"Hei, kenapa kalian meninggalkanku di sini?" Seru Cyra, lalu melangkah menuju ke pintu yang telah tertutup rapat itu."Buka pintunya! Buka! Tolong buka pintunya! Aku hanya ingin bertemu dengan adikku!" Cyra mulai, menangis."Tuhan, apa yang harus ku lakukan untuk keluar dari sini?" Lirihnya, sambil mengeluarkan air matanya."Bagus juga sandiwara, Lo!" Puji Felix kepada Janu. Saat ini mereka berada di markas milik Felix yang mirip dengan penjara, karena ada beberapa sel di sana. Kedua polisi tadi juga adalah anak buahnya, yang menyamar sebagai polisi."Ini milik, Lo." seru Felix, lalu memberikan koper yang berisi rupiah yang banyak kepada Janu."Lo akan diantar oleh anak buah gue sampai ke desa, Lo. Untuk memastikan jika Lo tidak akan kembali lagi ke sini dan mulai melakukan kekacauan, lagi.""Siap, Tuan. Saya pasti akan menepati janji.""Tapi, Tuan. Bolehkah saya berbicara kepada kakak saya sebentar, saja?""Memangnya, Lo mau mengatakan, apa?""Saya hanya mau berpamitan kepadanya, untu
"Bagaimana dengan Si Jalang itu?" Tanya Felix, kepada Bik Upik.Saat ini dirinya sedang menikmati makan malamnya sendiri di meja makan.Sejak dulu Felix selalu makan sendiri di meja makan dan hal itu sudah menjadi kebiasaannya, sejak kecil."Maaf, Tuan Muda. Dari tadi pagi, Nona Cyra tidak mau makan." Lapor Bik Upik."Kurang ajar! Jadi dia berani melawanku?" Kesal, Felix.Felix hendak meninggalkan meja makan namun Peter menahannya."Tuan Muda, jaga emosi Anda. Kita masih membutuhkan foto Nona Cyra." Peter sudah menduga, jika Felix akan melakukan sesuatu kepada Cyra. Untuk itu, dia menasihatinya lebih dulu."Tapi saat ini kami sudah sah menikah secara hukum, bukan?" Tanya Peter."Semua sudah sah, Tuan. Hanya saja buku nikahnya masih belum keluar karena masih dalam pengurusan. Untuk itu, diperlukan foto Anda dan foto Nona Cyra untuk dicantumkan ke dalam buku nikah itu." Ucap Peter panjang lebar.Namun emosi Felix, mengalahkan akal sehatnya. Dia menghempas tangan Peter yang menahannya da
"Ja ... jadi, surat-surat yang aku tandatangani kemarin?""Tepat sekali! Lo dengan sadarnya telah menandatangani surat persetujuan menjadi budak gue, sekaligus sebagai istri sah gue selamanya! Ha-ha-ha-ha." Tawa lepas Felix kembali membahana."Ta-pi, Tuan. Anda menyuruh saya menandatangani itu dibawah tekanan.""Lah, siapa suruh Lo menandatanganinya tanpa membacanya sedikit pun?" Tanya, Felix.Air mata Cyra tak terbendung lagi. Dia benar-benar terperangkap dalam lingkaran setan yang dibuat oleh Felix."Tu .. tuan, tolong ampuni saya. Izinkan saya keluar dari sini dan melanjutkan hidup saya." Isaknya memohon, sambil bersimpuh di hadapan Felix."Tidak akan! Enak saja aku melepasmu. Hargamu sangat mahal! Lagian adikmu sudah menikmat hasilnya. Jadi stop menangis dan terima nasibmu!" Ejeknya, kepada Cyra."Mulai besok, Lo mulai menjalankan peran Lo yang baru! Bik Upik, urusi jalang ini!" Ketusnya, lalu keluar dari ruangan itu.Air mata Cyra terus saja mengalir di sudut ranjang luas itu. Bi
Peter pun menjelaskan kronologinya kepada Dokter Galang."Peter. Seharusnya, Anda melarang Tuan Felix untuk balap mobil. Kondisinya sedang tidak stabil. Emosinya mulai tak terkendalikan lagi." Tukas, Dokter Galang.Saat ini, dia sedang mengukur tekanan darah Felix yang sedang terbaring lemah di atas ranjang."Maaf, Pak Dokter. Saya sudah mencoba melarang Tuan Muda. Akan tetapi, dia tidak pernah menggubrisnya." Sesal, Peter."Lain kali, Anda harus lebih tegas kepada Tuhan Felix. Jika tidak kondisinya ini, bisa saja membahayakan nyawanya." Ucap sang dokter, lagi.Ada rasa menyesal di hati Peter saat mendengar penjelasan dokter Galang. Namun di lain sisi, dia juga tidak dapat berbuat banyak untuk menegur sang atasan yang sangat keras kepala itu."Tekanan darah Tuan Felix, agak naik saat ini. Saya akan menyuntikkan obat untuk menurunkan tensinya, melalui infus." Sergah, sang dokter lalu mempersiapkan semuanya."Dokter, apakah Tuan Felix butuh dirawat di rumah sakit?" Bik Upik menjadi ikut
