***
Mereka membawa kami mengunjungi sebuah tempat yang cukup jauh dari Ibukota, aku tidak tahu apa yang mereka rencanakan, tapi jika situasi memburuk, aku bisa mengirim sinyal kepada anggota yang ikut bersamaku.
Kini, posisiku dengan Gisele tidak menguntungkan. Aku dengannya di pisahkan antara dua mobil sedan hitam, dengan tegas kukatakan pada mereka untuk menjamin keselamatan wanita tersebut. Mereka mengangguk setuju.
“Pimpinan kami ingin mengatakan sesuatu padamu,” ucap seorang pria yang duduk di kursi depan, ia masih menatap jalanan meski tengah berbicara denganku.
“Pimpinan? Terdengar begitu resmi, aku tidak bisa menduga siapa kalian ini sebenarnya,” balasku dengan angkuh. Benar, aku harus bersikap kuat saat ini jika tidak ingin mereka meremehkanku.
“Kamu akan mengetahuinya sebentar lagi.”
Pria itu berbalik dan memerintahkan kedua anak buahnya untuk menutup wajahku menggunakan kain hitam yang begitu pekat. Aku tidak bisa melihat ap
Tak kusangka, seseorang yang justru kuakui sebagai salah satu petinggi yang mumpuni kini berencana untuk merebut Cincin Hitam dalam genggamanku. Benar, ia tumbuh dan berkembang di Indonesia sembari melihat aktivitas mafia yang kulakukan. “Kau! Aku tidak menyangka kau mengincar posisiku saat ini.” “Jangan naif, aku hanya ingin membentuk Cincin Hitam yang lebih baik dan lebih bermartabat dibanding saat kau memimpin,” ucap Soo, ia tersenyum menyeringai seolah-olah berkata dengan lantang “Akulah pemenangnya”. Tapi akan kupastikan ia tidak bisa mengambil Cincin Hitam dariku, jika kulakukan sesuai peraturan organisasi. Aku akan mengangkat beberapa orang lagi sebagai seorang eksekutif dan menjegalkan langkah Soo untuk mengambil alih. “Para eksekutif ini, kamu pasti hapal salah satu atau mungkin mereka semua. Dalam gelap, mereka terus saja menghambur-hamburkan uang, melecehkan para wanita dan memainkan uang di pasaran,” keluh Soo, aku tidak mengerti apa yang
*** Pencarianku terhadap keempat orang tersebut terpaksa kuhentikan, cidera yang dialami Gisele ternyata lebih buruk dari dugaan sebelumnya. Cidera engkel yang ia derita disebabkan oleh peregangan berlebihan di bagian ikatan ligamen –urat yang mengikat tulang. Klinik kesehatan menyarankan aku untuk membawanya ke rumah sakit, aku menyetujui meski Gisele menolaknya mentah-mentah. Aku katakan padanya jika kita tidak punya banyak waktu, orang-orang yang kita kejar bisa saja mengetahui pergerakan Cincin Hitam dan mulai melarikan diri. Tujuh hari adalah waktu yang lebih dari cukup untuk mengembalikan keadaan Gisele kembali seperti semula. Dengan bantuan rumah sakit yang besar dan berpengalaman, aku tidak perlu mengkhawatirkan keadaan Gisele lagi karena dia berada di tempat yang tepat. Pagi itu, dia masih terlelap di atas kasur pasien yang begitu empuk. Aku sengaja membawanya ke ruang VIP agar ia bisa mendapatkan perawatan yang maksimal. Ruangan ini
*** Alberto? Apakah mungkin ada pria tukang sate dengan nama Alberto yang lain? Tidak! Orang jawa identic dengan nama-nama yang khas, sangat jarang orang menamai anak mereka Alberto. Hanya satu kemungkinan jika Alberto yang lain ada, yaitu orang asing yang memilih menetap di Jawa Tengah dan mengubah kewarganegaraannya. Kuperhatikan lebih jelas wajah dari pria di depanku, ia berkulit putih dan memiliki perawakan khas orang-orang Kaukasian. Apakah mungkin jika orang ini adalah buronan yang tengah kucari? Semakin malam, udara di sekelilingku semakin dingin dan menusuk. Jalanan pukul sebelas malam di depan tukang sate tampak lengang, hanya beberapa kendaraan yang bias kuhitung dengan jari. Dan terlebih di daerah itu hanya ada tukang sate milik Alberto seorang yang masih buka, entah kenapa kurasa seperti ada yang ganjil dari penampilan pria bertubuh besar tersebut. Sudah lebih dari setengah jam aku berdiri tepat di samping jalan, tidak ada
“Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?” tanya Alberto, sorot matanya begitu tajam seolah kini tengah mengintimidasiku. “Sebaiknya kita cari tempat lain. Aku tidak mau anak ini mengetahui identitas sebenarnya dari Ayah yang begitu ia sayangi,” ucapku. Kubalikan tubuh ini membelakangi Alberto dan melirik pelan melalui sudut mataku kepada Sinta. Gadis yang malang, di usia yang cukup belia, ia terpaksa harus menghadapi situasi sulit seperti ini. Tapi hal menyedihkan akan membawa kekuatan bagi seseorang, begitu juga dengan mereka yang ditinggalkan. Aku yakin dia cukup tangguh untuk melewati sisa hidup ke depannya, poin plus sudah ia dapatkan ketika dengan berani meneriaki dan membentakku. “Ayah! Jangan tinggali aku.” Wajah Sinta berlinang air mata, untuk anak seusianya aku sama sekali tidak keberatan jika harus menunggu. Hari ini, di waktu petang tiba, Sinta akan berpisah dengan ayahnya, mungkin untuk selamanya. “Tidak apa-apa, jangan khawatir
