Dengan cepat, Pandu meloncat tinggi menghindari sebongkah batu yang melesat hampir mengenai tubuhnya. Batu tersebut dilemparkan oleh Dumaya dengan kekuatan tenaga dalam yang sangat besar.
"Dumaya benar-benar nekat melakukan tindakan seperti ini," desis salah seorang kawannya yang menyaksikan detik-detik serangan yang dilakukan oleh Dumaya terhadap sang panglima.
"Kita lihat saja!. Apakah Dumaya akan berhasil memancing Panglima Pandu keluar dari tempat ini," sahut kawan yang lainnya.
"Jangan memaksaku untuk melakukan tindakan tegas terhadapmu, Ki Sanak!" seru Pandu sudah kembali menginjakkan kakinya di atas tanah.
"Hahaha! Aku tidak takut dengan ancamanmu itu, Panglima. Jika kau bersedia untuk bertarung denganku, maka aku akan merasa senang sekali," sahut Dumaya benar-benar bersikap benawat.
Sejatinya, Dumaya mulai melancarkan aksinya untuk memancing amarah Pandu. Setelah itu, ia akan memancing Pandu untuk mengejarnya ke bibir hutan yang tidak
Pandu tidak membiarkan serangan tersebut berkembang lebih pesat lagi. Dengan segenap kekuatan yang ia miliki, Pandu terus melakukan serangan balasan terhadap Wiriadinata. Sehingga Wiriadinata mulai terdesak dan jatuh tersungkur.Dengan demikian, Pandu memanfaatkan dengan baik kesempatan itu. Kaki kanannya langsung menyapu dengan tendangan keras yang berkekuatan tinggi. Namun, Wiriadinata bergerak dengan sempurna dalam menghindari tendangan dari Pandu. Tubuhnya melesat ke udara."Hahaha...!" Wiriadinata tertawa lepas mengejek Pandu yang baru saja gagal melakukan serangan terhadap dirinya.Beberapa saat kemudian, Wiriadinata kembali menginjakkan kaki di atas tanah, maka berkatalah ia, "Kau masih belum dapat mengimbangi ilmu kesaktianku wahai, Panglima!" Wiriadinata berdiri angkuh dan bersikap jemawa seraya membusungkan dada di hadapan Pandu.Melihat sikap sombong pendekar itu, Pandu hanya tersenyum-senyum saja dalam menanggapinya. Meskipun ucapan Wiriadinat
Demikianlah, maka keempat prajurit itu pun langsung turun ke dalam arena pertempuran. Mereka sangat khawatir akan keselamatan panglima mereka. Dumaya dan Wiriadinata sepertinya sudah siap menyambut keempat prajurit tersebut, untuk bertarung dengan mereka. Meskipun mereka sudah dalam kondisi terluka parah.Beberapa saat kemudian, Pandu mencelat sambil menghunus pedangnya dan langsung menebas leher pendekar itu dengan disertai bentakkan keras. "Rasakan ini, Ki Sanak...!" Demikianlah, tubuh pendekar itu pun terjatuh ke tanah dengan berlumuran darah segar mengalir dari batang lehernya, bak seekor ayam yang baru saja disembelih tampak mengerikan tubuhnya menggigil bergelimpangan di atas tanah kemudian terperosok ke dalam jurang yang ada di pinggiran hutan tersebut. Dengan tewasnya pendekar itu, bukan berarti Pandu mendapatkan waktu jeda dalam pertarungannya. Karena dua pendekar yang sedari awal memburu dirinya mas
Wiriadinata dan Dumaya saling berpandangan. Seakan-akan mereka ragu dalam menerima tantangan tersebut. "Hai, pengecut! Kenapa kalian diam saja? Ayo, maju!" bentak Damara. "Apakah kalian takut bertarung denganku yang sudah tua ini?!" sambung Damara kembali membentak. Rupa-rupanya, kedua pendekar tersebut memang benar-benar tidak berani untuk menghadapi pendekar paruh baya itu. Bahkan, mereka pun hanya diam saja, tidak sepatah kata pun keluar dari mulut mereka. Wiriadinata dan Dumaya tidak berani menyahut perkataan Damara. "Kita lebih baik lari saja, daripada kita binasa di tangan Pendekar Tapak Dewa!" bisik Wiriadinata nyalinya mulai ciut tidak berani bertarung dengan Damara. "Terserah kau saja! Aku pun tidak mau mati konyol di tempat ini," jawab Dumaya balas berbisik. Demikianlah, maka Dumaya pun langsung melompat tinggi menerobos semak -belukar masuk ke dalam hutan, disusul oleh Wiriadinata se
Beberapa saat kemudian, Ki Kusumo yang merupakan sang pemilik padepokan tersebut sudah tiba bersama empat orang pengawalnya. Sontak semua yang ada di pendapa padepokan itu menjura hormat kepada guru besar mereka. "Terimalah salam hormat kami, Guru," ucap para pendekar itu secara bersamaan.Mereka tampak ajrih dan bersikap hormat terhadap guru besar padepokan tersebut. Ki Kusumo hanya mengangguk sambil tersenyum lebar, kemudian langsung duduk bersebelahan dengan Demang Ageng Piruka. Dua bola matanya bergulir mengamati satu-persatu orang-orang yang ada di hadapannya. "Apakah kalian masih bersemangat untuk melakukan pemberontakan terhadap pihak kerajaan?" tanya Ki Kusumo. "Siap, Guru...!!!" sahut para pendekar itu serentak. Ki Kusumo tampak semringah mendengar sahutan dari para pendekar tersebut. Itu mendadakan bahwa gagasan yang telah lama ia rancang sudah mendapatkan dukungan penuh dari para pend
