Dua minggu berlalu dengan cepatnya. Persiapan untuk persembahan bagi sang Iblis berakhir, dan hari ini tiba saatnya Olevey menjalankan tugasnya sebagai seorang gadis persembahan. Olevey menghela napas panjang untuk kesekian kalinya. Ia memandangan pantulan dirinya pada cermin, masih ada dua orang perias kerajaan yang kini tengah bertugas merias dirinya sesuai dengan standar yang biasanya digunakan untuk merias gadis persembahan. “Rambut dan wajah Nona sudah selesai kami rias, sekarang mari kami bantu untuk berganti pakaian dan menggunakan perhiasan,” ucap salah satu perias dan membantu Olevey untuk berganti pakaian.
Olevey menahan napas saat dirinya harus menggunakan korset yang selama ini menjadi musuh bubuyutannya. Meskipun dirinya hanya akan duduk semalaman di tempat persembahan, Olevey tetap harus berpakaian secara lengkap dan sesuai dengan standar wanita bangsawan di kerajaan Xilen tersebut. Olevey bahkan merasa jika gaun yang disiapkan oleh istana terasa sangat mewah. Selama ini, meskipun Olevey adalah putri bangsawan, bahkan putri dari keluarga Duke, Olevey sangat-sangat jarang menggunakan gaun mewah apalagi gaun semewah itu. Karena jujur saja, gaun seperti itu tidak sesuai dengan selera Olevey.
Katia muncul dengan membawa sebuah kotak kecil. Katia memasang senyumannya, saat melihat Olevey yang memang sudah selesai dirias, dan tampak begitu cantik. Namun, Katia tentu saja mengerti dengan perasaan Olevey yang saat ini terlihat tidak nyaman dengan pakaian yang ia kenakan. Katia pun melangkah mendekati Olevey yang kini dibantu untuk menggunakan sepatu cantik yang tentu saja dibuat khusus untuknya, sebagai seorang gadis persembahan bagi sang Iblis.
“Nona, Nyonya Ilse meminta saya memberikan hadiah ini untuk Nona,” ucap Katia sembari membuka kotak kayu kecil tersebut.
Seketika, wajah Olevey yang sebelumnya berekspresi muram, terlihat mengembangkan senyum manis. Ya, Olevey terihat sangat senang dengan apa yang diberikan oleh ibunya. Olevey mengulurkan tangannya. Jemarinya yang lentik menyentuh sebuah kalung yang disebut sebagai tanda mata. Kalung itu, memang akan diberikan kepada seorang putri bangsawan setelah menginjak usia dewasa. Tanda mata juga diberikan sebagai perwujudan doa dan harapan yang dimiliki oleh kedua orang tua.
Sebelumnya, Olevey memang sudah memiliki tanda mata. Namun, karena berbagai alasan, tanda mata tersebut tidak lagi bisa digunakan olehnya. Olevey tidak menyangka, jika dirinya akan mendapatkan tanda mata kembali dari kedua orang tuanya. “Bukankah ini sangat cantik? Apa Nona ingin memakainya sekarang?” tanya Katia. Pelayan satu itu memang sengaja menanyakan apa Olevey ingin mengenakannya atau tidak, karena kebetulah Olevey belum menggunakan kalung yang sudah disediakan oleh istana.
Olevey mengangguk. Ia tidak merasa jika keputusannya untuk menggunakan kalung sebagai tanda mata tersebut. Toh permata kalung tersebut serasi dengan warna gaun yang ia kenakan saat ini. Katia pun membantu Olevey untuk menggunakan kalung tersebut. Beberapa saat kemudian, Olevey pun sudah sepenuhnya siap. Dibantu oleh Katia dan yang lainnya, Olevey pun turun dari kamarnya untuk segera berangkat menuju istana. Tentu saja, Ilse dan Walfred selaku orang tua Olevey akan mengantarkan putri mereka ke istana.
