Setelah seorang dokter wanita memeriksa kondisi Namiya dan memberi obat, dokter itu pun pamit pulang dan diantar oleh Wulan karena Gilbert terlalu malas untuk bersikap baik di depan dokter yang merupakan pekerjanya. Ia masih diam dan menatap tubuh kurus dari wanita berwajah polos yang baru saja pingsan tadi.
Entah kenapa ia menyukai ketenangan yang terpancar saat wanita itu tertidur di atas ranjang, dari dulu memang ia menyediakan ranjang jika ia lelah dan butuh waktu istirahat, atau jika tiba-tiba saja nafsu mulai menguasai dirinya dan harus segera dituntaskan.
Tangannya bergerak perlahan-lahan untuk mengusap pipi yang dipoles sedikit riasan, ia tahu ini lancang karena menyentuh seorang gadis tanpa persetujuannya dan daat sedang tidur, namun tetap saja tangannya terus mengusap lembut pipi gadis itu.
"Wajah yang terlalu polos untuk jadi mainan saya."
Karena terlalu sibuk memandangi wajah gadis itu, ia sampai tak sadar jika gadis itu sudah mulai menunjukkan pergerakan dan sepertinya akan terbangun. Akhirnya gadis itu membuka matanya dan terlihat sekali terkejut dengan kehadiranku, kedua mata indah itu melotot melihat kedekatan mereka saat ini.
"Bapak mau ngapain saya?!"
Pertanyaan dengan nada teriakan terlontar dari bibir tipis gadis itu sambil menyingkirkan tanganku dari pipinya, lalu bangun dan mundur sejauh mungkin dari diriku, gadis itu terlihat ketakutan dan memeriksa pakaiannya yang masih lengkap dan bisa bernafas lega saat tidak menemukan tubuhnya telanjang, namun gadis itu masih terlihat waspada denganku apalagi saat tahu mereka ada di sebuah kamar.
Sebelum pemikiran gadis itu semakin jauh lagi berpikir yang tidak-tidak tentang diriku, maka aku pun langsung angkat suara untuk menjelaskan dan meredakan ketakutan gadis ini terhadapku.
"Tenang, Namiya. Tadi kamu pingsan di hadapan saya jadi saya membawa kamu ke ruangan saya, ini masih di kantor, kebetulan ruangan saya punya tempat khusus seperti kamar pribadi."
Ini pertama kalinya dirinya berbicara panjang lebar pada orang asing, bahkan tak penting, ia pun tak tahu kenapa dirinya harus menjelaskan detail ke gadis ini padahal bisa saja ia memarahi gadis ini karena sudah merepotkannya. Ia bisa lihat perubahan raut wajah gadis itu menjadi lebih tenang, mungkin gadis itu sudah ingat tentang apa yang terjadi.
Gadis itu menatap ke arah diriku dengan tatapan bersalah, lalu langsung turun dari kasur dan berjalan menghampiriku.
"Maafkan saya, Pak. Saya janji tidak akan bertindak seperti itu lagi, saya tidak akan menuduh Bapak yang macam-macam, tapi jangan pecat saya dari kantor ini, saya butuh uang untuk makan."
Melihat gadis itu memohon padanya membuat ia tersenyum tipis karena benar dugaannya, jika gadis adalah tipe yang mudah dibodohi. Namun ia tak sejahat itu untuk memanfaatkan gadis polos yang tak berpengalaman seperti Namiya.
"Saya maafkan kamu, sekarang kamu bisa pulang karena kondisi kamu tidak memungkinkan untuk bekerja, besok kamu baru mulai bekerja."
Ia haru tetap bersikap wibawa dengan nada tegas dan raut wajah datarnya lalu berjalan keluar dari kamar ini diikuti dengan gadis itu di belakangnya. Ia duduk di kursi kebesarannya sedangkan gadis itu berdiri di depannya.
"Engga, Pak. Saya kuat bekerja hari ini, engga perlu menunggu sampai besok."
"Kamu yakin? Tadi kamu sampai pingsan dan membuat saya serta staff kantor lain jadi kerepotan."
Ia sengaja menyindir keras ke arah gadis itu yang sekarang sedang menunduk takut. Ia mengira gadis itu akan menurut dan pulang namun gadis itu ternyata cukup keras kepala dan malah mengangguk tegas pertanda yakin.
"Saya yakin, Pak."
"Baik, kamu temui Wulan dan minta kontrak kerja sama perusahaan ke dia, mengerti?"
"Mengerti, Pak."
Mudah sekali membuat gadis itu tersenyum dan senang hanya dengan persetujuan untuk bekerja, setelahnya gadis itu pamit pergi dari ruangannya untuk menemui resepsionis kantornya. Ia pun memberi izin dan membiarkan gadis itu pergi dengan begitu semangatnya seakan menemukan bongkahan emas.
