"Aaahh... !! Siapa kamu?!" Terdengar teriakan Heru disusul oleh jeritan Helen.
"Mas Heru?! Jadi ini Mas Heru? Maafkan aku, Mas. Aku kira Aji."
Beberapa orang polisi masuk sambil menodongkan senjata ke arah kakak beradik itu.
Helen berjongkok disamping Heru yang terkulai lemas bersimbah darah. Sementara tangan kanan wanita itu masih memegang pisau.
"Jangan bergerak!" perintah salah satu polisi yang memegang senjata.
Helen menoleh dengan tangan gemetar.
"Aku tidak sengaja melakukannya. Dia kakakku, mana mungkin aku melukainya." Helen mencoba membela diri ketika dua orang polisi mendekatinya.
"Nanti bisa dijelaskan di kantor, Nona!"
"Lepaskan aku! Aku tidak salah! Mereka yang salah sudah menculik dan menyekap kakakku!" Helen berontak ketika tangannya diborgol.
Sementara tubuh Heru segera diamankan dan tak lama kemudian datang ambulance yang segera membawanya ke rumah sakit terdekat.
Fanno dan Aris juga Ardian menyaks
nding"Sah!" ucap para saksi serempak."Alhamdulillah," gumam Laila sambil menoleh ke arah Rani.Hari ini, setelah menunggu masa iddah Rani selesai ditambah lagi persiapan beberapa minggu, akhirnya Aji resmi menghalalkan wanita itu untuk yang kedua kalinya.Akad nikah dilaksanakan di rumah Papanya Fanno yang selama ini menjadi kediaman Rani. Tidak banyak yang hadir sore itu, hanya kerabat dekat saja dan acara pun dilaksanakan sangat sederhana."Selamat, ya, Bun. Mungkin saat ini akulah orang yang paling bahagia." Laila memeluk Rani dengan kebahagiaan yang tidak bisa digambarkan."Makasih, sayang." Rani balas memeluk anaknya.Laila kemudian beralih menghampiri Aji."Alhamdulillah, akhirnya cucu kalian akan lahir dengan kakek dan nenek yang lengkap." Laila mengusap perutnya yang sudah terlihat agak besar.Bulan ini sudah genap 6 bulan kandungan Laila. Aris tersenyum sambil ikut mengusap perut istrinya, m
"Laila, sayang! Cepetan dong. Aku sudah telat nih," teriak Aris dari dalam kamar sambil menggendong Ariel yang kini sudah 1 tahun lebih 4 bulan. Pria itu mendongak ke luar kamar."Iya, bentar, Kak. Sedikit lagi, nih," jawab Laila dari arah dapur."Ada apa, sih, pagi-pagi teriak-teriak?" Ajeng datang dari arah kamarnya."Aris sudah telat pergi ke kampus, Ma. Aril enggak ada yang jagain.""Loh, Laila kemana?" Ajeng mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar."Di dapur, lagi nyiapin bekal buat aku," jawab Aris cengengesan."Ya sabar dulu, dong. Sini , anak gantengnya main sama Oma dulu ya. Papa kamu itu udah punya junior juga masih teriak-teriak kaya anak SD," omel Ajeng sambil mengambil alih Ariel dari gendongan Aris.Sejak tahu kalau Ariel adalah cucu kandungnya, Ajeng makin sayang pada bocah menggemaskan itu. Waktu luangnya dia gunakan untuk memanjakan Ariel.Ajeng membawa cucunya keluar dari kamar, meninggalkan Aris yang segera
Ekstra Part 2"Ma-maksudnya, Bunda hamil?" Laila bertanya dengan suara bergetar."I-iya.""Alhamdulillah, Laila seneng mendengarnya, Bun.""Tapi ... Laila .... ""Tapi apa, Bun? Kok, Bunda seperti yang tidak senang?""Bukannya tidak senang, tapi 'kan Bunda sudah tua, sudah punya cucu. Masa punya bayi lagi.""Ya ampun, Bunda ini lucu. Anak itu 'kan rezeki, Bunda harus seneng.""Ya udah, Bunda cuma mau ngasih tahu itu saja. Ariel sehat 'kan?""Alhamdulillah Ariel sehat, semuanya juga sehat.""Alhamdulillah, assalamualaikum.""Waalaikum salam," jawab Laila sambil menyimpan kembali ponselnya."Ada apa?" Tanya Aris setelah Laila selesai."Bunda hamil. Tapi sepertinya beliau tidak senang, katanya karena dia sudah tua.""Kehamilan di usia 40 tahun ke atas memang rentan. Tapi bagaimana pun Bunda kamu harus siap. Ini tugas kamu untuk membuatnya percaya diri." Ajeng mengusap pu
kstra Part 3"Aku kira selama ini kamu menghindar karena kamu tidak mau pacaran, Ris." Raut wajah Zara berubah sendu, "Makanya aku bilang sama Mami dan Papi kalau aku beruntung banget," lanjut wanita itu."Sekali lagi, maaf Zara. Saya juga minta maaf sama Om dan Tante. Saya menganggap Zara sama seperti teman-teman yang lain dan saya tidak pernah bersikap berlebihan pada siapapun karena saya sudah punya istri."Zara bergelayut pada lengan Maminya, wanita itu jelas kecewa dan campur malu tentunya."Om dan Tante juga minta maaf, atas kelancangan kami barusan. Sungguh, ini kami telah salah faham." Papinya Zara merasa tidak enak pada Aris dan keluarganya."Tidak apa-apa, Tuan. Ini juga mungkin salah Aris yang tidak berterus terang tentang pernikahannya." Papanya Aris melangkah maju sedikit."Kalau begitu kami permisi," pamit Papinya Zara.Ketiganya hampir saja meniggalkan tempat itu ketika Fanno dan Lintang datang.