Tak membutuhkan waktu lama, rombongan Olevey tiba di istana yang memang sudah dipenuhi oleh rakyat yang diundang untuk menghadiri upacara pemberkatan yang akan dipimpin oleh sang Raja secara langsung. Tentu saja, anggota keluarga kerajaan Xilen juga hadir di sana. Olevey melangkah dengan begitu anggun dan membuat semua orang yang melihatnya terpukau dengan mudahnya. Karena itu pulalah, semua orang yakin jika desas-desus mengenai dirinya yang terpilih secara mutlak oleh kupu-kupu agung, adalah kabar yang benar adanya. Sosoknya memang menawan, hingga membuat semua orang yang melihatnya terpukau.
“Aku, Karl de Hartman sebagai seorang Raja di kerajaan Xilen memberkati Lady Olevey Meinhard sebagai gadis persembahan tahun ini. Semoga keselamatan senantiasa menyertaimu, hingga kamu kembali dengan membawa kebanggaan bagi keluarga dan negrimu,” ucap Karl sembari menyentuh puncak kepala Olevey yang saat ini berlutut di hadapannya.
Setelah mendapatkan pemberkatan tersebut, Olevey dibantu berdiri dan dengan sopan menunduk di hadapan sang raja yang kini memasang senyum pada Olevey. Karl lalu menatap Walferd dan berkata, “Aku sudah lama tidak bertemu dengan Olevey, sepertinyam pesta debutande dirinya adalah kali terakhir aku melihat Olevey. Sekalinya bertemu, Olevey sudah tumbuh menjadi gadis cantik yang sudah siap untuk menikah.”
Walferd tentu saja mengerti dengan apa yang ingin disampaikan oleh Karl. “Olevey masih terlalu manja, jika harus menanggung tanggung jawab sebagai seorang istri dan nyonya sebuah kediaman bangsawan,” ucap Walferd.
Karl pun tertawa. “Begitukah? Sepertinya, para pria bangsawan yang berniat meminang putrimu akan kecewa saat mendengar apa yang kamu katakan,” seloroh Karl sembari melirik Leopold yang tak lain adalah putranya yang menduduki posisi putra mahkota.
Tak lama, kini Olevey segera diarahkan untuk menuju kereta kuda dan kereta barang yang akan menuju tempat persembahan yang berada di sebuah lembah yang berada di daerah paling ujung kerajaan Xilen ini. Daerah itu selalu saja terasa dingin, dan agak gelap meskipun siang hari yang cerah. Sejak dahulu kala, dipercaya jika para iblis yang murka dan mengacaukan tatanan kehidupan manusia, selalu muncul di sana. Karena itula, lembah gelap tersebut disebut sebagai portal penghubung antara dunia manusia dan dunia iblis. Lembah Darc, itulah namanya. Lembah yang juga dinobatkan sebagai tempat persembahan dari tahun ke tahun.
Olevey tentu saja berpamitan pada kedua orang tua, anggota keluarga kerajaan, hingga Katia. Hal itu terjadi, karena pada akhirnya, Olevey akan ditinggalkan sendirian selama semalaman. Sebelum keeseokan harinya, ia akan dijemput kembali setelah tugasnya sebagai gadis persembahan selesai. Saat akan naik ke kereta kuda, Olevey dibantu oleh Leopold sang putra mahkota yang bisa dibilang sebagai teman masa kecilnya. Olevey menyunggingkan senyum manis saat dirinya sudah berhasil menaiki kereta kuda atas bantuan Leopold. Namun, Leopold terlihat sangat enggan untuk melepaskan genggaman tangannya pada Olevey.
“Ada apa?” tanya Olevey. Ia dan Leopld memang sudah terbiasa berbicara dengan santai saat mereka berbicara secara pribadi.
“Berjanjilah padaku, jika kamu akan kembali dengan selamat,” jawab Leopold dengan penuh keseriusan.
