Maysa mengajak Arlesa masuk ke rumahnya. Jujur, dia merasa minder sebab rumahnya tak sebagus rumah para tetangganya. Maysa membawa semua belanjaanya ke dalam kamar.
Bu Rohma yang sedang menonton tv terkesima melihat perubahan penampilan Maysa."Anakku, andaikan dari dulu kau begini, " ketus ibunya.
"Iya, karena Fandi yang melarangku, Bu," ketus Maysa.
"Dia memang tidak baik untukmu, kata Gala dia kasar sama kamu?"
Maysa mengangguk.
"Bu, di luar ada pacarku, namanya Arlesa, ibu temui dulu." Pinta Maysa."Kau sudah putus dengan Fandi?""Sudah."
"Maysa, bisakah kamu jangan pacaran lagi, ibu hanya ingin melihat kau menikah," keluh Bu Rohma.
"Iya, Bu. Di luar itu lebih baik dari Fandi, ibu keluar temui dia."
Ibu Rohma menuju ruang tamu, tertegun melihat pacar baruMalam hari, Rexa berpindah dimensi, saat itu dunia masih pagi, bersama kedua pengawalnya mereka mengangganti baju menjadi kaos biasa, tak lagi memakai style eropa modern. Ketiga mahluk wandara itu menyambangi Desa Salatiga, dimana Fitri berasal. Desa itu sudah ramai, tak seperti sepuluh tahun yang lalu saat terakhir kali Rexa kesana. "Pangeran Rexa, kita harus mulai dari mana?" tanya salah satu pengawalnya. "Uhs, jangan pakai nama pangeran, panggil Rexa saja, orang-orang disini semua tahu wandara, mereka bisa curiga," protes Rexa. Karena tak terbiasa, pengawal itu sangat sulit memanggil anak rajanya dengan sebutan nama biasa. "Itu rumah Fitri, kita kesana." Rexa menuju rumah Fitri yang sudah berganti yang dulunya hanya rumah kayu menjadi tembok bata. Dengan pelan, pengawal itu mengucap salam seraya mengetuk pintu. Di balik pintu yang terbuka ada nampak wanita tua penuh garis keriput. Matanya mengamat
Rexa tergugu. Tak ada yang bisa di bantahkan bila bibir sudah berbicara tentang cinta. Dia pun merasakan hal demikian tergila-gila dengan Fitri sampai sekarang ini. Rexa yakin, ini keputusan Arlesa yang tak bisa lagi di ganggut gugat."Lanjutkan, kakak dukung kamu."Bel rumahnya berbunyi lagi, saat Gus Alam membuka pintu, nampak Maysa sedang menenteng rantang."Maysa, pagi-pagi sudah datang, hm .. kau rindu pada jin muslimku, ya?" Gus Alam menggodanya."Aku bawa sarapan, ini dari ibu," sahut Maysa.Maysa di tuntun Gus Alam ke ruang tamu. Di sana Maysa terkejut dengan kehadiran ketiga pria lain yang lebih kekar lagi dari Arlesa. Melihay kehadiran Maysa, Rexa memandangi pacar adiknya itu dari ujung kaki hingga kepala, pantas saja adiknya itu jatuh cinta pada manusia, perempuab itu begitu anggun dengan kerudungnya , Maysa memang berbeda dari gadis yang ada di Wandara. Pikir Rexa."Dia Kak Rexa, ka
Malam pun tiba. Rexa dan Gus Alam masih meninjau rumah pak Hendra dari kejauhan. Rumah itu hanya terlihat Fandi yang sejak tadi keluar bersama mobilnya. Tak ada sosok bu Rosa dan pak Hendra. Karena lelah menunggu, Rexa memutuskan untuk turun dari mobil, di ikuti pula oleh Gus Alam. Mereka masuk ke rumah itu lagi. Sepertu biasa Bi Nasih mengendap-ngendap membukakan pintu. "Kebetulan, bu Rosa dan pak Hendra tak ada di rumah, mereka keluar kota. Tuan Fandi juga sedang keluar rumah," kata Bi Nasih. Gus Alam dan Rexa memakai mata batinbya menyelidik rumah itu. Ada satu ruangan dari rumah itu yang begitu panas menyambut mereka. "Pangeran juga bisa merasakannya?" tanya Gus Alam. "Iya, tidak di lantai ini, tapi ada di bagian bawah," sahut Rexa. "Kalau boleh tahu kalian siapa? kenapa mencari Bu Fitri?" tanya Bi Nasih. "Ka
Arlesa sudah tiba di rumah, dia melihat ada Rexa, Gus Alam, dan kedua pengawalnya sedang berunding di ruang santai. "Sudah kencannya?" tanya Rexa. Arlesa hanya tersenyum. Dia begitu bahagia hari ini bisa menghabiskan waktu bersama Maysa. "Kak, bagaimana dengan pencarian Fitri?" Arlesa balik bertanya. Kakaknya hanya bisa menghela nafas. Tak tahu harus menjawab apa, dia masih belum bisa memastikan apa Fitri baik-baik saja atau memang dia sudah meninggal. "Saya curiga, Ayah dan Ibu Fandi menyembunyikan Fitri, kami penasaran dengan ruang bawah tanah di rumah itu," ujar Gus Alam. "Benarkah, Pak Gus? kalau begitu kita memang harus cari cara agar bisa turun ke bawah," timpal Arlesa. "Caranya? sulit bila kita orang asing harus masuk ke rumah itu sesuka hati, tidak mungkin," tukas Gus Alam. Arlesa memikirkan sesuatu, Maysa lama berpacara dengan Fandi, tentu dia sering
