Rara memandang bola mata suaminya dengan dingin dan datar, luka hati masih ia rasakan.Rara duduk di sofa, diikuti oleh Wira yang kemudian duduk di hadapannya terhalang oleh meja kaca."Mau ngapain, Mas? kamu lapar mau makan? ke dapur aja di sana ada makanan kamu tinggal hangatkan."Wira mengusap wajah sedih melihat luka batin istrinya, jika bukan lelaki ingin saja ia menangis meratapi nasibnya ini."Bukan itu, Ra.""Lalu?" Rara memandang wajah murung suaminya, ia faham betul jika Wira sedang dalam masalah dan tidak baik-baik saja."Aku ... aku minta maaf."Lidah Wira mendadak kelu, rasanya tak pantas kata itu ia ucapkan, karena semuanya percuma takkan bisa mengobati hati Rara."Minta maaf atas apa?" tanya Rara tanpa menolehnya."Atas pengkhianatanku, juga atas perpisahan kita."Mata Rara mulai menghangat, bola mata bening itu kini mulai berkaca-kaca.Cinta, sayang dan benci bercampur jadi satu di hatinya, entah mengapa sangat sulit menghilangkan rasa yang sudah melekat lima tahun lam
Rara berbalik badan, mata pucat itu menatapnya sedikit tajam."Engga! Kamu berzina dengan perempuan itu hingga hamil, lalu sekarang seenaknya mau kembali padaku? enak betul kamu!" sentak Rara lalu ia menyeringai sinis.Wira menunduk dalam, hatinya dilanda rasa gelisah dan penyesalan."Tapi aku nyesel, Ra," jawab Wira masih menundukkan wajah.Malu sebenarnya mengatakan hal ini, tapi bagaimana lagi dari pada ia memendam rasa itu sendiri."Nyeselmu ga ada gunanya, sekarang lebih baik lepaskan aku, biarkan aku hidup bebas meraih kebahagiaan di luar sana, dan jangan pernah berfikir untuk kembali lagi."Sambil menahan air mata Rara melangkah menjauh, hatinya perih saat bibir tipis itu mengucap kata perpisahan, sedangkan dalam hatinya masih ada setitik cinta yang enggan musnah."Rara!" teriak Wira sambil menyusul.Kini mereka saling berhadapan."Aku minta maaf, aku harus gimana supaya kamu mau memaafkan," tutur Wira dengan raut penuh penyesalan.Rara menyeka air mata yang menetes ke pipi puc
"Kok diem? Ayo, katanya mau salat," titah Rara sedikit membentak.Wira menyeringai seperti orang bo_d*h lalu berkata. "Emang bisa ya salat tanpa kopiah?"Rara mengembuskan napas jengkel."Ya bisa dong, gimana sih kamu ini gitu aja ga tahu. Sana minggir! Lemarinya mau aku rapikan lagi."Akhirnya pria jangkung itu yg takbiratul ihram, setelah rujuk ponselnya berdering lagi, tak ingin Wira terganggu lantas Rara membawa ponsel itu keluar.Ia pun mengangkat panggilan dari Diandra."Halo, Mas, ini udah sore kamu kapan pulang sih?" tanya Diandra dengan nada ketus.Hatinya jengkel, karena sejak siang ia jadi bahan gosip teman-teman mama mertuanya yang sedang asyik arisan di appartemen mewah itu."Mas Wira lagi salat ashar, jangan ganggu dulu," sahut Rara, membuat panas hati Diandra.Hatinya merutuk, mengapa Mas Wira harus ke sana? bukankah tadi ia bilang mau mencari pekerjaan? awas kau, Mas, siap-siap saja pulang ke rumah langsung kuhajar dengan kata-kata pedas."Awas ya kalau elo kecentilan
"Kurang ajar!" teriak Rara.Plakk!Akhirnya satu tamparan melayang ke pipi kinclong Diandra, menimbulkan jejak merah membara, pun dengan pipi sebelah kiri Rara yang tak sama merahnya, juga di sudut bibir menitik setetes darah."Dasar penggoda! Lont*!" teriak Diandra lagi, sukses membangunkan Wira yang tengah tertidur lelap."Ada apa ini?" tanya Wira dengan dada deg-degan, mata merahnya memandang Diandra dan Rara bergantian."Kamu, kamu kenapa, Ra?" Wira berlari menghampiri istri yang sudah ia talak dua Minggu yang lalu."Ditampar sama perempuan itu," jawab Rara sambil menunjuk gundik suaminya.Seketika rahang Wira mengeras, dadanya bergejolak tak terima istrinya diperlakukan kasar bak seorang penjahat."Wira! Dia itu penuh topeng, jilbabnya ini cuma buat nutupi kebusukannya aja tahu ga!" teriak Diandra, sukses mengalihkan perhatian pejalan kaki yang lewat."Diam! Kamu yang penuh topeng!" teriak Wira berhasil membuat Diandra bungkam."Kamu tampar istriku sampai berdarah gini? ga ingat
