Vanka melirik Lintang yang baru sampai di sekolah. Ia memicingkan matanya saat melihat Lisa yang berjalan bersama Lintang. Apa mereka berangkat sekolah bersama?
"Lintang," panggil Vanka.
Lintang yang sedang mengobrol dengan Lisa pun, menoleh pada Vanka.
"Kenapa?"
"Lo bareng Lisa?" tanya Vanka.
"Iya. Kenapa? Gak suka?" Itu bukan suara Lintang, melainkan suara Lisa.
"Katanya lo gak bisa jemput gue karena ada urusan, jadi ini urusan lo? Karena lo harus jemput Lisa?"
Vanka memang tadi menghubungi Lintang untuk menjemputnya di rumah, agar bisa berangkat sekolah bersama, tapi Lintang bilang ia tidak bisa menjemputnya karena ada urusan.
"Lisa gak ada nganter, makanya gue jemput dia," jawab Lintang.
"Kan dia bisa naik ojek online atau bisa pesan taksi online. Kenapa harus berangkat sama lo?"
"Udah deh, Van. Gue lagi gak mau ribut sama lo."
"Yuk Lis, kita ke kelas," ajak Lintang. Lisa hanya m
Vanka sedang duduk di pinggir lapangan sembari menonton Lintang yang sedang bermain basket dengan teman-temannya.Cowok itu tampak begitu menikmati permainannya.Vanka mengakui Lintang merupakan pemain basket yang handal."Van," panggil Dean yang sudah duduk di sampingnya.Vanka menoleh sejenak pada Dean, kemudian kembali menatap ke arah lapangan."Liatin Lintang main basket, ya?" tanya Dean yang dibalas anggukan oleh Vanka."Lo suka banget ya sama Lintang?"Pertanyaan Dean berhasil membuat Vanka menoleh ke arahnya."Kenapa lo nanya kayak gitu?"Dean tersenyum. "Enggak. Gue cuma nanya doang.""Iya. Gue suka banget sama Lintang. Dia orang pertama yang buat gue jatuh cinta sama dia."Dean dapat melihat mata Vanka yang begitu berbinar-binar ketika ia membicarakan Lintang."Kira-kira Lintang juga cinta gak sama lo?""Ya pasti cinta lah. Kalau gak mana mungkin dia nembak gue di depan banyak orang,"
Vanka, Lia, dan Sela berlari ke arah lapangan ketika melihat kerumunan orang di lapangan.Vanka segera masuk ke dalam kerumunan tersebut."Lintang, stop!" teriak Vanka.Lintang yang sedang memukul seorang cowok pun, menoleh pada Vanka, tapi hanya sekilas. Karena ia kembali melayangkan pukulan pada seorang cowok, sehingga cowok itu terjatuh ke lantai lapangan."Udah Tang," ujar Lisa sembari menarik Lintang agar cowok itu berhenti memukul lawannya."Sekali lagi lo dekatin Lisa, gue bakal bikin lo masuk rumah sakit," ucap Lintang.Raut wajahnya terlihat sangat marah. Sedangkan cowok yang dipukul Lintang itu hanya tersenyum miring."Ada apa ini ribut-ribut?" Itu suara Bu Reni.Semua murid yang berada di tengah lapangan langsung bubar. Mereka tidak ingin dimarahi Bu Reni tak terkecuali Lia dan Sela.Kini, di lapangan hanya tersisa Lintang, Vanka, Lisa, dan cowok yang tadi dipukuli Lintang."Lagi-lagi kalian. Saya sud
"LINTANG!" teriak Vanka.Lintang yang sedang berjalan menyusuri koridor, tidak berniat menoleh ke belakang. Karena ia sudah tahu siapa yang meneriaki namanya."LINTANG! IH, LINTANG! KALAU DIPANGGIL ITU JAWAB!" Vanka berlari mengejar Lintang. Namun, karena tidak melihat tangga, ia malah terjatuh."Aww," rintihnya.Mendengar rintihan Vanka, cowok itu menghentikan langkahnya dan berbalik badan. Dengan malas ia berjalan mendekati Vanka."Ngapain sih lo lari-lari gue segala?""Lo gak mau berhenti, makanya gue lari," ujar Vanka."Lain kali gak usah lari-lari. Kayak gak ada kerjaan aja.""Iya maaf."Vanka mengulurkan tangannya pada Lintang membuat cowok itu mengerutkan kening."Apa?""Bantuin berdiri.""Bangun sendiri. Gak usah manja."Vanka mengerucutkan bibirnya. "Tega banget sih. Bantuin," rengeknya seperti anak kecil.Lintang berdecak. Kenapa Vanka malah seperti anak kecil?Saat
"Lintang?"Lintang langsung merebut topinya dari tangan Vanka. Kemudian kembali memakainya."Kok lo bisa di sini?" tanya Vanka.Lintang meneguk salivanya. Bagaimana ini? Ia harus menjawab apa? Tidak mungkin ia memberitahu kalau ia mengikuti Vanka dan Dean. Bisa-bisa ia ditertawai oleh Vanka."Jawab dong. Kok malah diam?"Dean berjalan mendekati Vanka."Lo ngikutin kita, ya?" tuding Dean."Eh, lo ngikutin kita, Tang?""Enak aja lo. Ya gak mungkinlah gue ngikutin lo berdua. Ngapain juga ngikutin lo berdua? Kayak gak ada kerjaan aja," kilah Lintang."Beneran lo gak ngikutin kita?" tanya Vanka lagi. Ia merasa ada yang aneh dengan Lintang.Lintang berdecak. "Gue gak ngikutin lo berdua."Ia memberikan tiketnya pada petugas. Setelahnya ia masuk ke dalam diikuti Vanka dan Dean.*****Di dalam bioskop, Lintang tidak tenang. Ia bahkan tidak menikmati film yang ada di layar.Tatapannya hanya tertuju pada
