“Sri, Cempaka, apa kalian sudah tidur?” panggil Jaka dari balik pintu.Karena tidak ingin ketahuan oleh Jaka bahwa aku melihat kejadian tadi, aku segera kembali ke tempat tidurku dan berpura-pura tidur.“Sri, Cempaka, apa kalian mendengarku,” panggil Jaka lagi.Aku yang masih berpura-pura tidur berusaha untuk tetap diam, dan tak lama setelah tidak mendapat jawaban dari kami berdua, terdengar suara pintu terbuka.“Den Jaka, aden dipanggil bapak,” terdengar suara Mbok Pon memanggil Jaka.Setelah suara Mbok Pon menghilang, aku tidak mendengar suara Jaka menjawab Mbok Pon, tapi yang aku dengar malah suara pintu yang sepertinya ditutup.“Siapa mereka sebenarnya?” ucapku setelah membuka mataku dan duduk di tepi tempat tidurku.Aku yang tidak bisa tidur lagi, terus saja memikirkan apa yang aku lihat tadi, dan aku langsung teringat dengan suara Ki Joko yang memintaku untuk segera pergi dari temp
Aku yang tidak pernah melihat pria itu sebelumnya lalu menatap ke arah Sri. Tapi ketika kami akan melihat pria itu lagi pintu kamar kami ditutup oleh pria itu.“Cempaka, apa yang harus kita lakukan?” tanya Sri dengan raut wajah yang terlihat panik.Tanpa menjawab Sri, aku segera bangkit menuju pintu. Ternyata pintu kamar kami dikunci dari luar. Ketika aku berusaha untuk membukanya, pintu itu tetap tidak terbuka atau bergeser sedikitpun.“Sekarang bagaimana, Cempaka. Apa yang harus kita lakukan?”“Aku juga tidak tahu, Sri.” Jawabku binggung sambi bersandar di pintu dan menatap jendela, “Jendela!” lanjutku.Melihat jendela, aku langsung berlari untuk memeriksa jendela yang ada di kamar ini. Ternyata jendela kamar ini tidak mereka kunci. Sehingga aku lalu mengajak Sri untuk segera meninggalkan tempat ini melalui jendela.“Apa kamu yakin kita harus melakukan hal ini, Cempaka?” tanya Sri ketika aku akan keluar melalui jendela, dan aku lalu menoleh ke arah Sri yang terlihat enggan untuk per
“Bawa mereka berdua ke ruang bawah tanah, dan jangan biarkan mereka sampai melarikan diri lagi!” perintah Pak Surta tiba-tiba.Aku tidak tahu sejak kapan Pak Surta datang ke tempat ini, tapi raut wajahnya sangat berbeda sekali tidak seperti biasanya.“Jaka, apa kamu tidak mendengar apa yang bapak katakan!” bentak Pak Surta.Jaka yang sejak tadi menatap Sri terlihat gelagapan ketika Pak Surta membentaknya, dan dia lalu menarik tangan Sri untuk ikut mengikutinya.“Apa yang kamu lihat!” tegur pria yang menahanku.Pria itu lalu menarikku secara paksa untuk ikut dengannya. Bahkan aku beberapa kali hampir terjatuh ketika dia menarik tanganku, dan orang-orang yang ada di perkampungan ini hanya melihat kami saja tanpa ada seorang pun yang mau menolong atau merasa iba denganku.“Jaka, kenapa kamu diam saja! Cepat masukkan wanita itu ke dalam kurungan!” bentak pria yang membawaku.“Ba &ndash
Aku yang melihat Sri seperti orang tercekik lalu berusaha menolongnya, tapi karena jeruji besi yang menghalangi kami akhirnya aku hanya bisa berteriak memanggil Sri. Tapi tiba-tiba leherku juga terasa seperti tercekik dan panas ketika aku memanggil Sri. Bahkan pandanganku tiba-tiba kabur, dan aku kemudian melihat Sri tidak sadarkan diri ketika aku masih berusaha untuk sadar.“Ada apa dengan kalian?” tanya pria seorang pria yang tiba-tiba.Aku yang sudah sangat susah bernapas kemudian menatap pria itu untuk meminta pertolongan. Namun tiba-tiba pandanganku semakin kabur dan gelap.***“Cempaka, Cempaka,” panggil seseorang.Aku yang masih merasa sakit kepala kemudian membuka mataku perlahan dan menyeimbangkan netraku agar aku bisa melihat apa yang terjadi.“Sri?” ucapku terkejut ketika melihat Sri ada di depanku.“Iya, Cempaka. Ini aku Sri,” jawab Sri.Aku yang masih terbaring kemudian bangkit dan langsung memeluk Sri, dan tanpa aku sadari air mataku turun membasahi pipiku ketika aku mem
“Cempaka, apakah itu su –suara harimau?” tanya Sri dengan wajah ketakutan dan menggenggam tanganku erat.“Aku tidak tahu, Sri. Sekarang lebih baik kita segera pergi dari sini,” jawabku berbohong.Aku yang juga sama ketakutannya dengan Sri karena mendengar suara harimau, akhirnya mencari sebuah batang pohon yang ada di sekitarku. Begitu menemukannya aku lalu membawanya dan melanjutkan perjalanan kami.Tapi baru saja kami melangkah lagi suara harimau itu terdengar lagi, sehingga aku lalu mempercepat langkah kami.“Cempaka, bagaimana bila harimau itu mengejar kita?” tanya Sri dengan tubuh gemetaran.“Tetap jalan dan jangan berhenti, Sri. Satu hal lagi, jangan banyak berbicara,” jawabku, dan Sri mengangguk.Aku dan Sri meneruskan perjalanan kami secepat mungkin, dan suara harimau itu masih saja terdengar. Bahkan sekarang suara itu semakin dekat, dan itu membuat kami berdua semakin takut.
