Share

Bab 5

Chlora meniup lilin yang ada di hadapannya. Galan, Violet, Alwin dan yang lainnya menepuk tangan dengan kencang. Chlora tersenyum dan menatap kue ulang tahun itu. Sudah tujuh tahun ia hidup di dunia ini. 

“Selamat ulang tahun yang ke tujuh, Chlora! Aku membelikan ini untuk kakak,” ucap Alwin sambil menyerahkan sebuah kotak kado.

Chlora menerima kado itu dan menepuk kepala Alwin. “Terima kasih, Alwin.”

“Saya sudah meletakkan kado-kado itu di kamar Chlora,” ucap Lucy.

Galan menunduk dan tersenyum. “Selamat ulang tahun, Chlora! Ayah dan ibu memberikan kado untuk Chlora. Chlora bisa mencari kado itu sendiri.”

Chlora mengangguk. “Terima kasih, ayah, ibu. Chlora pergi ke kamar dulu.”

“Sepertinya dia sudah tidak sabar untuk membuka kado-kado itu,” Violet tertawa.

Chlora berlari ke kamarnya dan menemukan setumpuk kado. Chlora heran ketika melihat kado yang sebanyak itu. Biasanya kado itu diberikan oleh pelayan-pelayan yang ada di kastil Beasley karena mereka tersentuh dengan kebaikan Chlora.

“Aku hanya memperlakukan mereka seperti manusia, kenapa mereka sampai seheboh ini? Ah, aku melupakan sistem bangsawan yang masih berlaku di dunia ini,” ucap Chlora.

Chlora mengambil salah satu kado yang paling mencolok dan membukanya. Ia terkejut ketika melihat sebuah kalung yang berisi permata citrine. Warna permata itu sama dengan warna matanya, kuning. Chlora tersenyum ketika melihat simbol keluarga Beasley. Ayah dan ibunya memberikan hadiah itu untuknya.

“Tidak sia-sia aku memaksa ayah untuk membeli tambang Lunar. Memang ayah adalah tipe ayah yang lemah dengan anaknya. Ia selalu memberikan apa pun yang aku inginkan.” 

Chlora memakai kalung itu. “Pantas saja sifat Chlora di novel sangat menyebalkan. Jika aku tidak mengingat kehidupan masa laluku bisa saja aku menjadi Chlora yang ada di novel.”

Chlora kembali membuka kado-kadonya. Ada buku, aksesoris, dan gaun. Chlora tercengang. “Barang sebanyak ini? Aku rasa aku harus menyumbangkannya.”

 Tangan Chlora terhenti ketika melihat sebuah jepit rambut yang memiliki bentuk bunga berwarna biru. “Wah, aku menyukai ini. Siapa yang memberikannya?”

Chlora membolak-balik kotak kado itu. Tapi tidak ada satu pun tanda pengirimnya. Chlora mendesah dan memakainya. Ia tersenyum senang. Jepit rambut itu sangat cocok dengan rambutnya yang berwarna pucat.

“Siapa pun yang memberikan jepit rambut ini! Aku sangat berterimakasih!” pekik Chlora.

Sebuah bayangan yang berdiri di dekat jendela kamarnya melesat pergi setelah mendengar itu.

*

Baru saja tadi Chlora merasa senang. Kini suasana hatinya kembali hancur melihat Shelia, Cithrel dan Michael yang tiba-tiba saja datang ke rumahnya. Pengecualian untuk Zoey, karena yang gadis itu lakukan hanyalah diam dan menonton teman-temannya.

“Selamat ulang tahun, Chlora! Ini kadoku untukmu!” Shelia memberikan kotak kado itu.

Chlora menerimanya dengan setengah hati. “Terima kasih.”

Cithrel, Michael, dan Zoey juga memberikan kado mereka untuk Chlora. Chlora memutar matanya, tampaknya anak-anak ini tidak kapok juga dengan kata-katanya. “Lebih baik kalian menyumbangkan uang kalian ke panti asuhan dari pada memberikanku kado seperti ini.”

“Kau memang orang yang sangat baik, Chlora!” puji Michael.

Entah mengapa tiba-tiba Chlora merasakan aura yang tidak enak mengelilinginya. Chlora mulai mengambil ancang-ancang. Namun, tampaknya teman-temannya itu sama sekali tidak tahu dengan apa yang dirasakan Chlora.

Cithrel mengambil sebuah kue kering dan menyodorkannya ke Chlora. Chlora dengan cepat memakan itu. Firasatnya semakin tidak enak. Chlora tersentak ketika tanah di bawahnya bergerak, seperti gempa.

