Entah sejak kapan Andin tak lagi menganggap hari-hari di akhir pekan istimewa. Dia sudah lupa bagaimana rasanya menikmati libur setelah lima hari dijejali berbagai macam hal yang membuat fisik dan pikirannya tegang. Alasannya yang memilih untuk menjadi pekerja lepas telah mengubah persepsinya mengenai weekday dan weekend. Dia bisa bekerja di akhir pekan, begitu pun sebaliknya. Ah, sejujurnya, dia tak benar-benar bisa disebut bekerja karena nyaris tak ada tekanan dan kewajiban di sana. Dia hanya menyalurkan hobi memasaknya. Dan juga menulis, meski mood untuk melaksanakannya jarang muncul.
Namun, semua itu sedikit berubah sejak kafe pertamanya berdiri. Dia ikut turun tangan membangun tempat itu. Tidak mungkin, bukan, dia menyerahkan pelaksanaannya tanpa adanya kontrol darinya? Walaupun orang itu Wida yang notabene merupakan asisten kepercayaannya, tetap saja dia ingin mengetahui seluk beluk usahanya, serta perkembangan ke depannya nanti.
"Kamu mau kumasakkan apa?" tanya Andin usai diingatkan pada kegiatan barunya yang rencananya ingin dia jadikan kebiasaan. Merancang menu makan untuk seminggu ke depan. Di minggu ini, dia telah bereksplorasi dengan beberapa jenis makanan Thailand, meski tidak seluruhnya terlaksana. Dan sebelum minggu ini benar-benar berakhir, dia sudah harus menentukan menu makanan lain untuk disantap. Dan tak diduga, cara ini ternyata mempermudahnya membuat daftar belanjaan."Terserah kamu saja." Desta menjawab, sepenuhnya meletakkan pilihannya pada sang istri."Jangan begitu. Kamu juga akan memakan masakanku nanti. Atau setidaknya beri aku rekomendasi. Asian? Western? African?"Sebuah kerutan muncul di kening Desta kala mendengar kata terakhir yang terucap dari bibir Andin. "Kamu tahu masakan Afrika?" tanyanya sangsi. Tentu saja. Jarang ada orang yang menggembar-gemborkan jenis masakan ini. Sangat jarang sekali.Andin tersenyum kikuk. "Nggak. Tapi, aku bisa mencari tahu,
Andin mengamati Desta yang tengah menyalakan tiga buah lilin kecil yang sengaja dia tempatkan di tengah meja makan. Matanya terus mengikuti gerak sang suami ketika pria itu berjalan ke arah sakelar lampu, mematikan sumber cahaya di lantai satu, dan hanya menyisakan lampu yang menyala redup di dapur. Kemudian, lelaki itu berjalan kembali ke ruang makan. Desta menarik kursi yang berada tepat di seberangnya, lalu mendudukkan dirinya di sana."Bagaimana? Terlihat romantis, bukan?" tanya Desta, puas akan hasil pekerjaannya. Oh, tentu saja. Dia yang menyiapkan segalanya, mulai dari memasak menu makan malam mereka hingga menata meja makan dengan dekorasi sederhana. Dia cuma meletakkan lilin-lilin kecil itu di sana, dan selesai. Makan malam romantis mereka siap dimulai.Andin terkikik geli. Dia melihat semuanya, bagaimana usaha Desta mempersiapkan semuanya. Sebenarnya, sejak awal tangannya sudah gatal ingin ikut membantu suaminya. Tetapi, lelaki itu mencegahnya dan menyuruhnya
Aktivitas Andin dan Desta di hari Minggu tak jauh berbeda dari akhir pekan mereka sebelum-sebelumnya. Pagi mereka dimulai dengan sarapan bersama, lalu berbagi pekerjaan rumah. Setelahnya, bebas mau melakukan apa. Dan karena mereka hanya tinggal berdua dan sebagian besar pekerjaan telah dikerjakan di hari sebelumnya, waktu bebas pun lebih banyak. Paling sering, tentu, digunakan untuk bersantai bersama. Seperti saat ini, misalnya. Kedua sejoli itu tengah asyik duduk berdempetan dan tampak saling menggoda.Tunggu. Saling menggoda? Benarkah?Nyatanya, hanya Desta-lah yang menggoda Andin. Pria itu sengaja menciumi leher dan pundak terbuka Andin sehingga sang istri menggeliat kegelian. Parahnya, kedua tangan Desta mendekap Andin erat hingga wanita itu cuma bisa berontak di tempat, tanpa bisa kabur."Hentikan," ujar Andin di sela-sela tawa akibat rasa geli yang ditimbulkan bibir Desta.Bukan Desta namanya bila dia langsung mematuhi permintaan Andin, apalagi di s
"Selamat pagi, Pak Desta," sapa Raya sembari menyunggingkan senyum lebarnya kepada sang atasan yang berdiri dan sedang membukakan pintu untuknya."Sedang apa kamu di sini?" tanya Desta, jelas kaget melihat keberadaan Raya di depan pintu rumahnya. Tentu saja. Dia sama sekali tak memanggil sekretarisnya itu. Begitu pun Raya yang tak mengabarinya soal kunjungannya ini. "Ada apa?" Dia kembali bertanya di tengah rasa keterkejutannya."Saya ingin menyerahkan berkas yang dikirimkan sekretaris Pak Rion untuk meeting Bapak besok. Pak Rion juga berpesan melalui sekretarisnya kalau Bapak diminta mempelajarinya dulu agar pertemuan besok berjalan lancar," jawab Raya panjang lebar. Dia lalu merogoh tas besarnya dan mengeluarkan berkas bermap hijau dari dalamnya. Disodorkannya map tersebut kepada Desta. "Ini, Pak."Desta menerima benda itu dengan perasaan campur aduk. Dia heran sekaligus bingung dengan situasi mendadak ini. "Bukankah jadwal meeting dengan Pak Rion besok setela