Mendengar suara teriakan seorang pria, membuatku dan Sri segera bersembunyi. Karena aku sangat takut sekali mereka akan menemukan dan menangkap kami. Walaupun aku tidak tahu mereka itu siapa. Apakah mereka termasuk orang-orang dari perkampungan di mana Jaka tinggal atau dari perkampungan yang lain dari hutan ini.“Bagaimana? Apa kalian berhasil menangkap mereka?” tanya seorang pria yang menunggangi kuda putih.“Maaf, Tuan Muda. Kami hanya berhasil menangkap satu saja,” jawab seorang pria yang sepertinya bawahan pria berkuda putih.“Tidak apa-apa, yang penting kita pulang tidak dengan tangan kosong. Kalau begitu kita pergi ke sebelah timur untuk mencari hewan buruan lain sebelum kembali,” perintah pria berkuda putih.Krak!“Siapa di sana?” teriak pria bertubuh tinggi yang berada di bawah pria berkuda putih.“Kalian berempat menyebar, dan cari siapa yang berada di sana!” perintah pria bertubuh tinggi pada empat pria yang baru saja datang.Empat pria yang diperintah itu kemudian menyebar
Melihat pria itu mengarahkan senjatanya dan meminta kami diam membuatku dan Sri ketakutan. Karena apa yang aku takutkan sepertinya akan menjadi nyata.Kami baru saja keluar dari kandang macan dan sekarang sepertinya masuk ke kandang buaya, dan pria yang ada di depan kami saat ini sepertinya akan membunuh kami berdua di tempat ini.“Tuan Muda,” panggil bawahan pria yang ada di depan kami.“Biar aku yang menangani dan membunuhnya!” cegah pria yang dipanggil tuan muda.Deg!Beberapa pria yang mendekati tuannya itu pun lalu mundur begitu mendengar perintah tuannya, dan itu membuatku dan Sri semakin takut. Karena pria yang ada di depan kami saat ini terlihat menatap kami tajam dengan wajah yang tidak bersahabat.“Kalian berdua tetap diam dan jangan bergerak bila tidak ingin celaka!” perintah pria itu ketika aku akan bangkit untuk melawan pria yang akan membunuh kami itu. Tapi aku lalu mengurungkan niatku ketika dia berkata seperti itu dan mengarahkan senjatanya lebih dekat kepadaku.Meliha
Pria itu bukannya langsung menjawab pertanyaanku tapi dia malah tersenyum, dan itu membuatku semakin binggung dan ingin tahu siapa dia sebenarnya.“Kalian bisa memanggilku Dimas,” ucapnya setelah beberapa lama diam.“Dimas,” ucapku dan Sri bersamaan.Dimas, entah mengapa nama itu terdengar tidak asing bagiku. Bahkan raut wajahnya pun aku seperti pernah melihatnya. Entah ini hanya kebetulan saja atau aku memang pernah bertemu dengannya. Tapi di mana aku pernah bertemu dengan pria itu?“Cempaka, ada apa? Mengapa kamu melamun?” tegur Sri membubarkan lamunanku.“Siapa yang melamun, Sri. Aku hanya, hanya …,” jawabku binggung harus menjawab apa, dan yang bisa aku lakukan hanya tersenyum karena aku tidak bisa meneruskan kata-kataku.Sri dan Dimas menatapku dengan tatapan yang aneh, dan itu membuatku semakin terpojok dan tidak bisa berbuat apa-apa.’“Tuan Dimas, anda sudah dat