"Tanya aja sama orangnya." Wira mendengkus lalu melangkah keluar kamar, di depan pintu lelaki bermata jernih itu berbalik lalu berkata."Awas ya kalau kamu macam-macam atau berbuat kasar lagi sama Rara, aku ga segan-segan usir kamu dari sini!"Diandra menatap penuh kecewa, lelaki yang dulu begitu memujanya, kini telah banyak berubah, fikirannya melayang memikirkan cara agar lelaki itu tunduk kembali padanya.Segerombolan wanita berhijab syar'i mengetuk pintu rumah Rara, Wira yang sedang di ruang tamu pun terpaksa membukanya."Assalamualaikum, maaf apa Rara ada di rumah?" tanya salah satu diantara mereka."Wa'alaikumus'salam, ada di kamarnya, bentar aku panggilkan dulu."wanita berjumlah empat orang itu mengangguk semua, dan menunggu di teras lumayan lama."Maa syaa Allah, Aisyah, Fatma, Khalila, Zulfa." Rara menyebut teman pengajiannya satu persatu, lalu mereka saling merangkul karena rindu."Ayo masuk, suamiku udah ke atas kok."Mereka masuk dan duduk di ruang tamu, sementara Rara ke
"Elo bilang apa sama Wira?!" tanya Diandra melalui sambungan teleponIa sampai pergi ke gudang belakang demi untuk menghajar mantannya yang rese itu via telepon, kalau bertemu langsung ia takut semua akan ketahuan."Gue ga ngomong apa-apa, cuma keceplosan," jawab Kevin santai seperti di pantai.Diandra mulai resah tak karuan, kenapa lelaki setengah bule ini harus kembali ke Indonesia? padahal beberapa tahun ini Diandra merasa aman hidup jauh darinya."Keceplosan apaan emangnya?! Jangan macam-macam Lo ya."Diandra berbisik dengan nada geram, jika lelaki itu ada di depan mata, mungkin ia sudah mencakar wajah bulenya habis-habisan."Udahlah, ga usah dibahas gue capek." Lelaki di seberang sana terdengar menguap.Tentu saja Diandra jengkel di buatnya."Cepet katakan, Kevin! Lo ngomong apa sama Wira?!" teriak Diandra kalap.Dadanya ngos-ngosan menahan amarah yang membuncah."Gue cuma bilang anggap aja anak itu anak Wira, makanya kalau punya hape itu di password biar suami Lo ga bisa ngutak-
"Jangan macam-macam, Kevin! Gue bisa nekat akhiri hidup lo kalau sampai berani ngelakuin itu," ancam Diandra penuh emosi."Terus aku harus takut gitu? sebelum mati gue pastikan Vidio ini sudah sampai ke WA Wira, gimana?" tanya Kevin memberikan penawaran.Diandra mendongkak dengan rahang mengeras, tak menyangka akan seperti ini efek buruk pergaulan bebas di masa lalunya.Aku harus gimana?Haruskah kuturuti semua maunya?Tapi aku tak bisa, bagaimanapun juga aku tak ingin buat Wira kecewa.Hatinya terus berkata-kata."Diandra, kok diem? udah jangan banyak mikir ini yang terakhir kok, abis ini lo bisa hapus Vidio yang ada di kamera gue, atau lo boleh cek hape gue, pastiin semuanya bersih," ujar Kevin.Diandra masih bungkam tak kuasa mengiyakan ajakan lelaki yang menurutnya kurang ajar itu. Karena hati yang terdalamnya menolak mentah-mentah.Tapi di sisi lain Diandra juga takut dengan ancaman lelaki blasteran itu, ia tak ingin suaminya tahu bahwa dirinya pernah menjadi pekerja s*ks komers*
"Diandra! Begini ternyata kelakuanmu di belakangku hah?!""Kamu bilang mau nginap di rumah Mama dan Papamu, tahunya malah menginap di hotel dengan lelaki ini!"Teriakkan itu sontak membuat leher Kevin dan Diandra berputar, wanita yang mengenakan dres longgar selutut dipadukan dengan cardigan warna senada itu terperangah.Tubuh Diandra bergetar menatap sosok lelaki di hadapannya."Wi-wira," gumamnya sambil menutup mulut dan dada."Kamu menjijikan, Diandra!" teriak Wira, untung saja di sekitar tak ada orang yang lewat.Sementara Kevin hanya diam dalam kepasrahan, menjelaskan pun ia merasa akan percuma, Wira pasti takkan percaya."Engga, Wira, semua ini ga seperti yang kamu fikirkan," tutur Diandra sambil menghampiri dengan langkah pelan.Sementara Wira mematung penuh amarah, tatapannya tajam seperti singa yang hendak menerkam mangsa.Rahangnya mengeras, disertai dengan kepalan tangan yang makin menguat."Wira, aku ... aku emang mau ke rumah Mama tapi di jalan Kevin nelpon ngajak ketemu