Baru kali ini Chloe merasa tidak antusias menghadapi hari Sabtu dan Minggu. Biasanya dua hari itu dihabiskan hanya untuk berbaring di tempat tidur, membaca buku, menonton film, atau mendengar musik—hanya mendengar saja, tidak bernyanyi, karena kalau sampai bernyanyi sudah pasti Grace akan melemparinya dengan benda apa pun itu yang dia punya—namun, kali ini mau tak mau dihabiskan dengan mengikuti kegiatan pelatihan kepemimpinan yang diselenggarakan oleh himpunan. Beruntung Grace ikut. Jika tidak, pasti Chloe akan merasa bosan.
Yup. Chloe akhirnya memutuskan untuk ikut dalam pelatihan itu dan dia harus menegaskan dengan susah payah pada Grace, bahwa bukan karena kehadiran si bapak pembinalah dia menarik kembali ucapannya.
Sebanyak dua buah bus terparkir berderet di halaman sebuah vila—entah vila apa, Chloe sama sekali tidak tahu dan tidak mau tahu juga. Para anggota himpunan tampak kompak menggunakan jaket himpunan model semi parka berwarna abu
Suara Grace kembali menggema dari arah halaman vila. Meminta para peserta pelatihan untuk kembali berkumpul di aula. Chloe beserta dengan dua perempuan yang sebelumnya bersimpati padanya—Marie dan Thea—berbondong-bondong pergi bersama dengan peserta perempuan lainnya menuju aula. Rupanya mereka berdua cukup asyik juga. Lebih menyenangkan dari yang Chloe pikir. Dan, kebetulannya adalah salah satu dari mereka, yaitu Thea, juga mendaftar sebagai sekretaris seperti halnya Chloe.Sebelum agenda pemberian materi dimulai, para peserta diminta untuk terlebih dulu menyelesaikan makan malamnya. Andai para panitia acara tahu, jika materi diberikan setelah makan malam, itu justru akan membuat para peserta—termasuk Chloe—tidak akan fokus karena sudah terlanjur mengantuk.“Jangan harap di sini ada mie instan,” celetuk Grace saat Chloe tengah mengambil lauk seorang diri. Sengaja memilih paling akhir, karena malas mengantri panjang.Chloe ter
Di bawah langit malam yang menaunginya, Chloe terus melangkahkan kaki mengikuti Mike yang berjarak tiga langkah di depannya. Sengaja memberi cukup jarak, agar apabila Mike hendak bertindak macam-macam padanya, dia bisa langsung berbalik lari secepat mungkin menuju vila.Chloe berdengap ketika sadar di hadapannya kini sudah terpampang hamparan pepohonan berbatang besar serta sekumpulan semak belukar yang tampak tak terurus. Suasananya gelap, dingin, sepi, dan tentunya menyeramkan. Tidak ada tanda-tanda keberadaan anggota himpunan seperti yang diceritakan Mike sebelumnya. Suara Grace yang nyaring pun nyaris tak terdengar. Jujur sebagian hatinya menolak untuk melanjutkan. Ditambah lagi dengan semakin Chloe membawa dirinya masuk ke dalam hutan, semakin bergaung pula suara Juan di telinganya. Entah kenapa.Suara renyah patahan ranting berhasil membuyarkan lamu
Shit! Juan sontak bangun dari tidurnya. Menyambar hoodie yang tersampir di kursi beserta dengan aksesoris sabit miliknya yang tergeletak di atas meja. Untuk kali ini dia pastikan dirinya tidak lupa memakai sepatu sebagai alas kaki.Sambil mengenakan hoodie, Juan hendak terus berlari kalau saja Sam—sang ketua himpunan—tidak muncul di area kamarnya dan menyapanya.“Eh, Pak Juan, udah mau pulang, Pak?” tanyanya agak membungkuk sewaktu menyapa. “Soalnya tumben Pak Juan habis kasih sambutan ngga langsung pulang,” lanjutnya tersenyum.Juan berdeham. Merilekskan anggota
