What is our love never went away?
________________________ “Setelah ini aku akan tetap mengawasi kalian. Statistik perusahaan harus meningkat, minimal stabil tanpa penurunan.”“Dan kau, James, aku tidak akan segan – segan memecatmu, kalau sekali lagi kau gagal memajukan keuangan perusahaan.”“Baik, Tuan. Saya akan bekerja lebih keras.”“Good. Sekarang kalian boleh pergi.”Para manajer di tiap – tiap divisi menunduk, melangkahkan kaki pergi setelah tadi menghadapi kemarahan Theo yang berapi – api. Masing – masing mereka mendapatkan tugas tambahan untuk melakukan evalusasi dan perencanaan ulang dari divisi yang mereka pegang.Theo membaca gerakan mereka yang menjauh, menunggu pintu ruang rapat tertutup, lalu perhatiannya beralih pada Amerald yang berdiam diri tanpa melakukan apa pun.“Sekarang bereskan barang – barangmu dari sini.”“Kau dipindahkan ke perusahaan cabang sebagai ketua HRD.”“Aku tidak menerima bantahan, Erald. Terima atau tidAiden mendesah lelah. “Kau berpikir terlalu jauh, Rose.” Kemudian dia berdecak tidak suka, sekaligus menatap Rose kasihan “Tunggu di sini. Jangan lakukan apa pun. Aku akan pergi mencari dokter.”Rose menelungkupkan wajah di kedua lengan, yang bertumpuh di atas lutut begitu Aiden meninggalkannya sendiri di ruang rawat. Dia menangis sesenggukan memikirkan nasib yang membelenggu dalam kenestapaan. Bagaimana bisa Theo meninggalkan darah dagingnya sebagai hadiah perpisahan?Apa yang harus Rose lakukan saat dia sendiri begitu dikuasai masygul?Haruskah dia merapah, mencari sejatinya ayah yang telah menanam benih, hingga tumbuh menjadi buah hati?Tidak.Rose menekan wajah lebih dalam. Tidak mungkin hal itu terjadi. Dia yakin Theo akan berprasangka buruk, menyebutnya pelacur murahan yang datang mengemis uang. Tidak. Rose tidak akan membiarkan penghinaan terlontar untuknya. Jika kehamilan ini memang benar, hal itu akan menjadi rahasia besar. Rose tidak akan memperkenankan Theo mengetahui a
Pantulan tubuh di depan cermin menampilkan sebuah pembuktian besar. Terdapat makhluk kecil, yang telah tumbuh cukup lama menjadi bagian dari raga dan kehidupannya.Senyum singkat Rose tersemat tatkala usapan pada perut rata menciptakan sensasi hangat.Dia mengambil napas dalam, pelan – pelan semakin menerima kondisi kacau, meski dia tidak pernah berharap akan merawat darah daginnya seorang diri.Rose sempat berpikir dia benar – benar bernasib sama seperti Bridgette, yang harus menanggung kesakitan. Mencari arah hingga begitu putus asa, dan tak bisa mengontrol perasaan hancur maupun kecewa.Seharusnya mereka berbeda. Rose menyakinkan hal itu agar tidak terjerumus dari keinginan mengakhiri hidup. Teriakan Bridgette ketika mengetahui kenyataan—sedang mengandung atas aksi pemerkosaan Xelle, masih membayang di pikiran Rose. dia tak ingin hal demikian juga berakhir padanya. Cukup di rumah sakit dia bertingkah seperti orang bodoh. Selebihny
Tiga minggu membiarkan ego menang di atas kerinduan, seperti memaksa Theo jatuh ke dasar jurang—ada begitu banyak semak belukar yang melilitnya tanpa bisa melakukan perlawanan.Theo duduk bergeming di depan laptop. Hari demi hari, hanya bisa memantau gerakan Rose dari cctv yang sudah diretas.Video tanpa suara yang tersaji di hadapannya, terkadang menghantui Theo untuk melakukan satu hal—pergi dan temui, meski itu tidak tidak pernah terjadi. Dia masih menunggu Rose menghubunginya, sekadar mendengar kelembutan yang menjadi candu. Masih menunggu, tidak peduli betapa mudah baginya meretas ponsel Rose, demi menyiram sedikit kegersangan di dalam hati.Masih setia menunggu, tidak peduli sekalipun kesabarannya tak membuahkan hasil. Wanita yang begitu diharapkan tidak pernah memenuhi ekspektasi.Semua berada di luar nalar. Seharusnya, sudah sejauh ini, apa lagi yang Theo pegang dari kata – katanya? ‘Buka pintu sekali saja, karena setelah keluar dari gedung ini. I swear to you, you’ll never
Persiapan yang sudah begitu jauh, memupuk harapan bagi mereka yang telah berjuang, melawan hakikatnya klausa—ada yang bersimbah darah, ada yang memelihara nanah hingga bersimpuh, tersaruk – saruk sekadar bisa bahagia.Secara sederhana, takdir telah mengukur sejauh mana kemampuan bertahan seseorang dengan menciptakan dua elemen gila antara singgah dan berpisah ... ketika memilih salah satu, yang lainnya akan menyebut itu sebagai keegoisan. Namun, apabila memilih keduanya, tidak sedikit ada yang mengatakan itu adalah kesusahan.Seperti hari ini, tepat satu bulan janji yang Rose ucapkan. Dia akan mempersembahkan sebuah kejutan manis kepada temannya, setelah sempat mengalami penolakan Oracle.Rose sudah berhasil. Sekarang anak itu sudah siap. Lebih dari siap saat mendengar kabar akan dijemput. Bahkan saat ini juga dia tengah berdiri beberapa meter dari ambang pintu, menghadap lurus ke arah luar. Wajah sumringah dengan raut tidak sabarnya benar – benar membuat Rose seperti manusia beruntu
