‘’Semua fasilitas yang saya berikan, apa masih kurang?’’ tanya Amar dengan nada tinggi. Selama ini ia selalu mencukupi kebutuhan Sara, bahkan lebih dari sekedar cukup. Namun kali ini, ia harus mendengar dari mulut Sara sendiri, kalau ia ingin seperti wanita di luar sana. Berkarir, dan menikmati prosesnya sebagai wanita karir.
Dulu, ia tidak menyukai dengan kebebasan. Namun kali ini dirinya mempunyai alasan tersendiri untuk bebas menghirup udara segar di luar. Bahkan rumah seluas 2200 meter, tidak bisa membuat hatinya merasa cukup.
‘’Mas, semua yang kamu berikan sangatlah cukup. Bahkan, lebih. Kamu suamiku, namun kita jarang bertemu. Semenjak kita menikah, kamu hanya mengasihku waktu tiga hari untuk bisa meras
‘’Kau sudah bangun?’’ tanya Amar yang sedang melihat istrinya baru keluar dari dalam kamarnya. Sara tidak menjawab. Ia langsung mencuci muka, lalu mempersiapkan beberapa berkas yang ia perlukan untuk hari ini. Amar yang sedari tadi berdiri di depannya, ia sama sekali menganggap seperti sebuah patung. ‘’Makanlah sebelum berangkat! Jangan sampai kamu pingsan, lalu merepotkan banyak orang.’’Sara melihat ke arah Amar. Ia sedikit kaget karena suaminya seperti sedang mendukung rencananya itu. Namun ia tidak berani menyimpulkan, karena selama ini ia tidak akan mudah membaca pikiran suaminya. ‘’Apa kau mengijinka
Sara menaruh katalognya di atas meja sebelah tempat tidurnya. Meskipun kondisinya saat ini sedang lelah, dan tidak bernafsu. Ia harus tetap memberikan hak suaminya.Amar kembali tersenyum, lalu melangkahkan kakinya ke depan lemari kaca. Mengambil sepasang baju tidur, lalu memakainya. ‘Menyebalkan’ Sara terus menggerutu, jika laki-laki itu bukan suaminya, ia pasti sudah mengumpat habis-habisan. Hal seperti itu saja berani ia permainkan. ‘’Tidurlah. Kita lakukan besok, kau sangat capek hari ini!’’ suruh Amar kepada istrinya. Ia terlihat sangat perhatian dengan Sara. Sara hanya diam, sembari meregangkan otot kaku di seluruh
‘’Bangunlah, kita sudah sampai.’’ Amar mengusap rambut Sara seraya membangunkannya. Mata Sara juga terlihat lebih segar dari sebelumnya. ‘’Yogyakarta?’’ Mata Sara merasa tertampar saat dirinya tahu bahwa ia sedang berada di Kota Yogya. Amar segera membawa istrinya untuk turun dari mobil, lalu terlihat dua orang petugas vila yang sedang menunggu kedatangan mereka di luar mobil. Dua orang tersebut membawakan koper Amar, lalu mengantarnya ke salah satu vila yang akan mereka tempati.Amar memesan Villa Family Private Pool yang dikelilingi beberapa taman asri di Kota Yogya. Seperti namanya, vila ini didesain khusus untuk orang yang mau quality time bersama keluarganya. Amar memilih v
Sara terus memejamkan mata untuk merasakan kejantanan suaminya. Rasanya Sara tidak dapat lagi menahan tangannya sendiri untuk tidak bergerak. Dengan bantuan sepasang bola matanya, ia mulai meraba leher Amar yang ditumbuhi bulu-bulu halus. ‘’Cepat Sayang …,’’ ucap Sara sambil mencengkeram erat punggung Amar dengan sepuluh jemarinya. Sara semakin mengerang, lidahnya bertingkah liar, mengecup, dan saling bertukar saliva dengan suaminya itu. Suara kecup dan hentakan saling beradu di dalam ruangan bertirai putih itu.Amar semakin mempercepat gerakannya. Memaju mundurkan pinggulnya agar segera sampai dengan tujuan akhir. Dirinya juga bisa merasakan bahwa senjatanya itu akan segera meledakkan cairan kental yang ma
