Dasar tidak tahu malu. Kenapa juga Ibu mertua harus meminta oleh-oleh dari kedua kakakku. Pasti Mbak Parti atau Yani yang menyampaikan perkataan Pak Narto pada Ibu mertua. Mereka masih berusaha bersikap baik pada Kak Arif dan Kak Rania, tapi memperlakukan aku dengan sangat buruk sekali. Aku memilih tidak membaca pesan itu dan hanya melihat dari bagian slide atas hp. Malam itu, Kak Rania tidur di hotel dengan di antar oleh Pak Narto. Membuatku menjaga Dinda sendiri. Itu lebih baik karena tempat untuk berjaga tidak luas.Hari kedua Dinda di rawat, kondisinya jadi jauh lebih baik. Dokter mengatakan jika Dinda sudah hampir sembuh. Itu berarti besar kemungkinan jika Dinda bisa pulang besok. Hanya perlu melihat kondisi Dinda untuk dua puluh empat jam ke depan.Kak Rania datang bersama Kak Arif yang masih memakai pakaian kerjanya. Aku langsung menghambur dalam pelukan Kak Arif. Tidak mempedulikan tatapan orang lain pada kami. Toh mereka semua sudah tahu jika Kak Rania adalah kakak iparku. T
POV EkoSejak aku duduk di bangku SMA, Ibu selalu menasihati aku, Mbak Parti dan Yani untuk mencari pasangan yang kaya. Agar mereka bisa loyal pada keluarga kami. Mbak Parti berhasil mengabulkan keinginan Bapak dan Ibu dengan menikahi pria kaya. Banyak hal yang sudah di berikan suami Mbak Parti pada kami. Hingga mereka memutuskan untuk pindah keluar pulau. Sejak saat itu suami Mbak Parti berubah menjadi pelit pada kami.Ibu pernah menegur Mbak Parti karena tidak pernah mengirim uang lagi pada beliau. Tapi, Mbak Parti justru marah besar dan mengancam tidak akan pernah pulang kampung untuk bertemu keluarga kami lagi. Mbak Parti juga mengatakan agar Ibu dan Bapak berhenti meminta uang padanya. Atau jika tidak suami Mbak Parti akan memukulnya. Mendengar hal itu lewat sambungan telpon, Ibu hanya bisa merutuk kesal tapi tetap menuruti permintaan Mbak Parti.Harapan Bapak dan Ibu lalu tertuju padaku. Sebagai lulusan SMA, cukup sulit bagiku untuk mencari pekerjaan yang mapan. Aku hanya bekerj
Walaupun Arini sudah tidak mau jika di suruh meminta uang pada Kak Rania lagi, setidaknya penghasilan Arini dari berjualan cukup untuk membayar rumah kontrakan setiap tahun dan memberikan uang tambahan untuk Ibu. Namun, setiap aku ingin makan enak Arini tidak bisa memasakan atau membelikan makanan itu karena uangnya sudah di ambil oleh Ibu.Tentu saja aku melampiaskan hal itu pada Arini. Dia bisa bekerja lebih keras lagi atau menyembunyikan uangnya di tempat yang aman agar tidak di ambil oleh Ibu dan Yani. Aku tidak mungkin menyalahkan Ibu karena sudah jadi kewajiban Arini untuk ikut berbakti pada keluargaku. Akhirnya aku pergi ke rumah Ibu yang selalu memasak makanan enak dari mengambil uang Arini secara paksa.Tahun demi tahun berlalu. Rumah tanggaku dengan Arini hanya di isi dengan pertengkaran karena Arini sering mengeluh uangnya di ambil oleh Ibu. Setiap aku mengatakan untuk meminta uang pada Kak Rania jika uangnya kurang, Arini selalu menolak. Untungnya kami masih bisa bertemu d
Aku baru tahu jika Dinda di rawat di rumah sakit saat hari sudah mulai berganti menjadi sore. Ibu yang mendengar telpon dari Arini marah karena rencana kami tidak berjalan sesuai dengan harapan. Bahkan Ibu sampai menggerutu karena Arini tidak akan bisa berjualan selama beberapa hari ke depan karena harus menjaga Dinda di rumah sakit.“Mungkin Dinda hanya di rawat satu hari saja di rumah sakit Bu.” Kataku menenangkan saat aku menaiki taksi online bersama Bapak dan Ibu. Sedangkan Mbak Parti dan Yani naik mobil yang lain.“Mudah-mudahan saja begitu. Oh iya ada kemungkinan lain jika Rania akan datang ke rumah sakit untuk menjenguk Dinda. Kamu bisa gunakan kesempatan itu untuk mencari muka pada kakak iparmu itu Ko.”Sesampainya di rumah sakit, hanya ada Arini yang sedang menjaga Dinda. Di depan semua orang aku bersikap sebagai Ayah yang perhatian pada anaknya yang sedang sakit. Sayangnya sikap Dinda justru terlihat acuh padaku. Ibu sudah menegur, tapi Arini balik berkata dengan mengungkap