Selesai mandi dan berpakaian, Aris keluar kamar mandi dan begitu saja Laila masuk untuk mandi. Pria itu sempat mengernyit melihat Laila seperti yang terburu-buru masuk kamar mandi.Biasanya wanita itu menggodanya setiap kali akan masuk kamar mandi."Yakin tidak mau mandi ulang?" goda nya dengan kerlingan nakal.Setelah itu, jika Aris sedang tidak buru-buru pergi ke kampus, ia memilih menerima tawaran istri cantiknya itu.Tapi kali ini, boro-boro menawarkan mandi bareng, masuk dan menutup pintu saja dilakukan wanita itu dengan terburu-buru.Aris hanya bisa mengacak rambutnya kasar lalu melangkah menuju ujung kasur. Untunglah, wanita itu masih mau menyiapkan baju ganti untuknya. Itu artinya, Laila masih ingat kewajibannya.Hingga waktunya makan malam, Laila masih enggan bicara. Selama berada di meja makan, tak sepatah katapun keluar dari mulut Laila. Ia masih mau mengambilkan makanan untuk suaminya meski dalam keadaan tidak bersuara.Se
Hari ini Aris tidak kemana-mana, selain memang tidak ada kepentingan pergi ke kampus, ia juga ingin menyelesaikan permasalahan salah faham tentang Zara.Sengaja Aris mengajak Laila ke luar, maksudnya supaya leluasa bicara tanpa sungkan karena ada Ajeng.Laila awalnya menolak, tapi jika dipikir lagi masalah ini memang tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.Aris memilih tempat yang nyaman, selain untuk makan juga supaya Ariel bisa bermain.Tapi ternyata sepertinya makan di luar juga tidak tepat, karena tidak ada waktu untuk mereka ngobrol."Maaf, Kak, jangan bahas apa pun saat ini. Aku harus fokus jagain Ariel," tolak Laila ketika Aris bilang minta maaf atas kejadian kemarin. Sedangkan Ariel yang baru bisa berjalan aktif ke sana ke mari perlu diawasi.Pria itu mendesah kesal karena Laila cenderung menghindar. Sebenarnya bisa saja mereka berbicara sambil menjaga Ariel, toh anak itu anteng bermain.Aris hanya bisa pasrah, sebenarnya dia tid
Sore itu Rani baru saja selesai mandi ketika anak cucu dan menantunya datang. "Kalian datang, kok, enggak ngasih kabar, sih. Jadi Bunda enggak masak," kata Rani sambil mengambil Ariel dari gendongan Laila. "Tenang aja, Bun. Laila tadi mampir beli makanan banyak. Katanya sekalian pengin makan bareng Ayah dan Bunda." Aris mengangkat kantong plastik yang ia tenteng lalu meletakkan di atas meja. "Ya ampun banyak banget, Laila," Rani kaget melihat makanan yang Aris bawa ternyata banyak. "Sengaja, Bun. Kata Ayah 'kan sekarang Bunda lagi enggak suka masak. Jadi aku sengaja bawa yang banyak." "Kalau begitu, telepon Ayahmu! Nanti kalau dia keburu beli makanan 'kan mubazir." "Enggak usah, Bun. Bentar lagi Ayah pulang, 'kan? Kalau pun beliau bawa makanan, tidak usah khawatir. Ada ibu menyusui yang siap menghabis makanan itu." Aris mengusap pundak Laila sambil tersenyum dan saling menatap. "Bawaan kamu banyak banget, Laila. Seperti orang m
Di dalam penjara. Beberapa hari ini, setelah kedatangan Arya, kekasihnya. Helen selalu menuggu kabar baik dari pria itu. Ia sudah memohon pada Arya supaya membebaskan dia dari penjara. Helen tahu uang Arya banyak. Bukan hal sulit untuk menyogok petugas di penjara ini supaya mengeluarkannya dari sini. Atau setidaknya membayar orang yang bisa membantu dia kabur. Tapi pria yang dia tunggu tidak datang-datang. Helen menungggu dengan perasaan gelisah. Berbagai prasangka buruk hadir di dalam pikirannya. "Arya sangat mencintaiku, tidak mungkin dia mengabaikan aku di saat seperti ini. Mungkin dia sedang sibuk dengan bisnisnya," gumam Helen menghibur diri. Wanita itu terus memupuk rasa percayanya pada kekasihnya itu. Meskipun dalam hatinya ada perasaan tidak enak, karena tidak seperti biasanya pria itu menghilang. Teringat sikap Arya ketika kemarin berpamitan, pria itu seperti tiba-tiba berubah dingin. Padahal sebelum Helen memintanya untuk men