Keesokan harinya, Andaresta sudah berangkat dari padepokan menuju kuta utama Dalam Genda. Andaresta berniat hendak melakukan aksi pada malam harinya, menyusup ke dalam istana kerajaan demi mendapatkan keris pusaka milik sang penguasa kerajaan tersebut.Andaresta berpacu kencang menunggangi seekor kuda membelah hutan menuju sebuah keramaian di kuta utama Dalam Genda yang menjadi pusat pemerintahan kerajaan Genda Yaksa."Hiya! Hiya!"Menjelang sore, Andaresta sudah tiba di batas wilayah kuta utama. Tepatnya di sebuah desa yang mengarah ke pusat keramaian kuta utama Dalam Genda, sejenak ia menghentikan langkah kudanya. Karena di depan jalan yang hendak dilaluinya terlihat ada banyak prajurit kerajaan tengah berjalan beriringan menuju ke arah timur hendak masuk ke kuta utama."Aku harus menunggu para prajurit itu menjauh dari tempat ini. Sangat bahaya sekali jika mereka mengetahui keberadanku di sini," desis Andaresta berhenti sejenak sambil terus mengamati p
Pada malam harinya, Andaresta sudah bergerak cepat menuju ke istana kerajaan Genda Yaksa. Sementara itu, kudanya ia tinggal di sebuah gubuk kosong yang ada di ladang milik petani tidak jauh dari lokasi istana."Aku harus berhasil masuk ke dalam istana," desis Andaresta sambil melangkah cepat menuju istana kerajaan.Hanya dalam waktu singkat, ia sudah berdiri di samping gedung tempat penyimpanan pusaka milik kerajaan yang ada di sebelah timur istana utama, Andresta menghentikan langkah dan mulai berjalan mengendap-endap. Kemudian, ia meraih sehelai kain yang ia selipkan diikat pinggangnya."Aku harus menutup wajahku. Jika ada prajurit yang melihat aksiku ini, mereka tidak akan mengenaliku." Andaresta bergegas menutup wajahnya agar tidak dikenali oleh para prajurit pengawal yang ada di gedung tersebut.'Semoga aku berhasil mencuri keris pusaka milik sang raja,' kata Andaresta dalam hati.Andaresta menarik napas dalam-dalam, kemudian mulutnya
Siang itu, para petinggi istana sudah berkumpul di ruang utama istana. Sang raja saat itu hendak membahas tentang hilangnya keris pusaka yang diduga kuat sudah dicuri oleh seseorang yang memiliki kemampuan ilmu tingkat tinggi, sehingga berhasil mengelabui para prajurit penjaga gedung tempat disimpannya keris pusaka tersebut."Aku yakin, orang yang sudah mencuri keris pusaka ini bukanlah orang sembarangan. Karena tidaklah mungkin orang yang memiliki kemampuan biasa dapat dengan mudah memasuki area istana ini," ujar sang raja."Benar, Gusti Prabu. Hal ini sepertinya sudah dirancang dari jauh-jauh hari," sahut Maha Patih Semilang Kencana menanggapi perkataan dari sang raja.Prabu Surya Darma Wihesa dan Panglima Pandu mengangguk-anguk sambil memandangi wajah sang maha patih."Hamba pikir memang demikian, ini siasat dari orang yang benar-benar memiliki kemampuan tinggi," timpal Pandu mulai angkat bicara, ia membenarkan dugaan dari sang maha patih.
Seorang prajurit senior tengah mengamati gerak-gerik Senapati Gukurajma dan Barunda, ia sangat mencurigai gerak-gerik Barunda dan juga Senapati Gukurajma yang saat itu tengah berbincang di depan barak prajurit."Aku curiga terhadap sikap mereka berdua, mereka tapak dekat sekali," desis Tamaraka terus mengamati gerak-gerik Senapati Gukurajma dan Barunda. "Aku yakin sekali bahwa Senapati Gukurajma adalah orang yang sudah menyuruh para pendekar itu untuk mencelaki Panglima Pandu," sambungnya.Kecurigaan Tamaraka terhadap Senapati Gukurajma dan Barunda berdasarkan informasi dari salah seorang penduduk yang memergoki mereka tengah berkunjung ke sebuah desa yang ada di pinggiran kuta utama Dalam Genda. Sehingga diam-diam, Tamaraka dan para prajurit lainnya langsung menyelidiki keberadaan orang-orang yang pernah berusaha mencelakai Panglima Pandu ketika berkunjung ke pinggiran kuta utama bersama dirinya.Beberapa saat kemudian, tibalah Panglima Pandu. Ia langsung mangg