"Permisi" suara seseorang terdengar dan berdiri didepan pintu kamar rawat. Laurent menoleh dan tersenyum.
"Apa kabar, gimana kondisi kamu rent?" Aira datang menjenguk. Ia membawa parsel buah yang ia letakan di atas nakas. Laurent tersenyum. Infuse sudah dilepas. Ia sudah boleh pulang setelah dirawat tiga hari dirumah sakit.
Aira sengaja datang karena ada hal yang ia ingin bicarakan dan mencari tahu sendiri tanpa ada Galang atau Pras.
"Kamu sendirian ra? Anak-anak?" Laurent menampakan tatapan mencari keberadaan anak-anak Aira.
"Dirumah opa omanya, aku titip sebentar. Aku turut prihatin sama musibah kamu rent. Semoga cepat sehat ya"
"Iya, terima kasih Aira. Kamu kesini ada apa? Atau di suruh tuan besar?" Laurent tersenyum. Ia lalu terkikik sendiri.
"Siapa? Kakakku? Pras?" Aira juga ikut terkikik. Laurent mengangguk.
"Enggak. Nggak ada ya
Kegalauan masih dilanda Pras, suara Laurent yang terus meminta tolong dan meminta maaf terus terngiang di telinga Pras. Sudah dua hari ponsel milik Laurent tak aktif, bahkan mata-mata Pras pun tak melihat Laurent keluar dari Penthouse Pedro."Andreas, apa bisa kamu atur pertemuan Pedro diluar bersama Galang? Saya ... saya ingin bertemu Laurent sebentar," Pras tertunduk sambil memegang ponsel yang menempel di telinga kanannya."Saya coba atur Pak Pras. Yang jadi masalah, pengawal yang menjaga di Penthouse begitu ketat."Pras mengeram marah. Ia lupa tentang hal itu. Mengapa Laurent diperlakukan seperti tahanan? Apa segila itu Pedro menyukai Laurent? Atau hanya dijadikan budak sex. Prad tak kuat memikirnya. Hatinya bergemuruh kuat karena emosi."Ok. Atur pertemuan private saya dengan Pedro siang ini. Dua jam dari sekarang. Siapkan dana dua puluh ribu dollar. Jangan banyak tanya untuk a
Suara denting sendok di dalam cangkir teh terdengar merdu, seraya sang pemilik cangkir itu duduk di meja makan. Ia menatap, bukan menatap cangkir tehnya, tapi menatap wanita yang sedang berdiri di seberangnya yang kemudian meletakan cangkir berisi teh dengan gula diet kehadapan pria yang kali itu hanya mengenalan bathroob. "Mau pakai selai atau madu, roti bakarnya?" wanita itu bertanya. Pria itu hanya bertopang dagu dan menatap sambil tersenyum. "PRAS!" teriakan Laurent mengagetkan Pras. Ia mengerjap cepat lalu duduk tegak dan menunjuk ke selai coklat. "Tipis aja selainya, aku gak-" "Tau ... tau ... nggak bisa makan manis. Paham." Kedua mata Laurent melirik datar ke Pras. "Nanti tolong bawa jas aku yang ada di lemari sisi sebelah kiri ke Laundry
Jevan dan Pras sudah duduk di sofa ruang tamu dengan pakaian rapi dan keduanya tampak tampan. Benar-benar seperti ayah dan anak. Laurent tersenyum manis saat ia juga sudah bersiap. Pras diam menatap Laurent yang mengenakan pakaian dengan warna senada dengan ia dan Jevan."Lho kok sama ... aku ganti dulu deh, malu. Kesannya niat banget pake kostum." Laurent berbalik badan. Namun suara larangan Pras terdengar."Gini aja," ujar Pras. Ia dan Jevan lalu beranjak. Laurent tersenyum masam. Rambut coklatnya ia blow dengan sedikit bergelombang."Sebentar, ada obat yang harus aku minum." Laurent kembali ke dalam kamar dan mengambil obat itu. Ia lalu beralih ke dapur dan mengambil air putih.Dengan cepat Laurent menelan pil itu. Jevan tak perduli karena ia tak paham. Namun Pras, ia menatap curiga.
