Untuk pertanyaan yang satu ini Chloe harap Alex bersedia untuk menjawab, karena saat itu pun Juan tidak menjelaskan lebih lanjut dan Chloe juga tidak kepikiran untuk bertanya. Benar-benar baru tercetus sekarang.
Kulit di area wajah Alex mengerut. Jemari tangan kirinya menggaruk kepala.
“Kak Alex?” desak Chloe menginginkan jawaban. “Para malaikat maut, termasuk Pak Juan, pernah hidup sebagai manusia. Lalu suatu hari dia meninggal dan karena suatu hal, akhirnya dia menjadi malaikat maut—seperti yang Kak Alex bilang. Makanya selama Pak Juan menjadi malaikat maut, dia stuck di fase terakhir dia hidup. Itu yang menyebabkan Pak Juan ngga pernah kelihatan tua. Umur berapa waktu dia meninggal di sekitar tahun 1880? 24 tahun? Apa juga yang membuat Pak Jua
Chloe berpikir. Benar-benar berpikir keras menyambungkan semua informasi yang telah didapat. Tidak peduli dengan Grace yang tengah sibuk mengoceh tentang kehebohan dan keseruan acara parade hari ini, telinga Chloe seakan tertutup rapat, sehingga tidak bisa menangkap kalimat apa pun. Bahkan buku catatan berisikan materi ujian esok hari yang terbuka di atas meja kantin asrama pun sampai terabaikan begitu saja.Jadi, Juan pernah hidup menjadi manusia pada sekitar tahun 1880—jujur Chloe masih berat untuk mempercayai satu hal itu—lalu meninggal di usia muda, tanpa Chloe ketahui apa penyebabnya. Sewaktu arwah Juan tiba di akhirat, Juan memilih untuk menjadi malaikat maut demi menebus rasa bersalahnya. Rasa bersalah atas apa? Sudah bagus Juan tidak memiliki dosa besar, tapi mengetahui bahwa dia merasa bersalah atas sesuatu hingga merelakan dirinya menjadi malaikat maut, entah kenapa terdengar sa
Chloe: Iya, Pak Juan.Membaca balasan dari Chloe yang hanya terdiri dari tiga kata, cukup membuat kedua alis Juan terangkat heran. Hanya itu? Batin Juan mempertanyakan. Juan secara tidak langsung sudah memperlihatkan pada Chloe bahwa dirinya khawatir, tapi ternyata mahasiswinya hanya membalas seperti itu? Terlebih dulu Juan menunggu—siapa tahu Chloe kembali mengirimkan chat tambahan—sebelum akhirnya Juan meletakkan ponselnya di saku celana. Namun, hingga satu menit berlalu pun tak kunjung ada tanda-tanda kalau Chloe akan melanjutkan kalimatnya. Bahkan perempuan itu sudah tidak lagi online.Juan akhirnya me
Satu hal yang ingin Juan tanyakan saat ini juga.Kenapa dua orang itu secara bersamaan mengirimkan pesan yang hanya terdiri dari tiga kata?“Kelihatannya ada suatu hal penting yang mengharuskan kamu pergi,” cetus Raline mengomentari reaksi Juan.Juan masih memandangi ponselnya. Belum tahu akan segera membalas atau ada baiknya langsung menelepon Alex saja untuk menanyakan apa maksud dari kalimatnya. Benar-benar tidak ada kelanjutannya pula. Sama saja dengan Chloe. Meninggalkan Juan dalam keadaan bingung.“Raline, saya—”“Ngga masalah, Juan. Lain kali kita bisa ketemu lagi,” janji Raline tersenyum lemah. Membuka pintu mobil, lalu benar-benar pergi hingga sosoknya menghilang di balik pag
"Shit."Juan mengumpat usai mendapati Chloe menutup telepon secara sepihak.Alex pun juga belum membalas chat darinya. Kelihatannya Alex dan Chloe memang tidak bisa disatukan, karena apabila hal tersebut terjadi, tentunya Juan akan mengalami kerepotan dua kali lipat. Contohnya sekarang. Baik Chloe maupun Alex, keduanya sama-sama tidak menjelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi. Seakan menggantung rasa penasaran Juan dengan sengaja.Juan terus menjalankan mobilnya yang telah memasuki kawasan Seirios. Melewati setiap liku jalan yang telah kembali sepi usai diserang oleh kegaduhan acara parade pekan olahraga. Sebenarnya Juan bisa saja kembali ke Seirios sore hari—karena yang dia tau, parade kali ini hanya diperbo