Setelah kepergian gadis itu, ia hanya tersenyum miring yang mampu membuat orang lain ketakutan dengan senyum jahatnya itu, di otaknya sudah berkumpul berbagai rencana untuk menjadi mengubah gadis itu dari polos menjadi liar.
"Namiya, kamu akan sama dengan sekretaris saya yang lain. Kamu akan menemui saya untuk menjadi teman tidur saya. Mainan baru yang menarik dan menantang."
Aku berjalan ke arah meja resepsionis untuk mengambil dan menandatangani kontrak kerjaku, senyum tak pernah luntur dari bibirku saat membayangkan akan bekerja dan mendapatkan gaji dari perusahaan sebesar ini yang aku tahu memberikan gaji tak sedikit, bisa dua kali lipat dari perusahaan biasa.Setelah sampai di meja resepsionis, aku pun menatap ke arah wanita cantik yang tadi menyeleksi kandidat sekretaris lalu menyapanya dan memberi tahu tujuanku."Selamat siang.""Siang, ada apa?""Saya disuruh Pak Gilbert untuk minta kontrak kerja dan menandatanganinya, Bu.""Oh gitu, tunggu dulu.""Baik, Bu."Entah hanya ia yang merasakan atau memang benar adanya, ia bisa melihat tatapan kasihan sejenak di mata resepsionis itu, ia merasa tidak seperti gembel yang tersesat di kantor megah ini, walaupun pakaiannya dan riasan wajahnya tidak semewah para pekerja di sini, namun ia
Setelah kejadian beberapa hari dulu, sekarang Namiya jadi lebih menjaga jarak atau lebih tepatnya menjauh dariku, sudah aku duga ini akan terjadi namun bagaimana pun aku harus menyadarkan gadis itu akan pasal terakhir dalam kontrak kami.Aku selalu berusaha mendekati gadis itu dengan perlahan-lahan, walaupun terlihat tidak profesional dalam bekerja, namun aku tetap melakukannya, menarik perhatian seorang gadis bukanlah diriku, namun saat melihat gadis itu menjauh dariku membuat aku risih, contohnya seperti saat ini.Mereka sedang makan siang bersama klien, namun gadis itu malah mengambil tempat duduk di samping klien, ketimbang di sampingku. Hal itu pun membuat aku kesal dan langsung memerintah kembali gadis itu."Namiya, duduk di samping saya.""Baik, Pak."Terlihat sekali bahwa gadis itu terpaksa menuruti keinginannya, sebelum gadis itu duduk, ia sengaja mendekatkan kursi di sampingnya ke ara
Entah sudah berapa menit aku berdiri di depan lemari pakaianku yang sudah rusak dan kayunya mulai rapuh oleh rayap, wajar saja karena umur lemari ini sudah sepuluh tahun, ia belum punya uang untuk mengganti lemari usang ini. Tapi bukan itu permasalahannya sekarang, masalahnya adalah isi lemari itu.Ia sedang mencari mana baju yang kayak untuk ia pakai ke Club, meskipun itu tempat yang penuh maksiat, namun ia percaya bahwa pertemuan yang melibatkan Pak Gilbert di dalamnya pasti pertemuan yang mewah dan elegan, yang berisi ratusan orang dengan setelan jas mahal, gaun indah, dan perhiasaan yang berharga fantastis.Membayangkan betapa mewahnya acara nanti malam dan membedakan pakaian semua orang di sana nantinya dengan pakaian di lemarinya membuat ia menghela nafas kasar dan kembali menutup lemari tersebut. Tak ada satu pun baju atau gaun yang layak pakai, dari pada mempermalukan diri sendiri di pesta mahal itu, lebih baik i
Akhirnya kami pun sampai di dalam Club yang sudah dipenuhi lautan manusia yang bergoyang dan berpesta ria dengan minuman dan pasangan mereka. Tanganku dengan sengaja memeluk pinggang sekretarisku, dia terlihat risih dengan keberadaan tanganku di pinggangnya dan beberapa kali menurunkan tanganku dengan halus agar aku tidak tersinggung dengan penolakannya.Namun bukan Gilbert namaku jika dengan cepat mengalah, setiap kali ia turunkan tanganku maka saat itu juga aku naikkan lagi tanganku. Akhirnya dia mengalah karena lelah untuk menurunkan tanganku yang nakal. Diam-diam aku memperhatikan dirinya yang terlihat memukau malam ini, sebenarnya Namiya itu seksi dengan tubuh langsingnya dan beberapa aset unggulan para wanita yang ada di tubuhnya sangat menggoda untuk disentuh. Namun sayangnya dia sepertinya anak rumahan yang lugu sehingga masih memakai gaun selutut yang sopan itu."Ayo kita duduk di pojok.""Duduk di sini saja, Pak. Di
