"Selama ini lo cuma melihat bukti kesamaan yang tampak lewat mata lo, padahal udah gue bilang, ngga selamanya reinkarnasi akan punya fisik yang sama, Ju. Para petinggi juga pernah bilang kan, kalau yang mengalami reinkarnasi tersebut pasti akan sadar—Chloe pun akhirnya sadar—tapi dia lebih pilih buat bungkam, karena dia ngga mau ngerepotin lo lagi. Dia ngga mau jadi benalu di hidup lo. Dia memilih buat hadapin iblis itu sendirian."
Juan membungkuk dalam diam. Kedua sikunya bertopang pada masing-masing paha. Kedua telapak tangannya memegangi kepala yang nyaris meledak akibat terlalu panas sewaktu menerima kenyataan yang sangat tidak dia duga. Bagaimana bisa dirinya tidak menyadari sama sekali? Di saat Chloe sudah ada bersamanya, di sampingnya sejauh ini, tapi Juan justru sibuk mempercayai ketidakpercayaannya hingga akhirnya memercayai orang yang salah.
"Oke, thanks, Grace," seru Juan segera berbalik pergi. Alex pun mengikuti."Tapi, Pak Juan—""Akan saya kabari kamu." Juan berujar selagi dirinya dengan cekatan melangkah menuju mobil Alex. Meninggalkan Grace yang masih dirundung dilema."Apa yang ada di pikiran lo, Lex?" tanya Juan memastikan. Biasanya jalan pikir Alex selalu bisa berjalan dengan baik ketika dihadapi dengan situasi sulit."Chloe bohong," cetus Alex mengutarakan apa yang dia pikirkan. "Gue nawarin diri buat ketemu jam 7, kalau misalnya dia memang berniat pergi ke rumah sakit itu untuk ketemu dokter, pasti dia bilang ke gue dan ngga perlu bohong dengan bilang mau pergi dulu sama Grace atau apalah. Dia pasti
Tidak peduli letak mobil yang asal di dalam basement, Juan segera turun dari mobilnya, dan pergi menuju area lift. Menekan tombol dengan angka lima belas dan menunggu sekian detik selagi lift berjalan naik. Berharap tidak ada penumpang lain yang menghambat pergerakan lift menuju lantai yang dimaksud.Lift berdenting. Pintu terbuka. Juan dengan cepat berlari menyusuri koridor apartemen yang sepi, kemudian berhenti tepat di depan pintu apartemennya. Tanpa perlu memasukkan pin yang menurut Alex konyol, Juan langsung memindai telapak tangannya di sebuah pemindai yang disediakan. Pintu pun terbuka."Chloe?" panggil Juan seraya mengedarkan pandangan. Namun, tidak ada tanda-tanda hadirnya seseorang di apartemennya.Hingga akhirnya
Remuk.Itu satu kata yang tepat untuk mewakili apa yang tengah Chloe rasakan di sekujur tubuhnya. Padahal baru membuka mata. Bahkan kelopak matanya saja terasa berat untuk terangkat. Terlebih ketika hendak menggeliat sedikit untuk menormalkan kembali kelenturan tubuhnya yang terasa kaku. Di situlah rasa ngilu langsung menerjang hingga ke ubun-ubun.Namun, terlepas dari semua rasa sakit itu … ada rasa nyaman. Chloe merasa hangat dan aroma di sekitar yang melesak ke rongga hidungnya berhasil menghadirkan ketenangan. Awalnya Chloe menikmati itu, tapi tak lama kemudian tersadar bahwa tidak seharusnya dia terhipnotis dan kembali memejamkan mata. Chloe harus bangun, sebab yang terakhir kali Chloe ingat, dirinya sedang tidak dalam situasi yang tepat untuk tidur.Chloe memantapkan matanya untuk terbuka. Sebuah