Juan benar.Meskipun Chloe tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Juan kala itu, tapi untuk sekarang ini Chloe memang tengah memantapkan diri untuk menghadapi ujian. Jadi, sebisa mungkin dia memohon pada seluruh ruang pikir di dalam kepalanya untuk mengunci sejenak ruang pikir yang khusus menangani segala macam pemikiran tentang Juan. Selama lima hari saja. Hanya dibiarkan fokus untuk belajar dan mengerjakan ujian. Setelahnya, barulah Chloe mempertimbangkan dengan matang apa perlu dia meminta penjelasan pada Juan terkait segala informasi yang dia dapatkan dari Alex.Entah memang sudah jalannya seperti itu atau memang Juan sendiri yang secara sengaja menghindari Chloe—sebab mungkin saja Alex sudah memberi tahu Juan tentang obrolan mereka berdua di dalam mobil, sehingga Juan takut untuk bertemu—karena selama pekan ujian berlangsung, Chloe sama
“Gimana? Apa Chloe udah mulai aksinya?” tanya Alex menyisipkan sedikit rasa simpati.Juan terlebih dulu duduk di salah satu kursi yang tersedia di lobi Gedung Malaikat Maut. Sebuah gedung yang sama rupanya dengan gedung akhirat lainnya. Putih bersih penuh dengan sekumpulan asap tipis sejauh mata memandang. Begitu kontras dengan pakaian yang para malaikat maut pakai.“Seneng lo, ya?” tanya Juan bernada sarkastis.Alex menyengir. Masih merasa tidak enak. Masih belum berani juga mengajak Juan bercanda.“Ngga taulah,” cetus Juan menyandarkan kepala dan punggung ke salah satu pilar gedung. “Lima hari ini gue benar-benar ngga ada kontak sama dia. Baru tadi waktu dia ikut ujian di kelas gue, tapi dia langsung pergi gitu aja. Ngga ada ta
Juan menggunakan waktunya untuk berpikir. Memikirkan tanggapan macam apa yang harus dia berikan atas informasi yang diberikan Ethan, karena jujur tidak pernah terbayang olehnya bahwa di akhirat pun bisa kedatangan penyusup. Terlebih ada yang janggal dengan informasi dari Ethan.“Oke,” balas Juan seadanya. “Mungkin aku perlu penjelasan sedikit.”Ethan mengangguk pelan. Sudah tahu jika Juan akan bertanya lebih jauh.“Data penting tentang kita. ’Kita’ yang kamu maksud di sini adalah malaikat maut secara umum?” tanya Juan dimana Ethan menatap sambil merapatkan bibir. “Tapi dari sekian banyak malaikat maut yang ada di sini, kenapa cuma aku yang dipanggil? Harusnya informasi penting semacam ini diinfokan ke seluruh Ketua Malaikat Maut, Ethan. Bukan cuma kamu dan
Juan langsung pergi begitu saja tanpa terlebih dahulu menemui Alex yang barangkali sedang menunggunya di lobi Gedung Malaikat Maut dengan perasaan waswas. Sengaja agar tidak memperoleh tekanan demi tekanan yang berasal dari beribu macam pertanyaan Alex terkait apa yang dibahas di dalam ruangan Ethan. Untuk saat ini, Juan benar-benar sedang tidak ingin membahas hal tersebut lebih lanjut.Benar apa yang dikatakan Alex. Ada baiknya Juan segera pulang ke asrama untuk menyiram tubuhnya dengan kucuran air hangat. Berharap dengan begitu isi kepalanya melunak, hingga akhirnya membuat Juan dapat lebih berpikir jernih dalam rangka persiapan menghadapi masalah baru yang tampaknya akan jauh lebih rumit. Namun, keinginannya itu buyar ketika tiba-tiba Juan teringat jika dirinya masih ada keperluan di gedung jurusan. Dilihatnya jam yang tertera pada layar ponsel, rupanya telah menunjukkan pukul dua siang lebih. Mem