Meninggalkan kedua pria disana, dengan percakapan serius tentang usaha menyelamatkan biduk rumah tangga Bagas, dan beralih di suatu sisi tempat lain.
Di sebuah rumah mewah, berlantai dua dengan gaya klasik, kokoh serta halaman yang luas, seorang wanita cantik dengan penuh kebahagiaan meraih kunci mobil di atas meja."Akhirnya kau bersedia menemui ku, lihat apa kali ini kau akan bisa menghindar?." Ucap Vanessa, sembari mengusap lembut perutnya yang rata.Vanessa Aditama Prawirya, seorang wanita modis, dengan materi kelengkapan yang berjut-jut melekat di tubuhnya, setiap kali ia berdandan.Baju, tas, sepatu, bahkan mungkin juga dalaman, semuanya adalah barang-barang ekslusif terbaik di brand-nya.Sosoknya yang tegas, cantik, ramping semakin membuatnya bersinar dengan balutan barang-barang kece bade, yang akan menggetarkan jiwa-jiwa cemburu kaum hawa di sekitarnya.Maklum, terlahir dengan sendok emas di tangan memang membuatnya semakin percaya diri.Ingin ini gesek, ingin itu gesek, tak ada yang tak dia dapatkan selama itu tersedia untuk di beli.Namun, kesempurnaan dan kekuasaan mutlak memang selalu hanya milik sang pencipta. Berbeda dengan keinginannya yang selalu terpenuhi, beberapa bulan yang lalu, ketika ia mengenal sosok Bagas Pambudi, kartu ajaibnya ternyata tak dapat berbuat apapun.Bahkan, jika sosok pria tersebut adalah pekerja di perusahaan anak cabang milik keluarga Prawira, Vanesa tetap hanya bisa bermimpi, lantaran pria di sana telah memiliki seorang istri.Di awal ia berpikir untuk menyerah, namun sensasi perasaan mencintai seseorang untuk pertama kalinya, sungguh tiada tandingan.Rasa cintanya menggebu dan menderu hebat, seperti ombak laut selatan yang tiada bandingan.Vanesa benar-benar terjerat dengan pesona Bagas yang baik, santun dan mudah bergaul.Senyumannya yang hangat, mampu melelehkan hati Vanesa yang acuh tak acuh, serta membuatnya kehilangan akal.Hingga pada akhirnya ia meminta izin sang ayah, untuk di pindahkan ke kantor cabang, di mana Bagas juga bekerja.Dan dari sinilah, awal mula kejadian itu terjadi.Vanesa yang tak lagi bisa membendung rasa cintanya untuk Bagas, kembali menyatakan perasaan itu dengan lugas.Bahkan dengan terang-terangan mengatakan, bahwa ia tak menginginkan status istri ataupun kucuran materi dari sosok Bagas.Dan lebih hebatnya lagi, Vanessa menjanjikan sebuah kesempatan emas, untuk lebih cepat naik ke tingkat atas dalam pekerjaan.Bagi wanita tersebut, harta serta materi Bagas, tidaklah sebanding dengan yang ia miliki. Dan untuk status istri, Vanessa selalu mempunyai pikiran tersendiri dalam benaknya. Sekarang mungkin menjadi sekedar kekasih itu sudah cukup, yang lain biarlah berjalan di akhir.Vanessa selalu optimis dalam apapun, bahkan untuk sisi perihal perasaan hati, wanita itu tetap memiliki kepercayaan tinggi.Seperti seekor kucing yang di cocok hidungnya dengan ikan asin, Bagas menjadi kelimpungan.Membayangkan pangkat, wanita dan petualangan yang menggiurkan, akhirnya ia goyah serta menyetujui permintaan dari wanita tersebut.Sekedar bersama, saling memberi perhatian, tambahan belaian keindahan yang menantang, tanpa menuntut waktu dan materi, dan berbonus naik pangkat, siapa yang akan melewatkan kesempatan?.Jiwa Bagas yang meronta, pada akhirnya di lepas dari belenggu, dan gayung pun bersambut.Sejak saat itu kisah penjahat biru, yang mencuri pengkhianat abu-abu pun, mulai menggoreskan kisahnya.Hebatnya Bagas, ia tetap bisa tenang dalam keseharian di rumah, tetap mesra dan peduli untuk sang istri.Dan dengan hadirnya kisah dirinya dan Vanessa, ia juga lebih giat dalam bekerja.Sungguh dunia Bagas, di penuhi dengan rona beraneka warna yang indah.Namun ibarat pepatah mengatakan, sepandai-pandainya tupai melompat, suatu ketika ia akan terjatuh juga. Dan sebaik apapun menutup rapat sebuah bangkai, udara akan tetap menyebarkannya.Tepatnya setelah hampir 7 atau 8 bulanan, hubungannya dengan Vanessa mulai terkuak, dan keindahan hidupnya mulai menunjukkan sisi sebaliknya.Angel menerima sebuah video dengan durasi beberapa menit, dari sosok yang tidak di kenal.Dan disana sebuah tampilan sosok sang suami tengah bercumbu bersama Vanessa, menyambangi telepon genggam wanita itu."Zeblaaaaaarrrr..."Di rumah makan Palma.Vanesa yang datang lebih cepat 10 menit, tampak tengah menikmati minuman dingin yang ia pesan.Maklum dengan rasa gerogi yang ia miliki, tenggorokannya seolah jauh lebih cepat kering.Bahkan belum sepuluh menit ia duduk di sana untuk menunggu kedatangan Bagas, minuman dingin yang ia pesan telah tinggal sepertiganya saja."Kau sudah datang." Sapa nya lembut, ketika melihat sosok Bagas mendekat."Mengapa tidak memesan ruangan pribadi?." Tanya balik Bagas dengan datar, sebagai tambahan, rasa kurang puasnya untuk wanita itu.Sebenarnya tadi ketika baru datang, Vanesa hendak memesan ruangan pribadi untuk mereka.Akan tetapi, entah mengapa ia urungkan itu.Vanesa tidak tersinggung dengan perkataan Bagas barusan, ia hanya tersenyum kecil dan menjawab."Baik...kita pindah."Setelah memanggil pelayan rumah makan, dan memintanya mengatur ruangan khusus di sana, keduanya dengan dipandu pelayan tadi, menuju ruangan khusus rumah makan tersebut."Ingin memesan apa?, apa aku yang