Setelahnya, yang bisa Chloe lakukan hanyalah tersenyum sepanjang waktu berlalu. Memperhatikan Juan yang tengah sibuk membuatkan sarapan untuknya. Seorang lelaki justru menyiapkan sarapan untuk perempuannya? Rasa-rasanya tidak ada yang salah. Dan, entah kenapa menyebut dirinya sendiri sebagai perempuan Juan … masih terasa janggal. Tidak bisa membuat Chloe berhenti tersenyum."Oke," cetus Juan selagi mencuci tangannya di wastafel. Setelah itu mengambil dua buah piring yang ada di dekatnya, lalu berjalan mengarah ke meja bar. Tempat Chloe menunggu. "Silakan dicoba."Chloe memandangi setumpuk pancake di atas piring. Setumpuk pancake yang dilumuri selai stroberi dan satu scoop es krim rasa vanila."Bukan sandwich lagi?" ta
"Siapa yang datang pagi hari begini?" tanya Chloe sembari mengecek jam dinding yang tergantung di salah satu tembok ruang tamu. Jarum panjang jam baru menunjukkan pukul delapan pagi.Juan mendesah. Masih memandangi pintu. "Siapa lagi yang tau apartemen saya?""Raline?" tebak Chloe.Sigap Juan menoleh. "Serius kamu berpikir begitu?" Kedua bahu Chloe terangkat. Merespons pertanyaan Juan hanya dengan satu gerakan. Juan kembali tersenyum tipis. "Ngga, Chloe. Ngga ada yang tau apartemen saya selain kamu dan Alex."Juan pun menghampiri pintu untuk menyambut tamunya dengan setengah hati. Akan tetapi, mengingat peran besar Alex dalam perbaikan hubungan dirinya dan Chloe, tampaknya beberapa hari ini Juan akan mencoba berperilaku lebih baik pada sang aktor.
Chloe, Juan, dan Alex keluar dari apartemen setelah Chloe selesai diobati. Memilih langsung pergi dikarenakan Chloe merasa kasihan dengan Grace yang begitu mengkhawatirkan keadaannya."Wah, cara parkir lo benar-benar jelek, Ju," komentar Alex sambil lidahnya mengeluarkan bunyi ckck saat melihat bagaimana mobil Juan terparkir di dalam basement. Dua lahan parkir yang sebenarnya bisa digunakan untuk dua mobil, kini hanya untuk satu mobil Juan saja, sebab mobilnya terparkir menyerong hingga mengambil lahan parkir di sebelahnya."Maklum. Gue buru-buru tadi malam," jelas Juan melirik sekilas pada Chloe."Iya deh, untung otak lo jalan," cel
"Lalu bagaimana rasa sakit yang suka muncul di dada kanan kamu?" tanya Juan saat tiba-tiba teringat dengan satu hal tersebut."Oh … udah ngga muncul-muncul lagi," balas Chloe sembari menyentuh bagian yang dimaksud. "Aku memang belum pernah ditembak, tapi tau kalau rasanya sebegitu sakit, kelihatannya jangan sampai aku mengalami itu."Juan memandang kosong ke depan. Bayangan masa lalunya mendadak muncul menggerayangi."Saya pastikan hal itu ngga akan terjadi lagi.""Tapi Dokter Andrew ….""Dokter Andrew?" tanya Juan merasa janggal. Tidak pernah tahu tentang nama itu sebelumnya.Chloe menundukkan pandangan. Kuku jarinya mulai beradu di atas pangkuan.
"OH, MY GOD! SERIUS LO?"Spontan Chloe menyumpal mulut Grace dengan telapak tangannya. Menyebabkan Grace hampir terjengkang ke belakang. Usai Chloe menceritakan apa yang terjadi padanya dan Juan—dan tentunya menyensor terlebih dahulu kisah-kisah yang melibatkan iblis—reaksi Grace langsung tidak terkontrol."Bisa ngga sih ngomongnya santai aja?" sahut Chloe seraya melepas tangannya, lalu kembali duduk di atas karpet di lantai kamar."Ngga bisa! Soalnya … oh, God! Gue masih ngga percaya ini," gumam Grace memegangi kepala. "Jadi kalian berdua beneran udah … ah, sial, gue … gue seneng banget!" cetus Grace melempar dirinya ke arah Chloe dan memeluknya erat.