*** Sisanya berjalan seperti biasa, setiap kali ia enggan menjawab pertanyaanku, kutawarkan kesenangan padanya, begitu seterusnya hingga pagi menjelang. Kulihat wajah Beto pucat pasi layaknya susu basi yang sudah ditinggal lama pemiliknya, baju dan celana pria itu tergeletak di lantai dengan penuh noda alkohol. “Ayo! Kita main lagi. Satu permainan kecil.” Benar-benar manusia yang serakah, ia tidak mengingat kesenangan di semalam suntuk yang sudah ia habiskan. Kuhitung jumlah minuman beralkohol yang habis diteguk olehnya, hampir mencapai 10 botong ukuran besar. “Sudahlah. Ayo kita pergi,” ucapku. Keadaan di ruang itu masih begitu berantakan, baju dan pakaian Beto masih tergeletak bebas tanpa pria itu pedulikan, kedua wanita yang terus menemaninya semalam suntuk tertidur pulas tanpa dibalut kain apa pun. Aku sudah berpakaian rapi, tentu saja demikian mengingat ada seseorang yang perlu kudatangi. Ridho, kudengar dia tingga
***“Kemana sebenarnya kamu akan membawaku?” tanya Beto, aku meminjam mobil rental kenalan wanita simpanan yang kutemui tadi, ia dengan senang hati membantuku untuk meyakinkan temannya meminjamkan mobil itu kepadaku.“Solo, aku akan membawamu ke sana.”“Jangan cemas, jika kamu kooperatif, aku akan mengembalikanmu ke keluargamu nanti,” sambungku tanpa melihat ke bagian jok penumpang di belakang, posisi Beto yang teikat di bagian tangan dan kaki membuatnya tak bisa bergerak dengan leluasa.Dari penuturan informasi yang diberikan Beto, Ridho pernah bekerja di salah satu sekolah dasar, lalu pergi dan tinggal di sebuah desa dengan pekerjaan sebagai seorang guru honorer di sekolah madrasah.Beto sering menceritakan tentang temannya itu, ia mengakui kalau pembunuhan terhadap Luqman dilakukan oleh mereka juga. Namun, mereka mengelak jika dituduh sebagai dalang utama.Mereka hanya menjalankan tugas dari seseorang y
*** Kudatangi sebuah gedung tua yang tampak tak terpakai, gedung itu berada di luar Desa Sukmajaya, berbatasan langsung dengan Boyolali. Waktu menunjukan pukul dua malam dan mereka yang duduk di bangku belakang sudah tertidur pulas, begitu juga dengan Beto. Kedua orang itu sudah kuikat dengan ikatan erat dan kuat. Sesampainya di dalam gedung, kedua pria itu kuletakan di atas lantai gedung yang kotor. Kulihat pemandangan itu mengingatkanku pada kejadian dulu ketika Cincin Hitam banyak melakukan penangkapan pada orang-orang yang mencurigakan. Sekitar satu jam aku menunggu mereka tersadar, akhirnya Ridho terbangun dan mendapati kalau dirinya sudah terikat di kedua tangan dan kakinya. Ia menatapku dengan wajah bengisnya, luka dan sayatan di wajahnya sama sekali tidak membuatku takut. “Di mana aku?!” tanya Ridho, ia membentak dan mencoba memberontak, tubuhnya bergeliat layaknya cacing yang kepanasan. “Tenanglah, aku akan mengembalikanmu jika
***Seharian kemarin aku hanya bisa berbaring di atas kasur, tak banyak yang bisa kulakukan bahkan polisi tidak mau melewatkan satu jam saja meninggalkanku sendirian di ruang perawatan ini.Setiap enam jam sekali akan ada pergantian jaga, personil yang menjagaku juga berubah dari semula satu orang kini menjadi dua orang. Aku semakin sulit berpikir untuk melarikan diri dari sini.Hanya ada satu momen ketika aku memang benar-benar sendirian, momen itu datang ketika perawat masuk untuk membasuh tubuhku karena aku tidak diperbolehkan untuk turun dari atas kasur.Dan itu akhirnya tiba, seorang perawat masuk sembari membawa ember yang penuh dengan air dan lap basah yang ada di bawah ember tersebut. Perawat perempuan itu mulai menyingsingkan lengan bajuku hingga siku, dan celanaku hingga lutut.Aku berbual kepada polisi dengan mengatakan aku memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi, dengan kata lain, aku cukup sensitif jika orang luar selain perawat meli