“Chloe!”Seperti biasa Grace-lah yang pertama kali menyerukan nama Chloe di kala dirinya menemukan temannya itu sedang tertimpa sesuatu yang buruk. Perempuan berjaket semi parka abu-abu itu tergopoh-gopoh berlari mendekati area batas hutan dengan sebuah senter menyala di tangannya. Disusul beberapa orang yang berlarian di belakangnya.“Ya Tuhan.” Grace menangkup mulutnya. Tak percaya.“Kamu ambil kunci mobil saya di dalam kamar,” titah Juan pada Grace. Suaranya terdengar lelah. Walau begitu, Juan masih terus berjalan dimana beberapa pasang mata menatapnya penuh tanda tanya.Grace tampak panik saat melihat Chloe meringkuk tak sadarkan diri di atas kedua tangan Juan. Belum lagi kondisinya yang begitu kotor, terdapat luka merah dan melepu
Lagi-lagi Chloe merasakan pusing yang luar biasa hebat di kepalanya. Berdenyut-denyut bagaikan tertekan oleh sesuatu yang sayangnya tidak bisa dia lihat. Penglihatannya gelap. Ada rasa panas yang tiba-tiba dia rasakan di sekitar leher bagian depan dan merambat hingga ke tengkuk. Berlanjut menjalar ke belakang kepala, lalu Chloe rasakan adanya sentuhan kasar perlahan demi perlahan bergerak menuju bagian depan wajahnya. Sesuatu itu mengusap pipinya, dahinya, matanya, dan wajah pucat Mike yang menyeringai spontan muncul tepat di depan matanya.Chloe terlonjak tanpa suara. Napasnya memburu. Jantungnya berpacu. Sedetik kemudian dia menyadari jika dirinya sudah berada dalam posisi duduk. Ketika kelopak matanya terbuka, seketika matanya langsung diterpa oleh sekumpulan cahaya terang hingga membuat pupil matanya mengecil untuk membatasi cahaya yang masuk. Beberapa kali dia mengerjap untuk memastikan bahwa apa yang
Tidak pernah sama sekali terlintas di kepala Juan, bahwa identitasnya akan diketahui oleh mahasiswanya sendiri. Memang identitas diketahui manusia bukanlah suatu pantangan bagi grim reaper. Lagi pula, kalaupun Chloe tahu, lalu dia menyebarkan fakta itu pada banyak orang, apa akan ada yang percaya? Toh yang mampu melihat Juan dalam sosok grim reaper hanyalah Chloe, karena sebelumnya dia sudah sempat meninggal dan arwahnya berada dalam tanggung jawab Juan. Terlebih Chloe juga tidak memegang bukti apa pun yang benar-benar bisa membuktikan pada siapa pun bahwa Juan adalah grim reaper. Paling-paling buruknya, Chloe dianggap sedang sakit.Lantas, kal
Chloe melangkah lambat dari arah kamar mandi. Rambut panjangnya masih basah akibat keramas. Kusut, karena tidak menemukan sisir tergeletak di area kamar Juan. Meski Juan mengizinkan Chloe menggunakan kamar mandinya, bukan berarti Chloe bisa seenaknya mengubrak-abrik lemari ataupun laci meja Juan hanya untuk mencari sebuah sisir. Jadi, Chloe biarkan saja rambutnya tergerai apa adanya.Chloe menemui Juan selagi lelaki itu sedang menyesap secangkir, mungkin kopi atau teh, di sebuah meja bermodel mini bar. Bertanya-tanya apakah dia pernah menguncir rambutnya? Sebab selama ini Chloe selalu melihatnya dengan rambut terurai. Atau, pernahkah dia memotong rambutnya? Pasti kelihatan aneh jika itu terjadi.Juan melirik kehadiran Chloe dari balik cangkir minumannya. Sedikit berpaling saat perempuan itu bergerak semakin mendekat ke arahnya. Sementara Chloe, yang masih
“Jadi, apa yang sebenarnya terjadi sama saya semalam?”“Ya ampun. Pakai dulu seat belt-mu. Perjalanan tiga puluh menit ke Seirios pasti cukup untuk jelasin semuanya,” tutur Juan yang tengah memakai sabuk pengamannya sendiri.Menyadari kesulitan yang Chloe hadapi saat menggunakan sabuk pengaman, Juan menghela napas pendek. Membuka sabuk pengamannya lagi dan menjulurkan badannya ke arah Chloe.“Minggir,” ujar Juan berniat mengambil alih sabuk dari tangan Chloe.Namun, Chloe tidak membiarkannya. “Ngga usah. Saya bisa sendiri.”Bukan bermaksud tidak menghargai bantuan yang ditawarkan oleh Juan, Ch