"Okay, deal! Saya pegang janji Anda!" Setelah berkata begitu. Orang-orang itu segera meninggalkan ruangan itu.Tinggal ada Peter di dalam sana. Dia sedang berpikir, apakah ada pihak lain yang sengaja menabrak Mopi, Si anjing kesayangan Tuan Felix.Dia pun terlihat menelepon seseorang untuk menyelidikinya secara tersembunyi. Tanpa diketahui oleh siapa pun.Pintu ruangan itu, diketuk dari luar. Terdengar suara Bik Upik dari balik pintu.Ternyata sang bibi sengaja menemui Asisten Peter untuk menyampaikan rasa protesnya."Masuk," terdengar suara dari dalam ruangan itu."Ada apa, Bik. Malam-malam begini menemui saya? Apakah ada sesuatu yang penting?" Selidiknya."Tentu saja ini hal penting! Jika tidak, saya tidak mungkin menemui Anda!" Ketus Bik Upik, kepada Peter."Segera katakan, Anda mau apa, Bik? Hari sudah sangat malam. Anda pasti tahu jika besok pagi adalah hari yang sangat sibuk untuk semua orang di rumah ini." Tutur, Asisten Peter.Lalu dengan cepat, Bik Upik mengutarakan uneg-uneg
Lalu Bik Upik pun menjelaskan kepada Cyra apa yang hendak dirinya lakukan jika ingin mendapatkan simpati dari Felix yang pemarah itu."Bik ... ta-pi aku sangat takut jika berdekatan dengannya." Cyra juga mengutarakan ketakutannya, kepada Felix."Anda memang harus lebih sabar menghadapi Tuan Muda, Nona. Karena kadang-kadang sifatnya bisa berubah-ubah." Tutur Bik Upik, lagi."Nah ... itu yang aku takutkan, Bik. Dia kadang terlihat manis, namun setelah itu bisa juga lebih sadis, dan sangat pemarah." Ucapnya.Cyra menduga-duga jika Felix memiliki alter ego untuk membentengi dirinya.Apalagi dari hasil pembicaraannya dengan Bik Upik, sejak kecil Felix sudah merasa kesepian karena kedua orang tuanya yang sangat sibuk di luar rumah.Cyra berspekulasi, jika Felix sengaja membentuk pribadinya yang lain di dalam tubuhnya. Untuk menutupi rasa kesepian yang selama ini, dirinya alami.Sejenak Cyra menjadi kasihan dengan Felix."Aku harus bisa membantunya untuk sembuh dari rasa kesepiannya itu. Sepe
"Wah taman ini sangat indah, Puspa!" Ucap Cyra, dengan wajah berbinar."Anda menyukainya, Nona?" Tanya Puspa, senang. Akhirnya Cyra dapat tersenyum dan terlihat sangat ceria saat ini."Iya, Puspa. Aku sangat menyukai tempat ini." Sahutnya, dengan wajah berbinar."Taman ini juga menjadi tempat tempat favorit dari Tuan Felix, Nona.""Oh, ya. Apakah dia yang membuat taman yang sangat indah ini?" Tanya Cyra, penasaran."Bukan, Nona. Akan tetapi Nyonya besar, Ibunda dari Tuan Felix.""Oh ... aku pikir dia. Soalnya aku ragu jika dia yang menciptakan taman ini." Serunya, pelan.Puspa pun seolah-olah bingung dengan kalimat yang diucapkan oleh Cyra.Karena penasaran, dia pun mulai berkata,"Memangnya kenapa, Nona?""Mmmm, nggak apa-apa kok." Sahut Cyra, lalu berjalan menuju ke sebuah gazebo yang ada di taman itu.Sementara di dalam rumah, Felix baru saja bangun.Dia segera diperiksa oleh dokter Galang. Beruntungnya tekanan darah Felix telah normal pagi ini.Setelah tahu jika tubuhnya telah baik
"Peter, gue mau jika taman belakang harus selalu terlihat bersih, asri dan nyaman." Tutur Felix, kepada asistennya.Namun Peter yang sedang melamun. Tidak mendengar semua perkataan Felix.Hal itu sontak membuatnya, marah."Woi! Pepet! Lo kenapa, hah? Sedang kesambet kah? Jangan-jangan Lo lagi mikirin istri gue, hah? Jujur, Lo!" Lalu dengan cepat Felix menghampiri Peter dan mencengkeram kerah bajunya dengan kuat.Kepalan tangannya yang keras itu, siap-siap hendak mendarat di tulang rawan Peter.Namun tak kalah cepat, Peter segera berkata,"Ampun, Tuan Muda. Saya mana berani tertarik dengan Nona Cyra." Ucapnya takut, lalu mencoba menahan serangan dari Felix dengan kedua tangannya."Terus, dari tadi. Apa yang Lo lamunkan, Pepet!" Peter terdiam. Karena dia pasti sangat malu jika Felix mengetahui isi hatinya. Pasti sang bos akan menertawakannya, habis-habisan.Felix semakin emosi melihat jika Peter malah memilih diam. Seolah-olah, dia sedang menyembunyikan sesuatu saat ini. Semakin curigala