Share

Bab 0014

"Aku dengar William terluka, jadi datang untuk menjenguknya, tapi tolong jangan salah paham, Grace!"

Bella sepertinya memikirkan sesuatu dan menjelaskan dengan cepat.

"Ada dokumen yang harus William tanda tangani. Saat pergi ke kantornya, Pak Antony bilang kalau William terluka, bukan William yang bilang sendiri padaku."

Apa Grace sudah mengatakan sesuatu? Kenapa menyuruhnya untuk tidak salah paham?

Grace cemberut dan berkata, "Nona Bella, aku punya sedikit saran untukmu, Kalau kamu nggak mau orang salah paham, jangan lakukan apa pun yang membuat orang salah paham."

"Misalnya, kalau kamu tahu pria ini punya istri, jangan pergi ke rumahnya sendirian tanpa diundang istrinya."

"Kalaupun kamu diundang, kamu harus menjaga jarak minimal saat duduk bersama suami orang lain."

Wajah Bella menjadi sedikit merah setelah mendengar hal ini, jadi Bella langsung menepi di sofa.

"Grace, aku ...."

"Jangan panggil begitu seakan-akan kita begitu akrab saja." Grace langsung menyelanya. "Nona Bella dan aku nggak begitu akrab hingga memanggil dengan panggilan seperti itu."

"Panggil aku Nyonya Grace atau Nona Grace."

"Grace, cukup." William memperingatkan.

William melindunginya?

Grace tertawa. "Menurutmu aku keterlaluan?"

William, Grace ... Nyonya Grace benar. Memang benar aku nggak memperhatikan detail ini.

Meskipun merasa malu, Bella tidak lupa dengan lembut menghentikan kemarahan William.

"Nyonya Grace, jangan marah, aku akan segera pergi." Bella berdiri untuk pergi.

"Nggak perlu." Grace menghentikannya. "Akulah yang harus pergi!"

"Grace!" kata William lagi.

Namun, Grace terlalu malas untuk memperhatikannya dan langsung keluar dengan tasnya.

Grace masih ketakutan dengan kecelakaan mobil kemarin lusa, jadi memilih untuk naik taksi.

Kediaman Kakek Thomas dekat dengan pinggiran kota, butuh hampir satu jam berkendara untuk sampai ke sana.

Saat melihat kakeknya yang sehat sedang menyiram bunga dan tanaman di halaman, hidung Grace menjadi masam dan air mata jatuh di pipinya.

"Kakek ...." Grace tersedak dan memanggil dengan penuh semangat.

"Grace, kenapa kamu menangis?"

Thomas melempar wadah penyiram dan berjalan cepat menuju cucunya.

Hati Grace dikelilingi oleh kerinduan dan penyesalan. Saat ini dirinya tidak bisa berkata apa-apa, hanya berbaring di pelukan kakeknya sambil menangis.

Senang sekali bisa bertemu kakeknya lagi.

Grace tidak punya ayah, tinggal bersama ibunya di rumah kakeknya sejak lahir dan Grace juga menggunakan nama marga kakeknya.

Kakeknya menyayanginya sejak Grace masih kecil dan selalu menuruti setiap permintaannya.

Namun di kehidupan sebelumnya, kakeknya patah hati.

Bahkan ketika kakeknya meninggal, Grace tidak bisa bertemu dengannya untuk terakhir kali ....

"Grace, ada apa denganmu? Apa William itu membuatmu sedih?"

Thomas sangat marah dan tertekan.

Grace selalu terlihat tegar dan ceria, tidak akan mudah menangis kecuali dianiaya.

Grace perlahan berhenti menangis dan menggelengkan kepalanya. "Nggak, aku hanya rindu Kakek."

"Dasar kamu ini." Thomas agak marah dan merasa hal ini lucu. "Kalau rindu, pulang saja ke sini. Kamu sudah menangis seperti ini, apa benar-benar bukan karena William?"

"Bukan! Dia bukan satu-satunya dalam hidupku. Aku hanya merindukan Kakek!"

Melihat pesona familier di wajah cucunya, Thomas akhirnya merasa lega.

"Baiklah, kalau rindu Kakek, temani Kakek hari ini saja."

"Ya!"

Jadi selama sepanjang hari ini, Grace selalu bersama Kakek Thomas.

Menemaninya menyiram bunga, berlatih bela diri dan menulis kaligrafi bersamanya.

Meskipun Thomas sangat senang cucunya bisa menemaninya seperti ini, tapi tahu betul bahwa ada masalah antara Grace dan William.

Kalau tidak, Grace pasti sudah menyebut nama William sepanjang hari.

"Grace, beritahu Kakek apa yang terjadi dengan William?"

Grace sedang menulis kaligrafi dan bertanya dengan nada santai, "Kakek, apa Kakek akan mendukung aku bercerai dengan William?"

"Cerai?" Thomas terkejut.

Cucunya menyukai William sampai-sampai kakeknya pun iri.

Benar-benar ingin bercerai?

"Apa William menindasmu? Kakek akan memberinya pelajaran!"

"Bukan, bukan begitu!"

Di mata kakeknya, dia dan William adalah pasangan yang penuh kasih dan tidak ada alasan untuk bercerai.

Jadi Grace bertanya dengan ragu-ragu.

Melihat kakeknya sangat marah, Grace segera membujuknya, "Aku hanya bercanda!"

"Jangan lagi bercanda seperti itu!"

"Ya!"

...

Saat makan malam, Grace mengeluarkan air liur saat melihat berbagai makanan lezat di atas meja.

"Wah, banyak sekali makanan enaknya! Aku harus makan sepuasnya!"

Raut wajah Thomas penuh dengan kasih sayang. "Kamu sudah mendapatkan kembali sifatmu sebagai kucing rakus, bukankah kamu ingin diet?"

Grace memasukkan sepotong iga sapi ke dalam mulutnya dan menggelengkan kepalanya. "Nggak akan diet lagi. Kalu diet, badanku nggak akan tersisa!"

"Benar. Berat badanmu turun begitu banyak, tapi masih saja teriak mau diet!"

Mereka berdua sedang mengobrol dan tertawa, setelah itu Grace mendengar suara dari pintu, dalam sekejap ekspresinya pun berubah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status