Guyuran air segar dari atas membasahi tubuh mereka berdua. Dua pasang tangan mengambil posisi untuk meratakan sampo di kepala mereka masing-masing. Kedua tangan Sara memijat dengan lembut baluran sampo di atas kepala Amar. Begitu pula sebaliknya. Sambil memainkan busa yang tertumpuk di badan mereka masing-masing.Selama tiga tahun menikah, ini adalah pertama kalinya mereka mandi berdua. Terlihat begitu intim di bawah guyuran air. Sebuah tawa lepas yang melandas di bibir mereka, membuat suasana semakin terasa milik mereka berdua. Tidak tahu kenapa, Sara merasa bersalah karena telah berburuk sangka kepada suaminya saat itu. Terlebih lagi ia sudah memutuskan untuk bekerja. Bagaimana pun juga Sara harus tetap melanjutkan pekerjaannya itu.Sara segera berkemas, memakai pakaian yang sudah ada di dalam koper.
‘’Lalu?’’ Sara terlihat begitu tertarik mendengar cerita Amar.Amar menyeka keringat yang menetes dari dahinya, bahkan untuk mengingat masa lalunya itu, ia harus mempersiapkan mentalnya terlebih dahulu.Amar melihat ke arah Sara. Bagaimana pun juga gadis itu adalah istrinya, dia berhak tahu cerita hidup suaminya sendiri. Ia juga tidak tega ketika memandang wajah Sara yang sangat antusias mendengarkan ceritanya. ‘’Semua sudah hancur! Wanita jalang itu telah merebut ayahku, suami dari mamaku.’’ Amar mencengkeram tangannya sendiri dengan kasar, ia terlihat begitu murka ketika mengingat kembali cerita hidupnya.Sara tidak berani berkata apa-apa, ia tidak ingin membuka luka lama dalam hati Amar. Lagipula in
Ada dua orang yang sedang memperhatikan mereka dari jarak jauh, mereka bersembunyi di semak-semak. ‘’Kak Zea? dan … Ratri?’’ ucap Sara terkejut. Bagaimana bisa kedua orang itu bisa berada di sini. Tiga tahun tidak bertemu mereka, rasanya ada rindu di dalam hati. Meskipun Ratri pernah memperlakukan Sara dengan cara tidak baik, bagaimana pun juga ia adalah temannya. PROKK … PROKK Amar menepuk kedua tangannya, ia sedang mengkode dua wanita itu. ‘’Kemarilah!’’Kedua wanita itu sedang menghampiri Amar, dan Sara. Rupanya mereka berdua yang telah membantu Amar untuk mempersiapkan kejutan untuk Sara. Tidak
’Mbak, Vilda?’ Kata Sara dalam hati. Mama muda yang ia temui sewaktu berangkat ke Surabaya, sekarang bisa bertemu kembali dengan keadaan yang berbeda. Wanita itu terlihat lebih terawat dari sebelumnya, apalagi kulit wajahnya begitu bersih, dan bersinar. Tidak! Mungkinkah dia operasi wajah? Bu Ira mengarahkan mata tajamnya ke sumber suara. Dengan bengis mengernyitkan bibirnya. ‘’Oh, jadi kau teman BA baru ini, ya? Baiklah kau bisa membantunya kalau merasa kasihan dengannya!’’ ketus Bu Ira. Lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Perlahan Sara mulai mendekat ke arah Vilda. Dipandanginya wanita itu dengan saksama, hanya untuk memastikan dia wanita di dalam bus itu, atau bukan. ‘’Kamu … Mbak Vilda, bukan?’’ tanya Sara dengan merapikan lengan bajunya. &n