"Gue mau nanya sama lo, boleh?"
"Nanya apa? Ngomong aja," sahut Usron santai sembari menikmati cemilan. Kacang tanah goreng, sepupuku ini sangat suka sekali ngemil makanan ini.
"Pak Galuh kok bisa jadi duda sih?" tanyaku mulai kepo, dan pelan-pelan ingin mengoreksi informasi tentangnya.
"Ya bisalah, orang aja bisa meninggal."
Ku pukul bahu Usron yang begitu enteng menjawabnya. "Ihh, Usron! Maksud gue bukan itu."
"Lah, lo nanyanya kayak gitu. Apa salah gue jawabnya?"
Aku nyengir, "gue yang salah. Maksud gue, apa penyebab Pak Galuh duda?"
"Dih, kepo lo?!" ejek Usron melirik ku sekilas.
Sialan!
"Ya, sedikit kepo sih. Makanya aku tanya sama kamu."
"Terus penting banget gitu buat gue jawab?"
"Ishhh, Usron! Ayolah, please kasih tahu aku." pintaku dengan raut memelas.
Hmm, bisa-bisanya aku sampai segini keponya hanya karena seorang pria angkuh seperti Galuh.
"Malas ah, ntar jatuhnya gue jadi gosipin orang lagi."
"Dih, enggak! Kan, gue yang minta lo buat cerita." bujuk ku.
"Ya elah! Kacau banget sih lo kalau udah kepo sama orang lain." omel Usron berhenti sejenak memakan cemilannya.
"Gue gak tahu pasti sih, cumanya gue denger dari gosip-gosip yang beredar. Pak Galuh menceraikan istrinya—"
Ucapan Usron terhenti karena aku yang memekik kaget. "Pak Galuh yang menceraikan istrinya?"
"Ihh, dengerin dulu. Gue belum siap ngomong juga udah lo potong." omel Usron padaku yang terlalu bersemangat.
Lantas aku pun mengangguk dan Usron kembali bicara. "Katanya sih mantan istrinya itu selingkuh. Sampai tiga kali," ucap Usron serius dengan menunjukkan tiga jari tangannya.
"Lo bayangin aja gimana sakitnya perasaan Pak Galuh yang di khianati mantan istrinya sampai tiga kali. Gila aja!" omel Usron tampak berang. "Kalau gue jadi beliau sih, setelah tahu istri gue selingkuh dengan pria lain udah gak bakalan mau gue maafin. Karena apa? Karena kalau orang yang udah bohong dan berkhianat satu kali, setelah di maafin besok-besoknya pasti dia buat lagi. Ya gak?"
Aku pun mengangguk setuju, "kalau gue pribadi ya. Entah kalau yang lain, ya contohnya aja Pak Galuh ini. Beliau baik banget mau maafin istrinya, sekali dua kali di selingkuhin istrinya beliau maafin."
"Seharusnya sih, Pak Galuh bisa belajar dari pengalaman ya." ucapku. "Ya, seperti yang lo bilang tadi. Kalau sekali di maafkan bisa aja orang tersebut mengulangi lagi perbuatannya."
"Nah, itu!" seruan Usron menjentikkan jarinya. "Tapi, ya mau gimana lagi. Pak Galuh-nya sendiri aja mau maafin."
Usron kembali melanjutkan ngemil kacang tanah goreng miliknya yang tinggal setengah toples.
"Kampret! Gue udah kayak emak-emak kompleks deh, gosipin orang gini." cibir Usron mendengus kesal sementara aku tertawa geli mendengarnya.
"Sekali-kalinya, Us." kataku menenangkannya.
"Nih, lo mau gak?" tawarnya seraya menyodorkan toples berisi kacang tanah gorengnya.
Aku bergidik seraya menggelengkan kepala, bukan karena aku jijik ataupun tidak suka. Tetapi aku takut wajahku berjerawat makan kacang.
"Masih aja ya, lo percaya sama yang gituan." Usron terkekeh geli, "Cy, lo tau gak? Itu tuh cuma mitos, kacang gak bakalan bikin muka lo berjerawat. Percaya deh sama gue."
Aku melotot mendengarnya, "percaya sama lo, sama aja bersekutu dengan iblis."
"Dih, kejamnya tuh mulut. Masa gue ganteng gini disamain sama setan."
"Huekk!"
Perutku terasa bergejolaknya mau muntah mendengarnya. Ya, beginilah Usron dengan sikap kepercayaan dirinya yang tingkat dewa.