Pagi hari Rexa kembali bersiap-siap untuk ke rumah Fandi. Sehabis mencuci mobil, Gus Alam sudah menunggu di bawa, mobil Arlesa dan mobil barunya sudah bersih lagi."Kita jemput Maysa dulu di Cafe," kata Arlesa.Setiba mereka di cafe zona, Arlesa melihat Maysa sedang berbincang dengan Suni."Itukan wanita yang semalam, dia juga ganggu, Maysa," lirih Arlesa dalam hati.Suni melihat kedatangan Arlesa dan Rexa juga dua pengawal buat dia terkejut, ke empat pria itu semua jin muslim. Dia melempar senyum ke Arlesa, tapi pacar Maysa itu membuang pandangan. Arlesa malah menghampiri Maysa lalu merangkul tubuh pacarnya."Kamu lama menunggu, ya?" tanya Arlesa."Aku baru datang, oh ya, ini Suni pemiliki cafe run di pantai itu," ucap Maysa mengenalkan Suni.Arlesa hanya tersenyum masam. Dia lagi-lagi menolak uluran tangan Suni. Melihat itu Maysa tidak enak hati pada Suni karena sikap pacarnya. Arlesa sangat
Arlesa mengusap kepala Maysa, "Kamu tidak di sakiti pria itu, kan?" tanyanya. "Aman, tapi aku yakin, Fandi marah besar saat ini," tukas Maysa. Rexa diam memikirkan rencana selanjutnya. Dia harus bisa menerobos langsung rumah Fandi. Jika penemuan Maysa membuat dia yakin akan jejak Fitri, dia tak mungkin tenang bila kebenaran itu belum jua terungkap. "Rumah itu memang luar biasa mistisnya. Kita harus cermat lagi untuk menerobos," imbuh Gus Alam. "Tapi jangan bawa Maysa lagi, ini sangat bahaya bagi perempuan," kata Arlesa. Kesempatan mereka hanya malam ini, kata Bi Nasih, pak Hendra dan Bu Rosa akan kembali esok hari. "Aku tahu, bagaimana cara aku dan pangeran Rexa masuk ke rumah itu nanti malam," kata Gus Alam mengemukakan ide cemerlangnya. Ide itu di bisikkan kepada Rexa, kakak Arlesa pun itu menyetujui. Mereka kembali pulang lagi ke rumah menyusun taktik untuk malam nanti. Sementara &nb
Sehabis mahgrib rumah Fandi mengalami kerusakan listrik. Rumah mewah pak Hendra begitu gelap mengcekam. Bi Nasih hanya menyalakan lilin di setiap ruangan, tapi tetap saja kegelapan tak mampu di kalahkan cahaya lilin itu. Karena pelembab ruangan mati, Fandi pun kepanasan di kamarnya, dia bergegas keluar rumah."Panas banget, Bi. Aku keluar dulu, jaga rumah baik-baik," kata Fandi yang menenteng kunci mobilnya. Di luar ada Rexa yang menyamar sebagai petugas PLN, meski agak gugup, Rexa, Gus Alam, dan kedua pengawalnya mencoba menyapa Fandi di teras rumah."Maaf, Pak. Kami petugas PLN di minta untuk mengecek kerusakan kabel utama di rumah ini," kata Gus Alam merendah. Saat itu sulit untuk Fandi mengenalinya sebab wajah ahli spiritual itu di tutupi masker. Mereka memang sengaja memadamkan listrik di rumah Fandi, ini cara agar Fandi keluar rumah dan mereka lebih leluasa berpetualang di rumah misteri itu."Ya, silahkan masuk," sahut Fandi mengiba
Pagi pun tiba, Arlesa sudah mandi juga sudah rapi, sementara Maysa masih tertidur, pria ini memang sudah disiplin sejak kecil. Naluri kedisiplinannya melekat kuat hingga dewasa. Dia merasa ada sosok jin kafir yang memang mengintai Maysa dari jaih, entah itu berasal dari mana, tapi selama Arlesa ada di dekat Maysa, jin kafir itu enggan mendekati calon istrinya. Arlesa menepuk-nepuk lembut pipi Maysa. Lakon ini mungkin setiap pagi akan ia lakukan, Maysa akan selalu terjaga di malam hari karena ketakutan pada sosok mahluk-mahluk yang acapkali mengintainya dengan kehadiran Arlesa. "Maysa, bangun, sudah pagi," ujarnya berbisik. Mata indah Maysa mengerjap. Sempat bingung melihat kehadiran Arlesa namun seketika ia sadari, dia memang sedang tidur rumah Arlesa. "Kamu mandi sekarang, lalu kita sarapan, kita akan semua menyeberang ke wandara," lanjut Arlesa. Maysa bangun dengan mata yang menyipit. Di