Pagi ini, aku bersiap-siap untuk bekerja ke kantor. Seperti biasanya aku sibuk menyiapkan segala hal dan bersih-bersih rumah agar nantinya saat aku pulang dengan keadaan lelah maka rumah sudah bersih. Aku mulai menyapu, mengepel, mencuci baju, masak, mencuci piring, menjemur dan menyetrika. Sebelum akhirnya aku mandi dan berpakaian dengan kemeja dan rok span yang sama saat aku melamar kerjaan karena aku hanya punya dua setelan baju kerja."Mungkin nanti jika sudah gajian maka aku akan membeli setelan kemeja dan rok untuk kerja," ucapku sambil menatap pantulan diriku di kaca yang terlihat tak menarik dan biasa saja."Apa yang Pak Gilbert lihat dariku? Cantik pun tidak, seksi juga tidak, pintar pun biasa saja. Mungkin mata bosku itu sedang sakit saat memutuskan memilih aku menjadi sekretarisnya.""Tapi seharusnya aku bersyukur jika mata bosku sakit saat itu, sehingga aku bisa dapat pekerjaan dengan gaji yang tinggi."
Waktu jam istirahat pun dimulai, aku memilih tetap berada di mejaku saja karena aku bawa bekal jadi tak perlu turun ke lantai bawah yang terdapat kantin. Pandanganku sejenak tertuju ke arah pintu ruangan bosku yang belum terbuka sejak tadi, dia pasti sedang melakukan kegiatan mesum sehingga lupa waktu dan membatalkan makan siang dengan rekan kerja. Aku memilih tak mempedulikan mereka dan hendak makan namun gerakan tanganku terhenti ketika melihat seorang pemuda cukup tampan dengan senyum ramah berdiri di depanku dengan berkas di tangannya."Selamat siang, Namiya.""Selamat siang, Pak Andres.""Lagi makan siang ya?""Iya, Bapak ada keperluan apa di sini? Mau kirim berkas ke Pak Gilbert?"Keningku berkerut bingung saat pria itu menggelengkan kepalanya dan malah menarik kursi di depanku lalu duduk di depanku. Aku yang canggung dengan keadaan ini pun jadi tak enak hati lanjut makan saat ada Manajer
Waktunya jam pulang pun tiba, semua karyawan kantor mulai berjalan keluar dari kantor, aku pun hendak pulang dan ingin masuk ke dalam mobil namun tak jadi lalu kembali menutup pintu mobil saat melihat sekretarisku dengan salah satu bagian manajer yang tadi siang menjadi alasan aku kesal. Tadi siang makan bersama, sekarang ingin pulang bersama. Tak akan aku biarkan."Namiya!"Perempuan itu menoleh ke belakang dan terkejut sekaligus bingung saat melihat aku yang memanggilnya. Andres juga tak menyangka jika aku ada lagi di antara mereka, dia terlihat kesal namun berusaha tetap sopan karena aku atasannya."Pak Gilbert, ada apa memanggil saya?""Pulang bareng saya, ada tugas yang harus kamu selesaikan."Tak pernah aku berbohong hanya untuk menahan seorang perempuan, pasti sekretarisku ini bingung dengan apa yang aku ucapankan. Apalagi Andres yang terlihat tak percaya jika yang ucapan kan benar. Aku
Sudah seharian penuh ini aku dirawat di rumah sakit. Aku sudah bisa pulang karena tak ada luka dalam, hanya luka kecil di keningku. Aku pingsan karena syok dengan kecelakaan yang menimpaku. Adikku, Nasya sedang menyuapi aku bubur rumah sakit karena dia mau aku makan dulu sebelum pulang agar ada tenaga.Tadi aku sudah menolak makan karena aku tahu bubur khas buatan rumah sakit benar-benar tidak enak karena rasanya hambar namun adikku memaksaku untuk memakannya demi kesehatanku. Dia pun tak akan mengizinkan aku pulang jika belum makan. Alhasil aku pun terpaksa makan bubur ini dengan ekspresi cemberut."Oh ya, kau belum memberitahu aku tentang bagaimana kau bisa ada di sini dan mengetahui jika aku mengalami kecelakaan.""Bosmu mengantar supir untukku ke rumah sakit dan memberitahu aku ketika sudah sampai di rumah sakit."Kening berkerut bingung mendengar jawaban adikku, aku sebenarnya berharap jika Gilbert akan m