***
Gara-gara Usron aku jadinya searching tentang mitos apa fakta kacang bisa membuat wajah berjerawat. Namun belum sempat aku menemukan jawabannya, terdengar suara bibi memanggilku.
"Ya, Bi?" tanyaku dengan nafas ngos-ngosan karena lari tergopoh-gopoh tadi.
"Ini," bibi menyodorkan rantang padaku. Aku pun menatap bibi dengan wajah penuh kebingungan.
"Untuk apa ini, Bi?"
"Tolong antarkan ini ke rumah Pak Galuh ya, ndok." pinta bibi tersenyum lembut.
"Hah, apa? Antar rantang ini ke rumah Pak Galuh?" ulang ku sekali lagi memastikan. Kali aja pendengaran ku salah kan.
"Iya ndok, ke rumah Galuh. Masih ingat kan rumahnya?"
Ya masih ingatlah, masa gitu aja lupa. batinku menggerutu.
"Tapi Bi, kok Ecy sih? Usron ajalah Bibi suruh antar ini rantang ke rumah Pak Galuh."
"Usron gak ada, ndok. Pergi tadi kata Pamanmu."
"Pergi kemana Bi?"
"Gak tahu Bibi. Ya, kalau Usron ada di rumah pasti sudah Bibi suruh antar rantang ini ke rumah Pak Galuh." kata bibi membuatku stress.
Disuruh ngantar rantang ini di tambah lagi Usron gak ada lagi. Duh! Gimana ini?
"Mau ya, ndok. Bibi tuh ngerasa kasihan sama Pak Galuh. Pasti dia lagi repot banget bikin makan malam."
Bodo amat! Ya gak usah makan malam lah kalau gitu. Kan, beres. ucap suara batinku.
"Takutnya dia makan goreng nasi lagi, kan keseringan mengonsumsi itu nggak baik juga. Jadi, Bibi mohon tolong kamu antarkan ini untuk Pak Galuh ya ndok."
Ya ampun! Sekarang aku harus apa? Ingin menolak tapi tidak tega dengan bibi, tapi mau menerima permintaannya pun aku gak sudi banget buat nganter makanan ini untuk pria pongah itu.
"Hmm, tapi kalau kamu memang gak mau yaudah gak apa-apa. Biar Bibi aja deh yang antar." ucap bibi terlihat sendu.
Duh, aku dilema ini. Antar, tidak? Antar, tidak? Antar atau tidak ya?
Ah, haduhh! Aku bingung.
"Bibi, tunggu!" cegah ku ketika bibi sudah hendak melangkah pergi dengan rantang berisi makanan di tangannya.
"Sini Bi, biar aku saja deh yang antar." kataku meraih rantang itu dari tangan bibi.
"Serius?" aku mengangguk.
"Iya Bi, kalau gitu aku pergi dulu ya." aku mengecup pipi bibi.
"Oh iya, Ecy!" panggil bibi saat aku baru berjalan tiga langkah.
"Iya Bi, kenapa?"
"Nanti rantangnya kamu tungguin ya."
"Hah? Maksudnya nungguin gimana, Bi?" tanyaku bingung.
"Rantangnya kamu ambil langsung setelah makanannya di pindahin ke piringnya Pak Galuh."
"Oh," aku manggut-manggut mulai mengerti.
"Baik Bi, aku pamit pergi." aku pun mencium lagi pipi bibi. Dan kali ini benar-benar pergi ke rumah Pak Galuh.
Sebenarnya rumahnya tidaklah jauh, tapi aku sengaja memperlambat langkahku. Ya, hitung-hitung sambil olahraga jalan lah.
Karena rumah bibi dan rumah Galuh hanya berjarak dua rumah dengan tetangga yang lain. Selambat apapun langkahku pada akhirnya tetap sampai cepat juga.
Aku memencet bel rumah Galuh beberapa kali barulah di respon. Huh, sibuk apa sih ini orang? batinku menggerutu kesal.
"Ada apa?" tanyanya ketus. Dih, tak ada ramah-tamahnya sedikitpun.
"Nih!" aku pun menyodorkan rantang berisi makan malam untuknya. "Dari Bibi."
"Untuk saya?" aku mengangguk.
Dia pun mengambil rantang itu dari tanganku dengan gerakan cepat. Huffftt! Untung saja tidak jatuh. Lalu ku lihat matanya tampak berbinar melihat rantang itu. Seakan-akan rantang itu adalah sebuah berlian saja.
