Mengingat ia adalah mantan ketua tim basket, tentu saja itu hal yang sangat sepele.
"Mau?" Grace memberi penawaran setelah Yvan menyusul ke tribun dan duduk di sampingnya.Yvan tampak mengangguk, lalu mengambil alih minuman Grace dan mulai menyeruputnya. Sementara itu, Grace yang peka lantas menyugar poni Yvan ke belakang, lantas menggunakan ujung dasinya untuk menyeka keringat di kening anak laki-laki tersebut."Ih, di sini ada jerawat," kekeh Grace seraya menunjuk jerawat di dahi Yvan yang kelihatannya baru muncul, masih kemerah-merahan.Yvan yang diledek seperti itu tentu saja malu, ia buru-buru mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "ini minuman kok rasanya kayak umbi cilembu?""Ini rasa taro, Yvan. Sini pinjam minumannya bentar," pinta Grace, kemudian sengaja menempelkan cup minuman dingin itu pada jerawat Yvan, "ditempelin yang dingin dingin, biar tidak meradang jerawatnya. Nanti di rumah sering-sering dikompres pakai air es, sekarang pakai seadanya d"Ya sudah ... yang ketiga Selena Gomez.""JAHAT BANGET SIH!!" murka Grace, spontan mencubit lengan Marvel hingga membuat pria itu sukses berjengit"Tadi kan kamu yang minta ak-""Aku itu lagi ngetes kamu!" potong Grace ketus."Seharusnya jawabannya tetap Grace, tidak boleh diganti-ganti! Kamu tidak punya pendirian."Oke-oke, maaf ya." Marvel menghela napas panjang, berusaha untuk sabar dan tetap tersenyum, "aku ulangi ... cewek paling cantik di dunia menurut aku nomer satu Ibuku, nomer dua Bunda mertua, nomer tiga Grace.""IDIH DIH, MAKSA BANGET SIH?!""Sayang? Kok aku jadi serba salah begini?""Ya emang. Cowok kan selalu salah."Marvel lagi-lagi menghela napas, merasa tertekan dan jadi agak frustasi. Remaja puber kalau moodnya lagi kumat memang sangat berbahaya. Lebih ganas dari singa dan bahkan lebih menyeramkan dari tuyul kembar tiga."Kalau begitu, aku minta maaf ya sama kamu," tutur Marvel selembut mungkin. Grace mengerutkan ken
"lya," balas Grace sontak membuat Marvel menjentikkan jarinya penuh semangat seolah baru saja mendapat jackpot.Pria itu lantas ikut menaruh es krimnya di car seat gap, lalu bergegas membuka dashboard mobil, mengambil sesuatu yang tersimpan di sana untuk selanjutnya diberikan kepada Grace."OMG! OMG!" Grace terkesiap, spontan menutup mulutnya."Ini hape baru? Buat aku?"Marvel mengangguk."Hape lama kamu rusak karena waktu itu tidak sengaja kujatuhkan. Di kantor aku merasa risau karena tidak bisa menghubungimu. Aku tidak tahu keadaanmu, itu membuatku cemas dan tidak fokus bekerja."Tidak hanya Marvel, Grace pun juga merasa susah semenjak ponselnya rusak. Itu cukup mengganggu kegiatan kampusnya, ia jadi tidak bisa browsing materi, tidak bisa minta kirim jawaban PR Yvan, tidak bisa scroll TikTok, tidak bisa nonton drakor dan masih banyak lagi. Awalnya ia berniat untuk membeli ponsel baru dengan uang tabungannya di akhir pekan, tapi ternyata Marvel bergera
"Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan, 'kan?"Awalnya Grace terlihat ragu, namun setelah Marvel memberinya isyarat dengan anggukan kecil, ia lantas beralih menangkupkan tangannya pada wajah pria di hadapannya tersebut. Kemudian bergerak semakin dekat, mengecup samar bibir ranum yang basah karena sapuan es krim itu sebelum akhirnya kembali melumatnya dengan perlahan. Rasa mint yang menyeruak ke dalam rongga mulutnya memberikan sensasi dingin dan aneh, namun di detik setelahnya, sensasi itu berubah menjadi sesuatu yang terasa manis dan candu. Membuat Grace seakan ingin terus melumat dan menghisap. Di sela kegiatan panas itu, Marvel sempat tersenyum tipis. Grace sudah jauh lebih baik dalam melakukan ciuman yang memabukkan."Sekarang bagaimana?" tanya Marvel sembari mengusap pelan bibir bawah Grace dengan ibu jarinya."Suka, ya? Mau lagi?"Dengan malu-malu, Grace mengangguk. la lantas bergumam, "Sepertinya ini akan menjadi rasa favoritku setelah stroberi.""Apa
Marvel sekali lagi memastikan dengan bertanya, "meninggalkan Grace sendirian?""Mau tidak mau kau harus begitu." Carro menegaskan, sementara Marvel langsung terlihat tak bersemangat."Sepertinya ini akan memakan waktu yang lama. Aku tidak tega, Carro," keluh Marvel sembari memandangi gantungan casing tersebut.Carro sempat melirik Marvel sebentar, kemudian ia mulai menepuk pundak pria itu sembari tersenyum memahami, "kau sudah sampai sejauh ini. Apa kau akan berhenti hanya karena tidak tega melihat Grace sendirian dalam beberapa hari?""Bukankah kau lebih tidak tega lagi jika Grace akan sendirian selamanya?" imbuhnya dengan nada bicara yang menenangkan, berharap Marvel akan berhenti mencemaskan sesuatu yang seharusnya tak perlu dicemaskan."Marvel?"Marvel terdiam, itu membuat Carro merasa bingung."Lagipula aku akan menemanimu di sana. Kau tidak sendirian. Grace juga tidak sendirian, kan ada Yva-""MAKSUDNYA?!" Marvel langsung menginterupsi C