"Mengapa kau lakukan itu?, apa tujuanmu?."Suara Bagas terdengar dalam, serta penuh penekanan.Vanesa terkejut sejenak, namun dengan cepat berusaha menghilangkan perasaan takut yang mulai hadir di hati, dan kembali berkata. "Apa lagi?, aku cemburu melihatmu begitu perhatian kepadanya."Vanesa mengakui itu tanpa menutupi sama sekali."Aku pikir semua akan baik-baik saja, selama kau memberiku sedikit perhatian, tapi Aku ingin lebih, aku menginginkan yang sama seperti dirinya."Mendengar perkataan itu, Bagas melebarkan mata tak percaya, ada kemarahan semakin membesar dalam hatinya.Kemarahan untuk sosok di depannya, dan kemarahan untuk diri sendiri. Ia menyesal telah bermain api dan telah tergoda, untuk datang ke sangkar madu Vanesa."Bukankah di awal kau tidak menyebutkannya, mengapa sekarang jadi seperti ini?." Bagas."Iya..Aku tahu semua memang salahku. Tapi kenyataannya, aku semakin menginginkanmu." Vanesa.Wajah itu berusaha dengan kuat menjadi tetap tenang, sehingga yang tersampaika
"Mari kita akhiri semuanya sampai di sini, aku tak bisa melihatnya menangis lagi." Lanjut Bagas, sembari hendak berdiri dan beranjak pergi dari sana.Semakin lama ia di sana, semakin mungkin untuk lebih membenci wanita itu.Vanesa yang melihat gelagat Bagas, segera meraih tangan itu dan kembali berkata. " Lalu...lalu bagaimana dengan aku?, aku juga bersedih dan menangis, apa itu tidak berarti untukmu?."Tangan Vanesa memegang kuat pergelangan tangan Bagas, ia tak ingin pria itu beranjak pergi."Jangan membuat segalanya semakin sulit, sejak awal semuanya salah, kita berdua yang salah, dan..." Suara Bagas terjeda sejenak, seolah ia tengah membawa beban berat yang sulit ia tanggung."Dia belum memaafkan ku." Tambahnya lirih.Mendengar perkataan tersebut, Vanesa merasa lucu dalam sekejap. Di sini dirinya seperti pengemis memintanya untuk tinggal, sementara Bagas bersikukuh untuk segera pulang, dan mengemis pengampunan dari istrinya.Apakah ia yang seorang Vanesa Prawirya kalah dengan sosok
*Kembali ke cerita*Di dalam salah satu kamar rawat inap rumah sakit, Angel tergolek lemas di atas ranjang.Matanya yang tampak sayu, seolah enggan menatap apapun yang berada di sekelilingnya, terutama untuk sosok yang kini duduk dengan wajah memancarkan kecemasan untuk dirinya.Bagas sampai disana, setelah pihak rumah sakit atau lebih tepatnya Handoko mengatasnamakan dirinya sebagai pihak rumah sakit, dan memberi kabar tentang hal yang menimpa wanita tersebut.Handoko mendapat nomor Bagas, dari ponsel Angel, yang mensepesialkan kontak miliknya dengan id kontak "Husband" di sana.Namun, keistimewaan nama itu tidak lagi dapat menjamin, kehangatan di antara mereka ke depan.Pasalnya, meski wanita itu telah siuman ia masih bungkam untuk suaminya tersebut."Cekleek." Pintu ruangan di buka dari arah luar.Hanum dan Hartono segera menyeruak masuk, dan mendekat kearah ranjang.Hanum sudah tak tahan dengan air mata yang mulai merembes, terlebih melihat keadaan dan ekspresi sang menantu, yang s
"Apa yang kupikirkan Bu?, Apa aku salah, bahwa ibu dan ayah telah mengetahui segalanya?, Apa aku salah bahwa kalian semua berbohong kepadaku?."Angel terisak dengan rasa sakit yang tampak nyata, bahkan kepedihan itu jelas tergambar dari setiap gerak tubuhnya saat ini."Aku selalu percaya kepada kalian. Bahkan setelah mas Bagas mengkhianati pernikahan kami, aku masih berusaha memenuhi kewajiban ku sebagai putri kalian. Ibu aku hancur sekarang, aku tidak bisa lagi seperti ini, aku hancur ibu..."Tangis Angel semakin pecah, selain Bagas kedua sosok disana berusaha untuk menenangkan wanita tersebut.Hingga seorang pria masuk kedalam ruangan itu, dengan seorang wanita yang tadi pagi memeriksanya.Melihat kehadiran Dokter Bagus dan perawat di sana, Bagas tersadar dan mendekat."Dokter tolong, bantu dia..." Ucapnya cepat."Saya mengerti, tolong beri sedikit ruang agar pasien dapat lebih tenang dan beristirahat."Ucap Dokter Bagus, sembari memberikan suntikan untuk Angel......................