“Rose, sekali lagi terima kasih. Aku tidak tahu akan jadi seperti apa hidupku tanpa bantunmu.” Bridgette memeluk erat tubuh wanita cantik, yang saat ini membalas kehangatan darinya. “Sama – sama,” bisik Rose sembari mengusap naik turun pundak Bridgette pelan. “Katakan, harus dengan cara apa aku membayar semua kebaikanmu selama ini?”Bukan hanya Xelle, Bridgette juga tidak tahan sampai yakin suaranya terdengar begitu getir. Tidak tega dia mengambil Oracle dari Rose. Tapi harus bagaimana? Bridgette tak punya pilihan. Jika dia membiarkan Oracle bersama Rose, anak itu akan kehilangan figur keluarga lengkap. Bridgette juga tidak ingin membuat Xelle dan Oracle kembali terpisah, seperti yang dulu pernah dia lakukan—menyembunyikan identitas asli Oracle hingga menimbukan konflik besar antara dia dan pria yang kini bestatus sebagai suaminya. Bridgette pernah memisahkan ayah dan anak itu sejak Oracle masih dalam kandungan. Dia tidak mau mengulang kesalahan di masa lalu. Dan kalau harus jujur,
Datang. Selamatkan aku, sebelum aku jatuh sangat jauh.________________________Setelah lama berdiam diri di balik pintu kamar Rose, menunggu perpisahan yang tersaji di depannya benar – benar bubar. Theo melangkah keluar dengan derap memenuhi keheningan, mengikuti keberadaan seseorang yang kini tenggelam ditelan badan sofa.Theo menipiskan bibir, jemarinya mengetat di tumpuan kepala sandaran sofa tempat Rose memunggungi. Sorot abu – abu yang sempat membidik Rose tajam, berubah teduh saat dia menyaksikan sendiri bagaimana tubuh ringkih itu meringkuk, menahan kesedihan dengan pandangan setengah kosong—sama sekali tidak menyadari kehadirannya di belakang.“Oracle.”Gumaman itu tanpa sadar berlomba – lomba menyadarkan Theo akan sesuatu. Rose lebih terlihat seperti pualam, yang harus diperlakukan dengan baik atau akan pecah menjadi keping – keping.Embusan napas Theo mengudara pelan. Tanpa mengatakan apa pun dia menegakkan tubuh, kemudian mengulurkan lengan demi menyentuh surai pirang Ros
Are you here for me at all?________________________ “Aku sudah memintamu untuk tidak membayar utang itu, tapi kau masih saja melakukannya!”Rose memutar tubuh Theo begitu para pria yang tak diharapkan keberadaannya pergi menyisakan manik yang saling menyorot tajam dan menuding satu sama lain.Atsmofer berselimut kalbu telah membara liar di antara mereka. Terutama satu wajah yang semula damai tampak membeku, menatap Rose dengan kelam tanpa perasaan. Rose bergerak mundur saat selangkah demi selangkah, manusia yang sering berubah sikap tanpa alasan mendekat. Terus menerus seperti itu hingga tubuh Rose menyentak dinding di belakang cukup keras.Rose diam tak bisa mengatakan apa pun, ketika terasa sapuan tangan menyugar helaian anak rambutnya ke belakang. Wajah itu memang terlampau dingin, tapi sentuhannya sungguh berbanding terbalik—penuh kelembutan dan begitu hati – hati.“Several days ago, I was so mad at you. No, not only you gave me back my money without my permission.”“Tapi aku me
“Cuma melelehkan cokelat, bukan besi. Kenapa lama sekali, Lion?” Nada tidak sabaran berulang kali memecah konsentrasi pria yang sedang sibuk mengaduk dan menekan tumpukan cokelat batang yang ditim di atas didihnya air. Ada 10 batang telah dihancurkan menjadi keping – keping untuk memudahkan kegiatan Lion. Dia membutuhkan beberapa waktu lagi menunggu sampai cokelat itu benar – benar meleleh agar bisa disajikan. Tadi, sebelum akhirnya berada di dapur. Lion mendapat panggilan mendadak yang harus diterima tanpa bisa dibantah. Pergi mencari makanan apa saja yang berbau cokelat dalam jumlah banyak. Bukan kali ini saja dia mendapat perintah tidak masuk akal, karena keanehan luar biasa yang ditemui belakangan ini sungguh membuatnya kelimpungan. Beberapa kali sempat terjadi, salah satunya tempo hari lalu dan itu berlangsung di tengah malam buta. Lion diminta pergi mencari makanan yang nyaris tak pernah tersedia di restoran Italia yang beroperasi selama 24 jam. Kala itu, Lion harus bisa mene