Namun dalam sekejap tatapan berbinar itu redup ketika memandangku. Dia berdeham sekali kemudian berujar dengan ekspresi datar. "Terima kasih."
Hanya itu? Ya, hanya itu.
Oke, baiklah.
Dasar pria angkuh menyebalkan!
"Terima kasih," ucapnya sekali lagi.Sementara aku tak merespon sedikitpun, entah iya atau tidak sama sekali tak ku sahut. Hanya tatapan kesal saja yang ku lemparkan padanya sebagai tanda ketidaksukaan ku dengannya yang luar biasa pongahnya.Ia berdeham lagi sekali, "saya bilang terima kasih. Lalu, kenapa kamu masih disini?""Itu...." kataku seraya menunjuk rantang yang tengah di pegangnya. Dia pun ikut melirik rantang itu."Bibi menyuruhku untuk mengambilnya kembali setelah sudah anda pindahkan ke piring milik anda." kataku malas memanggilnya dengan sebutan bapak. Takutnya nanti dia komen lagi seperti waktu itu pas tak sengaja bertemu untuk pertama kalinya."Oh, iya-iya. Baiklah, kalau gitu tunggu sebentar ya." katanya, aku pun mengangguk dan dia berlalu masuk ke dalam rumahnya begitu saja.Aku melongo tak percaya melihatnya, pria itu meninggalkanku sendirian di halaman depan rumahnya tanpa basa-basi menyuruhku
Aku tertawa melihat isi rantang dari Galuh, ku pikir isinya bakalan sesuatu yang luar biasa. Ternyata cuma.... Hahaha.Bibi melirik tajam ke arahku yang masih tertawa. "Ecy, gak boleh gitu. Kita maklumi sajalah, kan Pak Galuh itu duda baru yang pastinya belum terbiasa dengan kehidupan barunya.""Makanya buat gini aja sampai gosong," ucap Usron yang ikut tertawa."Hussss! Yang penting niat baiknya yang tulus membalas pemberian kita." ujar bibi memarahi kami berdua. Aku dan Usron berhenti tertawa dan mengangguk patuh.Selesai sarapan, Usron dan paman langsung berpamitan pergi kerja. Aku pun lekas membersihkan meja dan mencuci piring kotor.Sambil mencuci piring aku teringat akan kue gosong buatan Galuh, dan hal itu sukses membuatku kembali tertawa.Lagian ya, tuh orang isi rantangnya cuma satu padahal tadi malam bibi mengisi setiap rantang dengan makanan-makanan enak.Tidak setimpal! batinku yang selalu merasa sewot bi
Pov Galuh.Tepat hari ini dua bulan sudah aku menyandang status baru, yaitu menjadi duda. Aku sedih? Ya, sedikit.Karena perasaan bahagia dan lega lebih banyak aku rasakan kini. Bisa lepas dari ikatan pernikahan dengannya yang sudah begitu tega dan jahat menghianatiku sebanyak tiga kali.Bayangkan? Tiga kali!Siapapun pasti tidak akan pernah mau di khianati. Apalagi sampai tiga kali, big no! Dan aku si pria bodoh yang mau memaafkan kesalahan dan kekhilafan mantan istriku sampai bisa terkecoh tiga kali. Seharusnya belajar dari pengalaman bahwa sekali berbohong, maka orang tersebut akan ketagihan berbohong dan terus berbohong.Saat itu aku pikir mantan istriku benar-benar mau berubah. Mengingat raut wajahnya kala itu seperti tampak menyesal dengan apa yang ia lakukan. Jadinya ya ku maafkan saja dia. Sayangnya, perselingkuhan kembali terjadi
Saat malam tiba, aku dikejutkan dengan kedatangan Stecy ke rumahku."Ada apa?" tanyaku sarkastik."Nih!" katanya seraya menyodorkan sebuah rantang padaku."Untuk saya?" tanyaku memastikan.Stecy mengangguk dan aku pun mengucapkan terima kasih. Namun wanita itu tak bergerak sedikitpun meski aku sudah berterima kasih.Dengan terpaksa aku mengulangi ucapan terima kasihku lagi, siapa tahu saja kan kalau wanita ini tidak mendengarnya tadi.Namun ia juga masih tak bergerak, atau dia memang tak berniat untuk pergi dari rumahku.Stecy dengan suara sedikit terbata pun menjelaskan bahwa dirinya di suruh bu Mutia untuk menunggu rantangnya setelah makanannya selesai ku pindahkan ke piringku."Baiklah, tunggu sebentar ya." ucapku yang awalnya memang tak bermaksud mengerjainya.Sebab aku memang tidak bohong saat mengatakan jadi lupa segalanya begitu makan masakan bu Mutia yang lezat. Itu bukan hanya
Aku uring-uringan ketika berulang kali mendapat telepon dari mama yang meminta diriku agar segera pulang. Memang, aku berkunjung ke rumah bibi hanya untuk sekadar liburan. Dan aku berjanji cuma sebentar disini, namun kenyataannya aku selalu betah setiap kali ke rumah bibi. Alhasil, membuat aku jadi malas pulang, dan ingin tetap berada di kota ini.Perasaan panik dan gelisah berkumpul jadi satu menyelimutiku. Mama tiada henti menelponku dan berusaha membujukku untuk pulang.Orang tuaku sepertinya begitu merindukanku, lagian aku juga sudah mulai masuk kerja. Kan, aku ambil cuti biar bisa kemari."Memangnya Stecy mau di pecat dari kerjaan?" tanya bibi setelah aku curhat bahwa aku tak ingin pulang.Tanpa di duga aku justru menganggukkan kepala, seolah kehilangan pekerjaan bukanlah apa-apa bagiku.Tentu saja hal ini membuat bibi terkejut, namun ia juga tak mau menyerah untuk terus membujukku.