Keesokan harinya aku pergi ke toko distributor milik Bu Sumi. Hal pertama yang akan aku lakukan adalah bertanya apakah barang dagangan Arini di ambil karena sering telat membayar atau Arini sendiri yang mengembalikan barang dagangannya agar bisa kabur dariku bersama dengan Dinda. Sesampainya disana aku tidak bisa bertemu dengan Bu Sumi. Hanya salah satu staffnya yang bicara denganku. “Oh untuk barang dagangan milik Mbak Arini memang di ambil lagi mas. Karena kemarin Mbak Arini tidak bisa bayar yang bulan ini untuk biaya menebus obat selama Dinda di rumah sakit.” Kata staff itu ramah. Setelah mendapat informasi, tujuanku selanjutnya adalah pergi ke kampung halaman Arini dan Kak Arif yang jaraknya satu jam saja dari kota ini. Aku sengaja memakai helm, masker dan kacamata agar tidak ada tetangga yang tahu. Karena beberapa orang disini sudah tahu jika aku adalah suami Arini. Rumah sederhana yang terbuat dari kayu itu tampak sudah lapuk. Pintunya bahkan sudah rusak sehingga separuh terb
Sudah satu jam aku memeriksa rumah ini. Bahkan kepala art juga mengijinkan aku untuk masuk ke dalam kamar utama yang di tempati Kak Rania dan Kak Arif. Tapi, aku sama sekali tidak menemukan keberadaan Arini dan Dinda. Tidak lupa aku memeriksa isi lemari di setiap kamar. Siapa tahu ada pakaian anak perempuan. Jika ada pakaian itu, maka kemungkinan besar pemiliknya adalah Dinda. Karena Kak Arif dan Kak Rania hanya punya dua anak kembar laki-laki.Namun, hasilnya sama sekali tidak ada barang yang aku cari. Aku menutup pintu lemari lalu berjalan keluar kamar. Menuruni satu per satu anak tangga hingga tiba di lantai satu.Langkah kakiku berhenti di teras belakang karena lelah. Aku memilih untuk duduk di kursi yang ada disana. Kepala art sudah meninggalkan aku untuk melanjutkan pekerjaannya. Setelah aku mengatakan akan langsung pulang setelah istirahat.Taman di belakang rumah ini sangat indah. Namun, pikiranku terus terfokus untuk mencari keberadaan Arini dan Dinda. Setelah rasa lelahku hi
POV Arini Sejak datang ke rumah Kak Rania dan Kak Arif, kehidupanku jadi jauh lebih baik. Terutama karena bisa melihat Dinda tersenyum lepas bermain bersama kedua kakak sepupunya yang merupakan anak kembar Kak Rania dan Kak Arif. Anak kembar pertama bernama Bagas dan anak kembar kedua bernama Bagus. Mereka adalah kembar identik. Jadi, perlu ketelitian dan perhatian lebih lama agar bisa membedakan Bagas dan Bagus. Aku tidak perlu lagi menyembunyikan uang agar tidak di ambil oleh Mas Eko atau Ibu mertua. Keselamatanku dan Dinda juga jelas akan terjamin selama aku berada di dekat Kak Arif dan Kak Rania. Tidak ada lagi rasa khawatir jika Mas Eko akan menyakitiku dan Dinda lagi. Semuanya terasa sangat menyenangkan. Baru dua hari tinggal di rumah ini, kedua keponakanku itu mengajak Dinda membaca banyak buku di ruang perpustakaan yang luas. Disana tidak hanya ada buku pelajaran tapi juga ada buku cerita khusus untuk anak-anak. Setiap pergi dan pulang sekolah, Dinda di antar oleh sopir khu
Satu hari ini berlalu dengan cepat. Kini hanya ada aku, Dinda dan Anita di dalam rumah. Kemarin Kak Rania langsung pamit pergi ke kantor. Dia bilang akan mengunjungi kami setiap minggu lewat gerbang belakang rumahnya. Kami sudah berkenalan dengan tetangga sekitar. Tapi, aku tidak banyak bicara karena tidak bisa Bahasa Inggris. Bahasa yang harus di gunakan di kampung ini.Jadi, Anita banyak menerjemahkan perkataan para tetangga. Hanya warga yang sudah sepuh atau lansia yang bicara dengan menggunakan bahasa jawa. Mereka adalah pengecualian.Kegiatanku kini tidak hanya berjualan online. Saat pagi hari, aku dan Dinda akan mendapat pelajaran singkat tentang Basaha Inggris. Mulai dari pengucapan, membaca hingga penulisan. Pelajaran yang di ajarkan Anita juga masih berkaitan dengan kegiatan sehari-hari yang harus kami lakukan. Contohnya kata dalam bahsa Inggris saat aku harus membeli keperluan kami di toko.Setelah itu, aku akan sibuk menggambar di depan TV. Sejak Kak Rania mengatakan aku bi