Mendengar ucapan Leopold tersebut, Olevey tidak bisa menahan diri untuk terkekeh dengan anggunnya. Hal tersebut membuat orang-orang yang melihat interaksi Olevey dan Leopold merasa terpukau. Keduanya, tampak begitu serasi jika menjadi pasangan. Mungkin, keduanya bisa dinobatkan sebagai pasangan paling memesona di kerajaan Xilen ini. Leopold mengetatkan genggaman tangannya dan berkata, “Vey, aku sama sekali tidak tengah bercanda. Berjanjilah padaku agar kamu kembali dengan selamat tanpa kekurangan suatu apa pun. Bagaimanapun caranya, kamu harus kembali karena ada hal yang ingin aku katakan padamu.”
“Ah, maafkan aku, Leo. Karena jujur saja, apa yang kamu katakan terasa sangat lucu bagiku. Bukankah kamu sendiri tau, tidak ada satu pun gadis yang kembali dengan keadaan terluka? Maka, aku pun akan melakukan hal yang sama. Aku akan kembali dengan keadaan selamat. Kamu tidak perlu ragu akan hal itu. Tentu saja aku harus kembali, karena aku ingin mengetahui apa yang ingin kamu katakan padaku.”
Setelah mengatakan hal tersebut, Leopold pun menghela napas dan mencium punggung tangan Olevey sebagai sebuah etika, lalu melepaskan tangan lembut tersebut. Tak menunggu waktu lama, rombongan kereta kuda yang membawa Olevey dan semua persembahan berangkat menuju lembar Darc, diiringi dengan doa dan harapan yang dipanjatkan oleh semua rakyat kerajaan Xilen. Tentu saja, semua orang berdoa agar Olevey bisa kembali dan membawa batu rubi indah yang menunjukkan kepuasan sang Iblis atas persembahan tahun ini. Itu artinya, negeri ini tidak akan dihinggapi oleh wabah atau malapetaka lainnya, karena sang iblis tidak akan menunjukkan kemurkaannya.
Namun, keesokan harinya tersiar kabar yang menggemparkan seantero kerajaan Xilen. Olevey menghilang! Ya, Olevey menghilang dengan semua harta yang masih tertata rapi di lembah Darc. Hanya saja, di mana sebelumnya Olevey duduk sebagai gadis persembahan, posisi tersebut sudah digantikan oleh bongkahan batu rubi yang begitu berkilau dan indah. Batu rubi terbesar dan terindah yang pernah dilihat oleh seluruh rakyat kerajaan Xilen. Batu rubi yang menjadi pertanda, betapa Olevey menjadi persembahan yang sangat dihargai oleh sang Iblis.
Leopold mengepalkan kedua tangannya erat-erat saat melihat semua harta dan persembahan lainnya yang berada di lembar Darc masih tersaji dengan rapi tanpa ada satu pun yang hilang. Ah, Leopold salah. Ada satu hal yang hilang. Putra mahkota dari kerajaan Xilen tersebut melangkah menyusuri jalan setapak yang memang disediakan untuk menjalani jalanan yang akan dilewati oleh gadis persembahan serta rombongan yang membawa persembahan bagi sang Iblis.Leopold berhenti di sebuah gazebo cantik yang memang disediakan untuk para gadis persembah
Keyakinan Leopold memang benar adanya. Tidak ada hal buruk yang terjadi pada diri Olevey. Gadis satu itu, kini tampak begitu tenang dalam tidur pulasnya. Olevey yang sebelumnya tampak gelamor dengan gaun mewah dan riasan full, kini tampak begitu polos selayaknya Olevey biasanya. Ia tampak mengenakan gaun berbahan sutra terbaik berwarna merah gelap. Rambutnya yang berwarna kecokelatan tergerai begitu saja di atas bantal empuk yang menyangga kepalanya. Benar, Olevey memang terbaring nyaman di atas ranjang luas yang memiliki empat tiang penyangga bagi kelambu merah tipis yang kini menggantung dengan anggun di setiap tiang.