"Sayang," panggil Desta seraya mengikuti langkah kaki Andin menuju ruang santai. Dilihatnya wanita itu menghempaskan tubuhnya agak keras ke sofa besar di sana. Tampak gurat-gurat kekesalan di wajah cantiknya, atau mungkin cemburu, yang tak lagi disembunyikannya seperti tadi. Andin marah, tentu saja. Dia pun akan bereaksi serupa jika pria yang menyukai istrinya muncul di depan rumah mereka. Rumah ini adalah area pribadi mereka yang tak bisa seenaknya dijajah oleh tamu tak diundang."Boleh aku duduk di sebelahmu?" tanyanya yang langsung mendapat tatapan nyalang dari Andin. Wanita itu tidak menjawab. Tidak pula menunjukkan gestur penolakan. Jadi, dia menganggap Andin mengiyakannya.Dia segera mendudukkan dirinya di samping wanitanya. Ditatapnya Andin penuh sayang. Lalu, tangannya terjulur untuk menyentuh wajah Andin, tetapi dengan cepat ditepis oleh istrinya."Don't touch," desis Andin tajam. Kedua tangannya bersidekap sebagai bentuk defensi dirinya atas situasi ya
"Dia melakukan apa?" tanya Dewi tampak begitu terkejut."Datang ke rumahku tanpa diundang." Andin mengulang informasi yang baru saja disampaikannya.Seperti biasa, kegiatan rutin dalam persahabatan jarak jauh Andin dan Dewi adalah saling berhubungan melalui panggilan video setidaknya seminggu sekali. Harinya bebas. Tergantung waktu senggang yang dimiliki masing-masing dari mereka. Dan berhubung Andin merupakan seorang pekerja lepas, waktu luangnya pun tak terbatas. Ditambah Dewi yang sedang mengambil cuti panjangnya dalam rangka mempersiapkan kelahiran Blue, putri pertama mereka, waktu bercengkerama keduanya pun menjadi lebih sering. Praktis, di hari-hari kerja saat Andin sendirian di rumah, sama halnya dengan Dewi, mereka akan menyempatkan untuk bicara, entah itu lewat sambungan telepon atau bertatap muka menggunakan video call."Berani sekali dia!" seru Dewi kesal. Hanya mendengar cerita sahabatnya saja sudah membuatnya geram, bagaimana jika mengalaminya langs
"Bagaimana?" Andin bertanya dengan mata yang menatap penuh harap Desta. Saat ini, keduanya tengah duduk berdampingan menikmati makan malam di meja dapur minimalis mereka.Desta menutup mata, berusaha merasai makanan di dalam mulutnya, setelah sebelumnya tergiur akan bau yang menguar dari masakan yang tersaji di depannya. "Hmm," gumamnya seraya mengunyah pelan potongan daging berwarna gelap kaya akan rasa tersebut. "Kamu pernah gagal membuat masakan?" Dia bertanya usai menelan makanannya."Pernah, walaupun nggak sering," jawab Andin masih memperlihatkan tatapan yang sama saat memandang Desta. "Rasanya nggak sesuai seleramu, ya?" tanyanya ragu dan khawatir.Desta menoleh ke arah Andin dan memandang istrinya cukup lama. Lalu, sebuah senyum terukir di wajahnya. "Ini enak. Aku belum pernah memakan makanan ini. Apa namanya?" Rentetan kalimat itu dia ucapkan. Dia kembali menyendokkan suapan lain ke mulutnya.Helaan napas pelan keluar dari bibir Andin. Dia lega k
Jari-jari Andin menari dengan indah di atas tuts keyboard, mencurahkan seluruh isi pikirannya menjadi deretan kata yang berbaris rapi di layar laptop di hadapannya. Sesekali dia menekan tombol backspace dan mengulang kembali kalimatnya. Tak jarang dia juga berhenti sebentar untuk mencari rangkaian kata yang pas untuk dimasukkan ke dalam tulisannya.Cukup lama Andin berkutat dengan laptopnya. Sudah lumayan lama dia tak menulis. Sudah lama pula dia tak menengok keadaan blognya. Entah bagaimana kabarnya sekarang? Apakah semakin ramai pembaca, atau justru berubah sepi karena terlalu lama dibiarkan?Dia menuliskan resep masakan yang akan di masukkan ke dalam blognya. Agar lebih menarik, dia juga menambahkan cerita dibalik pembuatan makanan tersebut, serta cerita saat proses memasaknya. Tak kalah penting, ulasan dari sang suami pun dia tuliskan di sana supaya bumbu dramanya lebih terasa.Andin menutup lembar pekerjaannya ketika merasa cukup dan tak ada yang ingin dita