Lintang dan Revan sedang mengobrol di kelas Vanka. Di kelas hanya tinggal mereka berdua karena yang lainnya sudah pulang. Revan sengaja ke kelas Vanka agar ia bisa bertanya materi pelajaran yang belum dipahami olehnya."Jadi, yang mana yang lo belum paham?" tanya Vanka."Ini gue belum ngerti yang bagian ini loh. Kayak susah banget ngerjainnya." Revan menunjuk salah satu soal yang tidak bisa ia kerjakan."Oh ini. Cara kerjanya itu---"Belum sempat Vanka menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Lintang datang dan menutup buku paket yang sedang di pegang oleh Revan.Mereka berdua menatap Lintang sedikit terkejut."Lintang?""Ngapain lo berdua di kelas? Berduaan lagi," ujar Lintang sedikit tidak suka."Jangan salah paham dulu. Gue ke kelasnya Vanka karena mau nanya materi aja sama dia," ujar Revan."Halah. Gak usah bohong. Lo pikir gue gak tahu. Lo pasti sengaja kan mau dekatin Vanka?""Enggak. Gue gak ada niat buat dekatin Vanka."
Vanka berlari tergesa-gesa ke bawah. Ia meminum susu coklat yang ada di meja."Pa, Ma, aku berangkat dulu." Vanka mencium tangan papa dan mamanya kemudian keluar dari rumah.Ia mencoba menghubungi Lintang. Namun, cowok itu tidak menjawab."Pasti Lintang udah berangkat duluan. Dia mana mau nungguin gue," gumamnya.Vanka memesan ojek online di aplikasi yang ada di hp nya.Vanka melirik jam tangan berwarna biru yang melingkar di tangannya."Gawat. Bentar lagi jam tujuh. Pintu gerbang pasti udah di tutup."Vanka terkejut saat mendengar klakson motor. Ia segera mendekati pengemudi motor yang mengenakan jaket ojek online."Selamat pagi, Dek," salam pengemudi ojek online tersebut."Pagi Mas." Vanka menerima helm yang diberikan ojek online tersebut dan menaiki motor."Mas, jalannya cepat ya. Soalnya saya udah telat nih.""Siap Dek."*****Vanka mengembuskan napasnya ketika melihat pintu gerbang
Lintang berjalan ke kelas Vanka. Cowok itu hendak mengajak pulang bersamanya.Namun, ia sedikit bingung saat melihat Diego tengah berdiri di depan kelas Vanka."Lo ngapain di sini?" tanya Lintang."Suka-suka gue mau ngapain. Kenapa lo kepo?"Lintang mendengus. Harusnya ia tidak bertanya pada cowok itu. Karena mereka tidak pernah akur. Selalu bertengkar.Vanka, Sela, dan Lia keluar dari kelas."Eh, Diego. Ngapain di sini?" tanya Lia."Kepo lo," ujar Diego membuat Lia mendengus sebal."Van, ayo pulang," ajak Lintang hendak menarik tangan Vanka, namun langsung dicegat oleh Diego.Lintang menatap Diego tidak suka."Kenapa sih lo? Minggir Vanka mau pulang sama gue."Diego beralih menatap Vanka. "Van, lo gak lupa kan yang tadi pagi?" tanya Diego.Vanka terdiam sejenak. Ia baru ingat kalau tadi pagi Diego menyuruhnya untuk menunggu di kelas. Karena tadi pagi Diego sudah menolongnya memanjat tembok, jadi ia
Vanka berjalan beriringan dengan Lintang menuju kelas. Tadi pagi, Lintang datang ke rumahnya untuk menjemputnya agar bisa berangkat sekolah bersama. Tentu saja Vanka senang karena jarang sekali Lintang mau menjemputnya tanpa diminta. Biasanya, Vanka akan memaksa Lintang dahulu baru cowok itu mau menjemputnya."Tang," panggil Vanka."Hm.""Ih, kebiasaan banget sih. Jawabnya iya bukan 'hm'.""Iya.""Ini gue udah kerjain tugas Kimia punya lo." Vanka menyodorkan buku tulisnya pada Lintang membuat cowok itu mengerutkan keningnya."Kok lo tahu kalau gue ada tugas Kimia?" tanya Lintang. Ia sangat ingat kalau ia sama sekali tidak memberitahu Vanka kalau ia sedang ada tugas. Bahkan, Lintang saja tidak tahu tugasnya di halaman berapa. Karena ia tidak pernah fokus ketika pelajaran berlangsung. Cowok itu selalu sibuk bermain ponsel.Vanka tersenyum. "Semalam gue tanya Roy, katanya kalian ada tugas. Gue minta kirimin soalnya terus gue kerjain deh," jelas