Jantung Laurent memompa lebih cepat saat kakinya kembali menapaki kota tempat kelahirannya. Pras yang setia berdiri di sampingnya pun bisa merasakan jemari dingin dan basah Laurent yang ia genggam.Lebih dari delapan tahun ia tak pulang. Perkembangan kota Manado sungguh pesat. Kota tampak ramai walau Laurent melihatnya dari dalam mobil SUV putih yang di sewa Pras selama mereka di sana."Rent, kita nginap di hotel yang paling bagus di sini, karena aku tau tempat tinggal mu-" Laurent mengangguk. Ia tersenyum menatap Pras yang menyetir mobil."Langsung ke pemakaman atau mau ke hotel?" tanya Pras lagi."Langsung aja. Tapi mampir ke toko bunga, aku mau beli untuk mereka. Tapi- aku lupa alamat toko bunganya.""Ada GPS, Rent." Pras memainkan ponsel di tangannya. Laurent merasa b
Desahan nafas dari dua manusia itu membuktikan apa yang mereka rasakan di dalam diri masing-masing. Dengan bringas namun mampu membuat Laurent terbuai, Pras terus menikmati apa yang saat itu ada di hadapannya. Tubuh mulus Laurent begitu indah di pandangan matanya. Raut wajah penuh kenikmatan karena Pras begitu luar biasa memasuki area sensitifnya begitu membuatnya terbakar dan nikmat bersamaan. Katakan mereka kebablasan. Semua ini terjadi karena kegemasan Pras dengan wanita yang bersamanya itu. Setelah Laurent tenang, dan tak menangis lagi. Pras kembali berucap jika ia hanya mau menjahili Laurent yang tampak datar-datar saja sikapnya kepada Pras. Laurent marah dan, Flash back beberapa waktu sebelumnya, "Kamu khawatirin aku sampai nangis kayak gini pasti ada
Galang dan Aira menatap lekat Pras yang hanya bisa senyum-senyum setelah mereka kembali ke Jakarta dan langsung ke rumah Galang. Laurent tampak malu-malu, bagaimana tidak, Pras bahkan berbicara tentang kebablasannya itu. Aira khawatir. Bagaimana jika tau kondisi Pras yang mandul. Apa ia akan mundur dari hubungan itu? "Jadi- kalian akan tinggal bersama tanpa ikatan sah?" Galang bersedekap. Pras menoleh ke Laurent. "Aku maunya di apartemen sendiri, Lang, tapi tua bangka ini memaksaku. Ia bahkan berjanji menjaga hasratnya itu." Laurent menoleh dan menatap tak yakin dengan janji Pras. "Mana bisa dia tahan," sinis Galang. "Kak, bisa ikut aku sebentar," pinta Aira lembut sambil beranjak. Aira membawa Pras ke kamar anak-anaknya.
Kedua mata Laurent perlahan terbuka. Cahaya terang dari balik tirai yang hanya setengah terbuka masuk menerangi kamarnya. Kedua netranya menatap Pras yang sedang menatapnya. "Aku-" "Pingsan. Apa yang kamu rasain, Rent?" Pras mendekat. Duduk di tepi ranjang. Laurent menggeser tubuhnya sedikit ketengah ranjang. "Lemas," jawab Laurent. "Aku buatkan teh hangat ya, tunggu sebentar." Pras mengecup kening Laurent sekilas. Lalu berjalan ke luar kamar. Laurent diam. Ia duduk perlahan. Menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Tak lama, Pras kembali dengan cangkir teh di tangannya. Sambil tersenyum. Laurent menerima dan meminum teh itu. Matanya menatap Pras yang tampak khawatir. "Aku mau
Tak selalu gaun pengantin berwarna putih dengan ekor panjang menjuntai. Aira yang tak bisa memastikan ukuran tubuh Laurent hanya mampu menerkanya, maka ia menyiapkan gaun panjang berwarna salem.Sedangkan Pras, menggunakan setelan jas miliknya yang berwarna hitam dengan kemeja putih. Tampak biasa dan sederhana.Aira juga membawa mekap artis kenalannya. Mereka pun berdandan di pelataran gereja. Aira menggantikan baju Laurent di toilet gereja."Kakak itu gila. Dalam waktu kurang dari enam jam kita semua kelabakan menyiapkan ini semua. Urus surat-surat untuk didaftarkan pernikahannya kan nggak cepet. Tua bangka gila," omel Aira sambil menggandeng tangan Laurent saat ia keluar dari toilet. Mereka berjalan kedalam mobil SUV hitam itu kembali.Laurent hanya diam dan sesekali tersenyum.