"Tin...tin...tin..."Angel melihat dari kaca spion dengan reflek.Sebuah mobil beewarna hitam, telah menunggu giliran untuk melalui jalur itu. Dengan cepat, ia memarkir mobil pada tempat kosong di depannya, dan secara tak langsung telah memutuskan untuk mensejajarkan mobil antik miliknya, dengan dua jenis mobil lainnya yang sama."Cocok, mungkin lain kali harus lebih cepat. Toh pilihanmu juga tetap sama, berbaris dengan yang sejenis." Sebuah suara sindiran terlontar dari dalam mobil hitam, yang kebetulan juga hendak memarkir benda tersebut.Mendengar hal itu, Angel merasa aneh untuk sosok pria di balik kemudi."Apa salahnya jika kami berkumpul bersama, lagi pula ini juga karena bantuanmu yang kurang sabar." Gerutu Angel, ketika keluar dari dalam mobil.Wanita itu mengatakan semuanya untuk diri sendiri, ia tak berniat untuk membagi perkataan barusan dengan orang lain.Namun yang tidak ia ketahui, bahwa di dalam mobil merah terang yang kebetulan bersebelahan dengan mobil uniknya, seora
Setelah dari parkiran, Angel tak lagi menengok handphonenya lagi. Maklum ia masih belum terbiasa dengan lingkungan kerja sekarang, atau memahami cara kerja dan situasi grup baru tersebut.Meski Ia mendengar banyak notifikasi masuk, Angel masih enggan untuk ikut nimbrung di sana.Oleh karenanya, wanita tersebut memutuskan untuk sementara mematikan nada dering benda tersebut, dan fokus dalam urusan yang lebih penting.Hal itu juga dapat menghindari kesan buruk untuk dirinya, sebagai pekerja baru di depan semua relasi kerja, menghela nafas sejenak, memasukkan Handphonenya kedalam tas, serta mengeluarkan sebuah amplop persegi panjang, sebelum berjalan menuju ruang HRD.Namun, karena ia telah di beri tahu bahwa ia harus secara langsung datang ke kantor Presdir, Wanita itu tak membuang waktu lama untuk berada di ruangan tersebut.Ia harus segera datang ke kantor pimpinan saat itu juga, sekaligus menyerahkan surat keterangan dari Dokter rumah sakit.
Namun ketika wanita di depannya membuka suara, wajah itu sedikit menunjukan simpati. Sedikit...hanya sedikit, mungkin seukuran ujung kuku."Jadi sudah bisa kita bicara sekarang?" Anggara.Mendengar pertanyaan tersebut, dengan cepat Angel menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya dengan nyaman.Dalam barisan perkataan, ungkapan nyaman itu di tujukan untuk tampil setenang mungkin, di depan pria tersebut. Akan tetapi, bergulat penuh gugup serta rasa khawatir dalam hati."Jangan pecat, jangan pecat...jika hari ini aku selamat, mereka akan aku traktir makan sepulang kerja nanti." Ucapnya dalam hati.Ketika wanita itu merapalkan mantra tersebut, dalam kepala kecilnya sosok Rahman dan Wita melayang dengan senyum cerah di wajahnya. Ia merekalah titik figuran Dewa dan Dewi Hokky dadakan, dalam mantra doa yang Angel lantunkan.Meski pikiran Angel tidak sepenuhnya fokus, akan tetapi ketika posisi duduknya telah sempurna, dengan cepat tangannya terulur menyerahkan