Zeta mengangguk. "Aku mau jadi milikmu selamanya, Jack."
"Kalau begitu aku tak akan mengizinkan siapa pun menyentuh milikku," tukas Jack nyaris serius, mengundang tawa Zeta.
"Kau pelit sekali, Jack," ledek Zeta terkekeh pelan.
Jack ikut tersenyum," Aku tak bercanda dengan ucapanku, Zeta." Ia lalu melirik jari manis Zeta yang terpasang cincin pemberiannya.
"Kau cocok memakai cincin itu," puji Jack seraya menunjuk dengan gerakan dagunya ke arah tangan Zeta yang membelit longgar lehernya.
Zeta menarik sisi mulutnya ke atas. Ia amati cincin berlian yang terlihat semakin berkilau di bawah siraman cahaya lampu yang berpedar terang. "Aku sangat menyukainya. Dan, ukurannya pas sekali dengan jariku."
Jack membawa Zeta ke dalam gendongannya. Ia lalu membaringkan tubuh perempuan itu pelan ke kasur. Jack merambat pelan di atas Zeta, dan menindihnya perlahan.
Zeta menahan dada bidang Jack sebelum pria itu melumat bibirnya lagi. "Kau ta
Tirai terbuka, mempersilahkan sinar matahari masuk ke dalam sebuah kamar melalui celahnya.Di saat ini, Zeta dan Jack masih bergulat di balik selimut. Wajah mereka dipenuhi senyuman yang tak kunjung surut.Semalam, Zeta telah melakukan sesi terapinya, namun Jack memintanya untuk menelanjangi diri berdua. Selanjutnya, Jack memasukkan miliknya ke liang Zeta, ia memaju mundurkan miliknya dan membiarkannya tetap berada menancap di alat kelamin Zeta sampai menjelang pagi.Jack membelai lembut kepala Zeta, turun ke pipinya, kemudian ke ceruk lehernya. Leher perempuan itu begitu indah, dan menggoda. Jack mencium leher Zeta seraya melepaskan batangnya dari kewanitaan Zeta. Ia kemudian melirik ke arah kasur di dekatnya, ia meringis mendapati semalam ia ereksi berkali-kali dan membuang spermanya di kasur."Kau tidur nyenyak, Jack?" Zeta menggosok matanya dengan satu tangan. Ia lalu mengerjap cepat dan mendekatkan wajahnya kepada Jack."Kau tampan sekali." Ze
Jack dan Aiden melebarkan kedua matanya secara bersamaan ketika seorang perempuan muncul dari balik pintu.Fay tersenyum di depan dua pria yang kini melihatnya dengan mata melebar. "Kalian pasti terkejut ya dengan kedatanganku ini.""Sial..." desis Jack tajam. Ia tak menyukai Fay, dan kedatangannya membuat ketenangan dan kedamaian Jack terusik."Kau bilang apa?" Fay memincing tak suka.Setelah tadi Elle meyakinkan Fay atas perasaannya kepada Jack. Ia langsung bergegas ke Baron group untuk menemui pria itu."Kau tidak sedang memintaku untuk mengizinkan Aiden pergi bersamamu kan? Aku tidak akan mengizinkannya," tukas Jack galak."Tidak. Bukan itu maksud dari kedatanganku ini," balas Fay bergeleng cepat.Jack mengernyit bingung. Kalau bukan karena Aiden, kenapa perempuan itu datang ke ruangannya? Berdandan menor pula."Kalau bukan. Kau bisa pergi dari ruanganku!" Jack mengangkat tangan kanan yang ia acungkan ke arah pi
Aiden terkejut setengah mati melihat Max tak sadarkan diri di samping jendela. Ia segera membopong pria itu dan menyuruh security membantunya membawa Max ke rumah sakit terdekat.Aiden awalnya hanya ingin mengecek keadaan ruangan Max, memastikan apakah benar-benar tak ada dokumen yang pria itu kerjakan. Tapi, malah melihat Max pingsan dengan wajahnya yang sudah sangat pucat.Aiden menatap sebentar ke kaca, memeriksa Max yang ia tidurkan di jok belakang. Ia kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.Sesampainya di rumah sakit. Pegawai rumah sakit dan beberapa perawat dengan sigap menggulir brankar untuk Max. Max kemudian di bawa ke bagian UGD.Aiden menunggu di luar ruangan. Ia mendudukkan dirinya di kursi tunggu dengan gelisah. Ia berniat untuk menghubungi Jack, namun akhirnya urung.*Jack bersedekap di ruangannya. Ia tak kunjung mendapati kembalinya Aiden ke ruangannya setelah menyuruh pria itu ke ruanga
Setelah mengantarkan Max pulang, Aiden kembali ke kantor ketika hari mulai gelap. Ia berderap menuju ruangan Jack, namun ketika ia sudah berada di ruangan, tak ia temukan sosok tuannya. Ia hanya melihat meja yang awalnya dilapisi kaca, kini tak ada kaca yang melapisinya. Aiden menyeret pandangannya ke benda sekitarnya. Tak ada papan nama Jack, dan tumpukan dokumen yang ada sama sekali tak rapi, ada beberapa carik kertas yang tertinggal di lantai. Aiden memperhatikan meja Jack, ada sepercik darah di sana.Aiden segera merogoh ponselnya untuk menelepon Jack sembari ia berderap menuju mobil. Ia baru sadar ketika sudah berada di area parkir, bahwa mobil tuannya sudah tak ada. Ia lalu memakai mobil miliknya sendiri dan melaju ke rumah Jack karena teleponnya tak diangkat oleh tuannya itu.Aiden mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, tak seperti biasanya. Ia ingin secepatnya melihat keadaan Jack, apalagi darah di meja Jack tadi semakin membuatnya khawatir.
