Malam itu angin terhembus kencang dengan titik-titik salju mengapitnya. Salju berjatuhan dengan sangat indah, menambah syahdunya malam indah bagi Lin Jia.Gadis muda itu sedang mengawasi para dayang yang sedang menyiapkan meja untuk ia menyambut Lu Sicheng minum teh di depan teras kamarnya.Benar, sejak pertama kali melihat Lu Sicheng, Lin Jia langsung menyukainya. Menurutnya, panglima perang dari Dong Taiyang itu sangat cocok untuk menjadi pendampingnya.Ya, terlalu jauh pikirannya tentang Lu Sicheng. Tapi sejauh ini, tak ada apa pun yang ia inginkan sulit ia dapatkan. Seperti halnya Lu Sicheng, dia pasti bisa mendapatkan pemuda itu.Sedangkan di kamar utama tampak Ratu Yang sedang mondar-mandir dalam gelisah. Yihua yang melihatnya mulai pusing karena sang ratu tak bisa diam sedari tadi."Yihua, kau tidak sedang berbohong, kan? Kau bilang melihat Lin Jia memeluk Lu Sicheng di arena berlatih tadi sore." Ratu Yang berkata tanpa menghentikan langkahnya yang sedang mondar-mandir."Yihua
Pagi pun tiba. Sayup-sayup Lu Sicheng mendengar suara sepatu kuda yang keluar dari kandangnya secara serempak. Perlahan ia mulai membuka mata, lantas terbangun duduk di tengah ranjang. Tubuhnya terasa sangat lemas. Serangan Ratu Yang sungguh luar biasa.Dia hampir mati jika tabib istana terlambat menolongnya.Astaga, kekasihnya itu jika sedang cemburu benar-benar bisa membunuhnya. Lu Sicheng menggelengkan kepala sembari tersenyum tipis.Setelah meregangkan otot-ototnya lebih dulu, Lu Sicheng memindai seisi kamarnya yang tampak kosong. Jenderal Chou dan Hong Ri tak nampak di mana-mana. Apakah mereka sudah berangkat ke hutan untuk mengantar Ratu Yang berburu? Lu Sicheng segera beringsut dari ranjang.Langkah gagahnya menuju tepi jendela. Kedua tangannya membuka dua daun jendela yang terbuat dari kayu itu. Sepasang netranya melihat Jenderal Chou dan Hong Ri yang sedang berdiri di samping kuda mereka. Di sana juga tampak Pangeran Lin Jiang yang sedang berdiri di samping Ratu Yang. Mereka
Lu Sicheng masih berdiri di hadapan Pangeran Tong Yi yang sedang meraung kesakitan."Itulah hukuman bagi pria bejat sepertimu!" geram Lu Sicheng segera membenahi pedangnya, lantas berjalan menuju Ratu Yang.Sang ratu memalingkan wajahnya dari Lu Sicheng. Meski pemuda itu sudah menolongnya, tetap saja rasa kesalnya belum berkurang pada pria dengan pangkat panglima itu."Yang Mulia ... " Lu Sicheng baru saja ingin berkata, tapi Ratu Yang segera melangkah pergi tanpa sepatah kata pun padanya. Lu Sicheng hanya tersenyum tipis sembari menggelengkan kepala. Dia segera mengikuti Ratu Yang dari belakang."Yang Mulia, naiklah." Lu Sicheng menghadang Ratu Yang untuk menaiki kudanya."Aku tak mau. Tinggalkan aku sendiri," cetus Ratu Yang kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Lu Sicheng.Pria itu hanya tersenyum tipis dan segera menaiki kudanya. Ia mengikuti Ratu Yang dari belakang. Namun sang ratu tampak acuh dan tetap melanjutkan langkahnya."Yang Mulia, ayo naik! Masih terlalu jauh menuj
Pajar mulai menyingsing ke timur saat rombongan Ratu Yang tiba di istana Utara. Jenderal Chou dan Hong Ri saling pandang sambil tersenyum melihat Lu Sicheng membantu Ratu Yang turun dari kudanya. Sedangkan Pangeran Lin Jiang hanya menatap sinis pada mereka."Lu Sicheng, apakah tanganmu masih sakit?" tanya Ratu Yang sembari meraih jemari kanan Lu Sicheng. Ia sedih dan menyesal melihat luka pada telapak tangan kekasihnya itu yang cukup dalam."Yang Mulia, jangan menangis."Lu Sicheng segera menarik tangannya dari Ratu Yang, lantas berlalu pergi. Dia tak ingin jika Pangeran Lin Jiang sampai melihatnya.Ratu Yang segera memalingkan wajah seraya menyeka titik kecil pada sudut mata.Dia pun segera berjalan menuju pintu istana bersama Pangeran Lin Jiang."Kakak Cheng!"Lin Jia segera berlari menuju Lu Sicheng. Hal itu kembali membangunkan emosi Ratu Yang.Mata sang ratu memperhatikan apa yang akan wanita kurus itu lakukan pada kekasihnya. Tatapan Ratu Yang sangat tajam menatap Lin Jia. Seper