Olevey membuka mata saat merasakan belaian hangat pada wajahnya. Sepasang netra emerald yang berkilauan seketika menyapa dunia yang terasa asing bagi pemiliknya. Tentu saja, Olevey masih mengingat kejadian di mana dirinya baru saja terbangun dan disambut dengan sebuah cekikan yang membuatnya kembali jatuh tak sadarkan diri. Itu benar-benar menegangkan, dan Olevey sendiri berpikir jika dirinya akan mati saat itu juga. Olevey mendesah dan memilih untuk bangkit dan duduk bersandar pada kepala ranjang. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh lehernya yang sebelumnya dicekik dengan sekuat tenaga oleh pria pemilik netra sewarna rubi.
“Apa yang sedang Nona pikirkan?” tanya Jennet membuat Olevey berjengit.Olevey menoleh pada Jennet yang berdiri di sampingnya. Olevey menghela napas panjang sebelum mengalihkan pandangannya kembali pada padang hijau yang menghampar luas. Olevey terlihat linglung. “Sudah berapa hari aku tinggal di dunia ini?” tanya Olevey pada Jennet yang sudah resmi menjadi pelayan yang akan melayaninya di dunia iblis.
“Nona benar-benar cantik. Saya rasa, Nona pasti akan menjadi sosok yang paling cantik malam ini,” ucap Jennet pada Olevey yang barusan selesai ia rias.Apa yang dikatakan oleh Jennet memang benar adanya. Hanya dengan riasa tipis, dan aksesoris sederhana, Olevey sudah tampak begitu memukau serta luar biasa. Rasanya sangat mungkin jika Olevey akan menjadi gadis yang paling cantik di tengah pesta bulan perak nanti. Ya, Olevey dirias sedemikian rupa karena dirinya akan menghadiri pesta bulan perak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Diederich sebelumnya. Tentu saja, Olevey tidak berk
Olevey menatap langit-langit yang selama beberapa hari ini selalu menyapanya ketika bangun tidur. Namun, kali ini Olevey sadar jika dirinya tidak terbangun dari tidur malamnya yang nyaman. Olevey teringat apa yang terjadi tadi malam, dan rasa dingin menguasai telapak tangan dan kakinya yang sebenarnya masih terlindungi selimut tebal yang halus. Mungkin, Olevey memang tinggal nyaman selayaknya tinggal di dunia manusia. Hanya saja, Olevey melupakan fakta, jika dunia iblis dan dunia manusia jauh berbeda. Olevey terlalu terbuai dengan keindahan yang jelas-jelas hanyalah kamuflase untuk membuat manusia terbuai. Jelas, Olevey hampir saja menjadi salah satu manusia yang terbuai.
“Bulannya sudah berganti merah,” gumam Olevey sembari melihat langit malam yang dihiasi oleh bulan sempurna yang berpendar merah. Terasa sangat aneh bagi Olevey, menayksikan saat-saat bulan yang berganti berwarna semerah darah ini. Tentu saja, ini kali pertama bagi Olevey melihat bulan yang berwarna merah. Merah darah atau merah rubi? Olevey tidak bisa memisahkan dan membedakannya. Hanya saja, warna merah itu membuatnya teringat Diederich. Olevey tanpa sadar menyentuh bibirnya dengan jemari lembutnya. Olevey menggigit bibirnya saat teringat kejadian di mana Diederich dengan tanpa
Di sebuah ranjang luas dan mewah, Olevey terbaring. Wajahnya pucat pasi, dan napasnya telihat berat. Keningnya dihiasi anak-anak rambut yang menempel erat sebab keringat dingin terus mengucur deras dan membuat rambutnya yang halus serta mengembang dengan indah, kini terlihat lepek. Olevey tampak begitu tersiksa dengan kondisinya yang tentu saja terasa tidak nyaman.Seorang pria berjubah tampak memeriksa Olevey dengan sihir yang berpendar biru gelap. Pria itu menarik tangannya dan menggeser tubuhnya. Ia membungkuk pada Diederich yang rupanya berdiri di dekat kaki ranjang. Diederich tampak cukup berbeda dengan