu-batu besar berserak di antara ceruk yang sesekali menyemburkan api. Hewan-hewan berbentuk aneh muncul dari bawah bebatuan. Mereka seperti menyambut kedatangan Nay. Agnimaya terus bergerak maju. Hawa semakin panas. Jauh lebih panas dari tempat yang mereka lewati sebelumnya. Di tempat itu tidak terlihat dataran. Sejauh mata memandang hanya api terbentang. Agnimaya menghentikan laju tubuhnya. "Kita sudah sampai Nay. Lihat di depan sana, empat poros api yang menjulang. Mereka penjaga kawah Astramaya. Manendra pernah mengalahkan mereka. Itulah kenapa mereka mematuhi ayahmu. Kalau kau tidak bisa mengalahkan mereka, selamanya kau akan terkurung di sini. Aku tidak bisa membawamu kembali."Ada keraguan di hati Nay. Ternyata kawah Astramaya lebih seram dari bayangannya. Dia tidak pernah menghadapi makhluk murni berunsur api. Yang dihadapinya sekarang bukan satu tapi empat sekaligus. "Bagaimana, Nayara? Masi