Ratu Yang terlentang pasrah. Ia membiarkan Lu Sicheng melucuti semua pakaiannya. Ini dosa besar. Namun keduanya sudah tak bisa menahannya lagi. Lenguhan serta erangan Ratu Yang membuat Lu Sicheng menggila luar biasa."Kakak Cheng!" Ratu Yang meremas seprai sekuat tenaga menahan gejolak nikmat yang merasuk jiwanya.Lu Sicheng terus melakukannya sampai Ratu Yang mencapai klimaks. Napas Ratu Yang tetengah-engah karena pelepasan tadi. Sedangkan Lu Sicheng segera melumat bibirnya dengan posesif. Perlahan tapi pasti Lu Sicheng mulai menggerakkan senjatanya. Ratu Yang mengerang kesakitan saat milik Lu Sicheng menerobos memasukinya. Dia Yang meracau tak karuan.Hal itu sungguh membuat Lu Sicheng semakin menggila. Dia pun semakin gencar mengerakkan pinggangnya. Lu Sicheng sudah tak tahan lagi ingin meledak."Lu Sicheng!""Lu Sicheng, buka pintunya. Astaga!"Suara bising itu membuat Lu Sicheng terjaga dari tidurnya. Ia segera membuka matanya. Astaga, dia kaget mendapati celananya terasa lengke
Istana Selatan gempar setelah Pangeran Tong Yi kembali dari hutan Utara. Raja Selatan, Tong Hao Yi sangat murka melihat putera satu-satunya kini sudah tidak sempurna lagi. Tong Hao pun menanyakan pada Tong Yi siapa yang telah memotong tangan kanannya.Tong Yi mengatakan jika pendekar dari Barat yang melakukannya. Bahkan pendekar dari Barat itu menggunakan Pedang Tiga Elemen untuk memutuskan tangannya."Apa katamu? Pedang Tiga Elemen?" Tong Hao sangat terkejut mendengar hal itu."Benar, Ayah. Dan anehnya, kenapa pedang suci itu ada di tangan Lu Sicheng, pendekar dari Barat." Tong Yi berkata sembari mengerang kesakitan saat para tabib istana mengobati luka-lukanya."Lu Sicheng? Siapa sebenarnya pemuda itu? Setahuku hanya keturunan dinasti Lu yang bisa menggunakan Pedang Tiga Elemen itu." Tong Hao tampak sedang berpikir sembari mengusap janggut hitamnya ke bawah."Apakah Lu Sicheng adalah keturunan dinasti Lu yang masih hidup?" Tong Hao melanjutkan kemudian. Sepasang netranya menatap taj
Lu Shiceng menggendong Ratu Yang di dadanya, lantas membawa sang ratu menuju kamar.Dibahkan tubuh sang Ratu di tengah-tengah ranjang. Ia segera bergegas, namun Ratu Yang meraih lengannya. Lu Sicheng memutar tubuh kembali menghadap pada sang ratu."Temani aku, Suamiku." Ratu Yang tersenyum manis menggoda."Tidak, Yang Mulia. Aku harus pergi sekarang." Lu Sicheng melepaskan genggaman tangan Ratu Yang darinya, lantas segera meninggalkan kamar itu.Ratu Yang merasa aneh dengan sikap Lu Sicheng yang tidak biasanya itu."Astaga, apakah dia sudah kembali ke habitatnya? Menjadi batu es lagi." Ratu Yang segera menarik selimut sampai ke leher.Ia tersenyum sembari memeluk jubah Lu Sicheng. Wangi sekali. Wangi sensual seorang Panglima Lu. Ratu Yang berdesah menginginkan Lu Sicheng.***Sementara itu di istana Selatan.Raja Tong Hao sedang minum arak bersama pendekar dari Selatan, Lin Cangyi. Sudah lama sejak peperangan di Selatan yang menewaskan Yang Jingmi, Cangyi baru menemui Raja Tong Hao la
Jenderal Chou dan Hong Ri sedang berjalan menuju kamar Lu Sicheng. Keduanya merasa heran pada Lu Sicheng, karena pemuda itu tidak keluar kamar sejak tadi pagi. Mereka merasa cemas dan hendak mengajak panglima mereka itu untuk makan siang."Jenderal, aku rasa Panglima Lu sedang patah hati. Ya, ini pasti karena berita pernikahan Yang Mulia Ratu dengan Pangeran Agung Lin Jiang. Dan yang aku dengar kemarin, Yang Mulia Raja Lin meminta Panglima Lu untuk menikahi Puteri Lin Jia. Oh, astaga. Apakah ini yang dinamakan ujian cinta?" Hong Ri menggelengkan kepala setelah menyelesaikan ucapannya itu."Kau ini, bergosip saja. Adik Lu hanya sedang beristirahat. Semalam ia baru saja membunuh Pangeran Agung Tong Yi. Dan Yang Mulia Raja sangat ingin menemuinya sekarang," cetus Jenderal Chou sembari meneruskan langkahnya."Apa? Panglima Lu membunuh Pangeran Agung Tong Yi seorang diri? Wah, itu sungguh luar biasa. Yang Mulia Raja Lin pasti akan memberinya hadiah yang banyak," ucap Hong Ri dengan terkagu