"Proyek ini akan dimulai bulan depan dan mungkin jadwal kita akan sangat padat nantinya."Marvel menyodorkan berkas dokumen yang sudah ditandatangani tersebut kepada Rebleza, kemudian sengaja mengulas senyum hangat seraya berkata, "jaga kesehatanmu, jangan sampai sakit.""Baik, Tuan," ucap Rebleza selagi membalas senyuman pria di hadapannya, pandangan mereka juga sempat bersirobok selama beberapa detik sebelum akhirnya Marvel memalingkan perhatian dengan berdehem pelan."Ah, Lez," panggil Marvel selang beberapa detik kemudian, "mungkin ini tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, tapi bolehkah aku bertanya?""Tentu saja boleh, Tuan. Silakan. Saya akan dengan senang hati menjawabnya." Rebleza mempersilahkan."Apa kau pernah berada dalam situasi di mana kau mudah sekali terbawa emosi, marah-marah tidak jelas, dan bahkan menangis karena hal sepele?" tanya Marvel sangat berhati-hati, sementara Sandra tampak diam sebentar untuk mencerna pertanyaannya."Saya s
"Berapa lama? Sama siapa? Rebleza?" Grace mencerca, melemparkan banyak pertanyaan interogasi. la langsung kesumat saat mendengar kata 'bisnis' yang menjorok ke arah badan pengurus inti, yang tak lain dan tak bukan adalah sekretaris-Rebleza Dale."Dengarkan aku dulu dong." Marvel mencubit gemas pipi Grace, gadis itu tampak seperti akan meledak-ledak amarahnya."Aku ke Singapura bersama Carro selama kurang lebih tiga hari, tergantung kondisi.""Syukur deh," celetuk Grace merasa lega."Memangnya kenapa kalau sama Rebleza?" Marvel memberi tatapan penuh selidik, "kamu cemburu?""Mmm ... ya ... e-anu ... tidak kenapa-kenapa sih," sahut Grace mengeles, membuat Marvel yang mendengar jadi senyum-senyum sendiri. Sepertinya gadis itu mulai posesif.Marvel suka kalau begini."Sebenarnya Paman Carro itu apa Kage Bunsin No Jutsu-nya, Marvel?" tanya Grace mengubah topik pembicaraan, kini ia membawa Carro dan jurus 1000 bayangan milik Naruto. Entah apa korelasinya
"Oke, Grace. Sekarang tidur!" Grace memperingati dirinya sendiri, kemudian bergegas menarik selimut untuk menutupi tubuhnya sampai ke perpotongan dada. la lantas berusaha mengatur napas lebih tenang, kemudian mulai memejamkan matanya. Namun ..."Tanya sekarang atau besok, ya?"Grace lagi-lagi terngiang akan suatu hal yang sejak tadi terus menerus menghantui pikirannya. la kembali membuka mata, kemudian mengambil posisi miring untuk melihat paper bag pemberian Claire yang ia letakkan di atas nakas."Besok saja deh," gumamnya, lalu menarik selimut sampai menutupi wajahnya.la harus fokus mengantuk supaya bisa cepat tidur. Tapi apa daya? Bahkan sudah satu jam berlalu, Grace masih terjaga karena rasa penasarannya belum tertuntaskan. la lantas beranjak dari kasur, kemudian berjalan menuju meja belajar tempat ponselnya berada. Apakah Marvel sudah tidur? Grace bertanya-tanya dalam hati, ingin memastikan dengan mengirimkan pesan. Kalau dibalas, berarti ia masih bangun. T
la sudah kehilangan kesempatan untuk bertemu orang tuanya lagi. Kerinduannya yang luar biasa itu pasti berujung pada kesepian yang mendalam. Meskipun sangat-sangat menyebalkan, kalau sudah begini, Grace terlihat seperti manusia paling menyedihkan yang pernah Yvan kenal."Sekarang ke makam Kalan, yuk. Keburu siang, nanti panas," ajak Grace seraya berjalan lebih dulu menuju makam Kalan, sementara Yvan mengekorinya dari belakang sambil membawa wadah berisi bunga tabur."Grace, kok ada buket bunga?" Yvan bertanya heran begitu melihat sebuah buket bunga mawar putih yang tampak masih lumayan segar. la kemudian ikut duduk berjongkok di samping Grace sambil memungut dedaunan kering yang ada di makam Kalan."Itu pasti dari Marvel," jawab Grace, sontak membuat Yvan tertegun."Kamu tahu dari mana?" tanya Yvan, lagi."Hampir setiap hari Marvel menjenguk makam Kalan. la selalu datang dengan membawa buket mawar putih, kesukaannya Kalan juga," jelas Grace, "putik maw