"Aku membenci kalian, aku membencimu, kau buruk kalian orang-orang yang buruk.""Cluk." Suara sambungan telpon diakhiri.Angel termenung seperti patung dengan tatapan mata tertuju pada layar ponsel yang kini telah bisu.Baginya kata-kata itu seperti sebuah belati tajam yang mengoyak hati dengan kuat.Sakit, bahkan mungkin terlalu sakit untuk di ungkapkan.Angel menengadah keatas, dengan tangan lunglai memegang ponsel di pangkuan.Air mata semakin deras mengucur meski kedua katup mata itu tertutup."Mengapa semuanya harus terjadi?, bukankah dia juga terluka?, apakah kepedihannya masih kurang?, kenapa dia harus di bebani dengan lebel buruk serta egois?, harus pasrah dan terus memaafkan agar di anggap sebagai orang baik?, sepadan kah untuk semuanya?." Angel memiliki banyak pertanyaan serta rasa tidak terima dalam benak.Dari sekian yang terpikirkan, satu hal yang paling membuatnya takut untuk di terima. Apakah selama ini keluarga itu tulus kepadanya?, jika mereka tulus mengapa berusaha m
Waktu bergulir tak pernah menunggu siapapun, malam yang pekat berganti pagi hingga menjemput senja kembali, melewati detik, menit, hari, Minggu, dan berganti bulan.Dengan rutinitas pekerjaan yang padat diakhir-akhir ini, di tambah 2kali bolak-balik memenuhi panggilan sidang perceraian perceraiannya, tubuh Angel seolah menerima beban kelelahan yang berat, sehingga wajah cantik itu terlihat sedikit tirus.Tentu saja bukan tanpa alasan, di tengah proses sidang yang sedikit berbelit akibat keengganan dari Bagas berserta keluarga, Angel juga harus memperkuat kesabaran menghadapi teguran serta beberapa kata buruk dari Anggara, ketika meminta ijin keluar kantor demi menghadiri panggilan sidang.Entahlah, mungkin di kehidupan lampau ia adalah penjahat dalam sejarah kehidupan sang bos, sehingga di kehidupan ini sosok itu menagihnya balik.Bagaimana tidak, meski telah memberikan alasan kuat serta menunjukkan surat panggilan sidang secara langsung tetap saja mas
Oleh karena hal itulah, ketika tamu lain datang Angel memutuskan tidak membuka pintu, ia tak ingin lagi menjadi semakin rapuh.Bukan tidak menghargai empati mereka, namun lebih cenderung merasa takut tak bisa menjadi diri sendiri, dan kembali lemah serta berharap orang lain memahami, menghibur serta menguatkan dirinya.Angel tidak ingin lagi bergantung kepada orang lain, dan mencoba memahami, juga berjuang sendiri..........................Hari ini Angel berjalan lebih cepat setelah sidang ketiga usai.Mengingat bahwa prosesnya berjalan lancar dan sesuai harapan, entah mengapa ia tidak merasa senang seperti yang di bayangkan, ada rasa sedih serta sesak di hati yang tiba-tiba menyeruak hebat.Melihat wajah lesu dan kuyu Bagas di sana, dalam pikiran tergambar jelas bahwa seorang Angel sangat kejam untuk sosok yang pernah di cintai tersebut, bahkan mungkin bukan hanya pernah, melainkan masih mencintainya saat ini.Langkah kaki Angel setengah berlari menuju parkiran tanpa menoleh kebelaka
"Ke bandara" "Sekarang""???" Angel mengernyitkan kening sejenak, melirik jam pada pojok ponsel dan sedetik kemudian segera melempar benda kecil itu, pada tempat duduk di samping."Aaaahhhh.....Dasaaaaaarr...." Makinya keras untuk sosok pemberi pesan, sembari menyalakan mobil segera melesat pergi.Angel tak menyadari, dengan masuknya pesan dari sosok yang tak lain adalah Anggara, pikiran "nano-nano"nya beberapa saat lalu telah menghilang dan di gantikan dengan rasa kesal yang kuat.Namun anehnya dengan gerutu kekesalan yang ada, seolah sebuah semangat dan pompaan tenaga baru hadir menyelimuti dirinya, meskipun terkaver dengan rasa jengkel bahkan mungkin keterpaksaan.Angel benar-benar lupa tentang masalahnya saat ini, bahkan dia juga tak mengetahui ada sesosok tubuh berdiri mematung, memandangnya lekat dari depan pintu utama gedung KUA.Ya...Bagas berdiri di sana hendak mendatangi wanita itu, namun ketika mendengar suar