“Kalian cepat lari ke bawah meja!” pekik Chlora. Pikiran Chlora tidak beraturan. Ruangan yang mereka gunakan lumayan jauh dari tanah lapang. Lagi pula anak kecil seperti mereka tidak akan bisa melompati jendela.

Dengan segala ketakutannya, Chlora berlari dari ruangan itu. Ia harus segera mencari orang untuk menyelamatkan teman-temannya. Namun entah kenapa Chlora mendapatkan nasib yang sial, tidak ada satu pun pelayan yang lewat di sana.

Chlora terkejut ketika sebuah guci besar jatuh ke arahnya. Dia berlari dan berteriak. “Astaga, tolong hentikan ini!” teriaknya.

Gempa itu langsung berhenti diiringi suara guci yang pecah. Chlora menoleh dan tersentak ketika guci itu jatuh ke arah yang berlawanan. Padahal sudah jelas tadi ia melihat jika guci itu akan jatuh ke arahnya.

Jantung Chlora masih berdegup dengan kencang. ‘Apakah ini ulah Virion? Apa ia marah karena aku sudah mengusik Shelia? Tapi aku tetap menerima hadiah Shelia.’

Virion memang baru terlihat pada umur lima belas tahun, tapi ia sudah terobsesi dengan Shelia sejak ia masih kecil. “Ah, aku harus mengevakuasi mereka terlebih dahulu. Sebenci apa pun aku kepada mereka, mereka tetaplah manusia.”

Chlora berlari ke ruangan itu dan melihat teman-temannya yang masih meringkuk di bawah meja. Chlora menghembuskan napasnya lega karena tidak ada temannya yang terluka. “Hei, kalian! Cepat ikuti aku!”

Chlora langsung berlari ke tanah lapang diikuti teman-temannya. Chlora melirik Shelia yang sedang menangis dan mengeraskan rahangnya. Namun Chlora berusaha mengontrol emosinya. “Jika aku mengatakan bahwa aku tidak ingin melihat kalian, maka kalian harus mendengarkanku! Inilah yang terjadi jika kalian memaksa untuk menemuiku!”

“Kenapa kau membenci kami, Chlora? Kau sangat baik dengan teman-teman yang lain tapi kau sangat membenci kami. Kami juga ingin menjadi temanmu,” ucap Cithrel lirih.

Chlora mendengus. “Aku tidak harus menyukai semua orang bukan?”

Zoey yang dari tadi diam berbisik kepada Chlora. “Chlora, aku rasa pelaku utamanya memang sama, tapi penyebabnya berbeda.”

“Apa maksudmu?” tanya Chlora.

“Aku rasa alur ceritanya berubah karena kau mengingat masa lalumu,” jawabnya.

Chlora menoleh dan melotot ke arah Zoey. Ah, Chlora lupa jika Zoey adalah penyihir. Tentu saja Zoey bisa mengetahui rahasianya itu. Tapi di kekaisaran ini, penyihir cenderung dimusuhi karena dianggap jahat.

“Zoey, tolong katakan pada mereka untuk jangan menemuiku lagi. Mereka hanya membuatku semakin dekat dengan kematian,” ucap Chlora sambil memegang dahinya.

Zoey mengangguk. “Aku juga tidak ingin bernasib tragis karena pemilik pedang Lazarus sialan itu. Yang dia lakukan hanyalah menghancurkan kekaisaran saja.”

“Chlora! Apakah kau tidak apa-apa?” tanya Violet khawatir dan Chlora menggeleng.

“Anak-anak, lebih baik kalian pulang sekarang. Aku rasa kondisi kali ini akan menganggu waktu kalian untuk bermain,” ucap Galan lembut.

Mereka akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Sebelum pulang, Zoey mengedipkan matanya ke arah Chlora. Chlora menyeringai, setidaknya ia memiliki simbiosis mutualisme.

Setelah menunggu beberapa waktu, Chlora akhirnya masuk ke dalam kamarnya. Lucy menunggu di luar dan Chlora menatap langit-langit kamar.

“Aku hanya ingin hidup dengan tenang, sesulit itukah untuk mewujudkannya?”

Air mata Chlora terjatuh. “Aku tidak mengerti mengapa aku yang terkena imbasnya. Aku selalu menghindari Shelia, tapi takdir buruk tampaknya sudah menempel di tubuhku.”

“Jika saja, aku bisa segera pergi dari sini, tapi aku menyayangi Alwin.”

Chlora menyembunyikan wajahnya diantara bantal dan menangis sesenggukan. Ia tidak ingin mati lagi. Ia ingin hidup sampai tua, bukan meninggal di usia muda.

“Andai saja..” Chlora tertidur karena lelah menangis.

Sebuah bayangan masuk dan menghapus air mata Chlora. “Maaf.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status