Stecy merasa risih di tetap begitu olehnya, tatapannya seakan menaruh perasaan curiga pada Stecy.Meneliti Stecy dari kepala sampai ujung kaki, seakan-akan Stecy sesuatu yang harus di waspadai."Apa kamu yakin?" tanya Galuh dengan raut wajah serius.Ya ampun, Stecy! Memang kapan sih nih orang pernah gak serius walau sekali saja?"Maaf?" ulang Stecy merasa kalau pertanyaan Galuh agak ambigu.Yakin apa coba? Yakin jadi milikmu sih ogah. Dih, amit-amit! batin Stecy menggerutu."Usron sudah mengatakannya pada saya kemarin, mengenai kamu yang ingin bekerja di rumah saya." kata Galuh, sementara Stecy manggut-manggut mengerti."Sebenarnya saya sedikit kaget dan agak kurang percaya mendengarnya. Seorang Stecy begitu ngotot ingin bekerja di rumah saya, sebagai pelayan lagi." Galuh menggelengkan kepalanya seakan tak percaya.Stecy hanya bisa berusah
Dalam hidupnya, Stecy tak pernah menyangka akan bekerja sebagai seorang pelayan di rumah seseorang. Terlebih lagi di rumah seorang pria pongah yang tak di sukainya. Sikap angkuh Galuh tanpa sadar membuat Stecy sedikit membencinya.Tersenyum geli Stecy menggelengkan kepalanya, masih tidak percaya nasib hidupnya akan berakhir seperti ini.Tapi ya mau gimana lagi, kalaupun pulang ke rumah pasti dia akan di paksa mamanya untuk bekerja di sana lagi. Dan berakhir bertemu dengan si bos genit yang terakhir kali hampir ingin memperkosanya.Stecy menggeram marah kala mengingat kejadian waktu itu dimana ia hampir menjadi korban dari kegilaan bos genitnya. Hal itulah yang membuatnya dengan segera mengambil cuti dan lekas pergi ke rumah bibinya.Sampai sekarang hal ini belum sedikitpun Stecy ceritakan pada orang-orang terdekatnya. Kepada bibi Mutia dan Galuh Ste
Pada akhirnya aku kembali memasak ulang untuk makan malam si pria pongah menyebalkan itu. Huffhh!Tak ku sangka jika seperti ini hasilnya dari ulah kejahilan ku. Dan aku pun mau tak mau harus kembali membuatkan makan malam untuknya.Tadinya sih aku ingin membuatkan nasi goreng untuk makan malamnya Galuh. Tapi dengan cepat pria itu menggeleng dengan alasan bosan.Galuh bilang kalau hampir setiap hari nasi goreng adalah menu andalannya ketika lapar melanda.Seketika ide jahil untuk mengerjai Galuh pun terlintas di kepala Stecy. Ia ingin membuat nasi goreng dengan alasan bahwa ia lupa jika Galuh menolaknya.Tapi saat hendak melakukan niat jahilnya itu, tiba-tiba saja Stecy teringat akan kejahilannya yang tadi berakhir sengsara.Oh tidak! Stecy tidak ingin kalau harus menghabiskan nasi goreng buatannya nanti. Tadi aja hampir dia dipaksa untuk memakan makanan gosong yang sengaj