Hari-hari Angel setelah perceraian, ternyata berlalu lebih tenang dari yang di bayangkan.Rutinitasnya hampir berkutat pada satu titik yang sama. Tiba di tempat kerja tepat waktu, sesekali berkomunikasi dengan karyawan lain, menjalankan setiap tugas dengan sebaik mungkin, memesan makan siang atau menemani sang parlente makan siang atau makan malam, dan tentu saja yang paling penting masih harus terus menambahkan tingkatan kesabaran di depan sang bos.Dengan kesibukan yang sebagian besar menyita pikiran serta waktu, tanpa di sadari justru membuatnya jauh lebih cepat bisa "move on" dari kesedihan hidupnya.Jika saja orang tidak mengenal atau mengerti tentang polemik yang tengah di hadapi, mereka akan berpikir bahwa kehidupan pribadi Angel baik-baik saja.Bagaimana mungkin Angel sempat untuk mengingat kegagalannya, sekedar untuk merasa lega saja hampir tidak memiliki waktu. Kesabaran menjalankan tugas satu belum sempat di cash, perintah tidak relevan yang membutuhkan kesabaran serta per
"Haah...akhirnya aku bisa menikmati hidupku." Gumam Angel dalam hati dengan binar mata cerah, sembari berjalan mendekat kearah Anggara."Mohon di tentukan pak." Ucapnya ringan sembari menyodorkan ponsel, yang telah menampilkan beberapa foto wanita cantik."Ini Rania 19 tahun mahasiswi di kota ini, cantik, putih, tinggi 169cm. Kalau yang ini Daisy 20 tahun, putih, indo cina 168cn, mahasiswi juga, dan yang ini..." Angel terus menggeser layar ponsel serta memberikan penjelasan tentang profil foto yang di lihat, tanpa menyadari kelainan ekspresi wajah Anggara, yang kini sudah bisa di bilang hampir menempel kepadanya. "Evangeline." Jawab Anggara dengan suara sedikit dalam, ketika Angel selesai menyebut nama salah satu profil foto pada layar.Iya...Evangeline, janda cantik satu anak berpose jauh lebih berani dari yang lainnya, wajahnya cantik, dengan kulit kuning Langsat mampu membuat pria manapun bertekuk lutut."Hah?." Jawab Angel reflek seraya menoleh kearah Anggara. Tentu saja wanita i
"Njel...Apa kau percaya jika ku katakan aku tertarik kepadamu?."Angel terdiam sejenak, menatap wajah di depannya dengan sedikit raut terkejut. "Apa yang kudengar barusan?." Kurang lebih demikian makna dari diamnya.Tetapi ketika mengingat siapa Anggara, dan bagaimana kebiasaannya berhubungan dengan wanita, Angel kembali tenang dan bersikap wajar. Wanita itu mengangguk serta kembali menampilkan senyum kecil, sebelum menjawab dengan ringan. "Ya pak." Sekarang, giliran Anggara yang terdiam dan menatap serius wajah Angel dengan sorot mata tak percaya, bahkan secara reflek pria itu mengulangi perkataannya kembali. "Kubilang aku tertarik kepadamu, apa kau percaya?."Ada rasa ragu dalam baris kalimat kali ini, seperti rasa enggan, heran, dan mungkin sedikit campuran rasa "aneh" yang tak di mengerti sebabnya. Namun kapan seorang Anggara akan menjaga perkataan dan tindakan.Pria tersebut justru menatap sosok cantik di depannya lebih cermat. Sedetik kemudian, gejolak rasa ingin tahu serta se
Dan benar saja, kurang dari 2 menit dari waktu yang di janjikan, pintu kamar hotel di ketuk dari luar."Evangeline." Ucap sosok sang wanita, ketika pintu terbuka.Ia sengaja menyebut "Evangeline", untuk memperkenalkan diri seperti yang biasa ia lakukan.Anggara memperhatikan sosok di sana sejenak, sebelum berbalik masuk dan membiarkan wanita itu mengikuti.Ia sudah menebak bahwa sosok di sana adalah teman kencannya kali ini."Evangeline, Angeline." Nama itu berputar sejenak di pikiran, ketika melangkah masuk ruangan.Ada senyum sinis singkat tercetak pada bibir Anggara.Ia tak habis pikir mengapa harus memilih wanita itu dalam kencan singkatnya kali ini, padahal banyak pilihan lain yang jauh lebih baik. Anggara berjalan menuju lemari pendingin kecil, yang berada di sudut ruangan sejajar dengan tempat tidur, mengeluarkan sebuah botol minuman serta mengambil gelas kecil tak jauh dari lemari pendingin, seolah tidak memperdulikan