Zeta beralih mengulum milik Jack, ia memasukkan benda tumpul itu ke dalam mulut dan hampir tersedak karena ujungnya mengenai sudut tenggorokannya."Ah... Ah..." Zeta melepas kejantanan Jack ketika pria itu telah melewati pelepasannya.Jack menunduk, ia usap dengan ibu jarinya sudut bibir Zeta yang terdapat cairannya. "Kita melakukannya sekarang?" tanyanya menyunggingkan seulas senyum seksi yang sangat menggoda.Zeta menatap sekali lagi kejantanan Jack yang masih menantang ke atas, ia lalu mengangguk cepat. "Iya, Jack."Tanpa diperintah oleh Jack, Zeta kini menanggalkan semua pakaiannya hingga tak menyisakan sehelai benang pun."Aku ingin dua puluh ronde malam ini," bisik Jack kepada Zeta yang baru saja duduk di pangkuannya."Bukannya itu terlalu banyak, Jack. Aku tidak sanggup." Zeta menggelang pelan. Ia memunggungi Jack. Kulitnya yang bersentuhan dengan kulit pria itu segera mematik rasa panas di sekujur tubuhnya, miliknya pun sudah menegan
"Mana mungkin, Aiden. Edwin sangat menyayangi Max. Dia melepaskan Max dengan mengirimkan pria itu ke London, sedang Edwin menekanku agar aku mengisi jabatan CEO Baron group. Kau tahu sendiri, aku hanyalah alat bagi Edwin untuk memperlebar kekuasaannya. Sedangkan, Max adalah anak kesayangannya." Jack bergeleng pelan."Mungkin saya telah salah mengira, Tuan." Aiden melempar pandangannya ke arah lain. Tuannya belum tahu perihal penyakit Max, dan kenyataan bahwa Edwin sama sekali tak menganggap Max sanggup untuk melakukan satu tugas pun. Dalam hati Aiden, ia sangat ingin membeberkan ini semua agar Jack mengerti. Tapi, ia sudah terlanjur berjanji kepada Max kalau ia akan menyimpan rahasia ini dari Jack."Aiden... Kenapa kau berpikir kalau Edwin tak memercayai Max? Kau memiliki gagasan untuk mendukung opinimu ini?" Jack meletakkan kedua sikunya ke lutut, ia pakai tangannya untuk menopang dagunya."Tidak ada, Tuan. Itu hanya sekadar pemikiran saya saja." Aiden me
"Kau hanya bercanda kan tadi?" sembur Zeta menyambut kedatangan Jack dengan duduk di ruang utama. Ia lalu beranjak berdiri dan menghampiri Jack."Aku serius," balas Jack menautkan kedua alis. Sebelah tangannya bergerak melonggarkan dasinya. Ia melanjutkan langkah, pergi ke kamarnya.Zeta refleks mengikuti Jack dari belakang. Ia mengerjap beberapa kali. "Jack, kau benar-benar ingin melakukannya lagi?"Jack menghentikan langkah kakinya, ia berbalik menghadap Zeta sepenuhnya.Karena kurang memperhatikan di depannya dan terus melangkah, Zeta menabrak dada bidang Jack. "Aww...""Tidak bisakah kau lebih hati-hati lagi, Zeta." Jack mendorong dahi Zeta dengan jari telunjuknya.Zeta mengerucutkan bibirnya. "Kenapa juga kau berhenti tiba-tiba?" balasnya tak terima.Jack menarik napas dalam-dalam, ia menurunkan pandangan melihat wajah Zeta yang masih cemberut. "Kau marah?""Tidak. Aku hanya kesal sedikit." Zeta melipat kedua t
Aiden menghela napas lega. Sebelum hari mulai gelap, ia dan orang-orang suruhan Jack sudah memenuhi semua daftar permintaan Jack.Aiden berderap menuju ruangan di mana Jack sedang menunggunya."Sudah semua?" tanya Jack ketika Aiden memasuki ruangannya.Aiden mengangguk. "Iya, Tuan. Semua hadiah saya letakkan di dalam mobil. Madam Viola juga sudah mengiyakan permintaan Tuan.""Baiklah." Jack meremas tangannya dan tersenyum puas.***Ketika Jack sudah berada di rumah. Ia menyuruh para pelayan diam-diam memindahkan semua barangnya ke dalam kamar Zeta.Jack tadi sebelum pulang dari kantor, menyuruh Zeta untuk pergi ke kamarnya. Sementara, kamar Zeta sengaja dibuat kosong, agar ia bisa merombak kamar Zeta. Jack sudah menyiapkan semuanya tanpa terkecuali.Agar tak mencurigakan, Jack segera menuju ke kamarnya, menemui Zeta."Jack..." Zeta terlonjak dari kasur dan berjalan menuju pria yang berdiri di ambang pintu.