POV Nada
Aku tak bisa menyembunyikan senyumku. Seminggu ini entah kenapa aku bahagia sekali. Apa karena aku tinggal menunggu porposal tesisku di ACC? Ah, pasti karena itu.
"Ekhem." Aku menoleh ke sumber suara. Dan lihatlah wajah semringah itu. Dia tak pernah berubah rupanya."Hai Mimmosa, mau kemana?""Kepo," sahautku jutek. Aslinya bahagia. Entahlah, seminggu ini aku jutek padanya. Sepertinya aku ingin melampiaskan semua rasa rinduku padanya. Eh ... maksudnya rasa kesalku karena hampir ditinggal nikah sama dia. Uhuk."Duh, juteknya. Tapi aku tetap cinta. Kamu mau pergi apa? Aku anterin ya?""Gak usah.""Ayolah, aku anterin ya ya ya?" Dasar Jamal masih kayak dulu, gak mudah menyerah tapi aku suka."Gak, aku pakai mobilnya Mas Azzam."Aku segera masuk ke dalam mobil Xebia milik Mas Azzam. Sedangkan Mas Azzam sendiri nanti memakai mobil barunya. Merek Jazz Jazz yang oke punya. Semoga suamiku nanti kayPOV JamalAku berusaha menahan tawaku. Ya Allah, beneran lagi nonton drama ini. Dimana pelakonnya Zulaikha dan Yusuf, eh salah Singa Garang maksudnya.Duh, amit-amit aku dikejar-kejar cewek kayak Mas Azzam yang dikejar-kejar terus sama Ning Zulaikha. Makasih. Cukup aku saja yang mengejar Nada.Drama terus berlanjut dengan kedatangan Gus Fadil dan Ustaz Hilman. Astaga! Sungguh lucu pemirsah, sayang kesenanganku menertawakan drama mereka harus dihadiahi dengan tamparan keras penghapus papan tulis yang dilempar sama Mas Azzam. Aduh, malu iya sakitnya juga. Ckckck."Mas Azzam bar-bar, sakit tahu." Aku mengeluh saat kami sedang berjalan keluar gerbang SMK Al-Hikam."Rasain. Lagian siapa suruh kamu ketawain aku.""Habis lucu Mas. Hehehe."Pletak."Aduh, sakit Mas!" teriakku sambil mengusap-usap dahi."Aku sumpahin kamu bakalan kena karma dikejar-kejar cewek sampai kelimpungan.""Amin. Aku malah seneng kalau Nada ngejar-ngejar aku M
POV NadaAku tengah menyusut air mataku dengan kain kerudung. Pun Azmi. Kami sedang menitikkan air mata berharap dengan air mata ini semua kesedihan akan segera menjadi kebahagiaan."Pokoknya sekali enggak tetep enggak.""Oke. Kalau Mas Azzam gak mau. Caca gak mau diajak olahraga bareng lagi.""Ckckck. Gak bisa ya. Kamu mau nyiksa Mas Azzam. Dosa tau nolak suami.""Caca gak nolak, tapi kan kasihan mereka Mas? Ajak ya?" rengek Caca."Ck.""Ya Mas ... plissssss." Caca melingkarkan kedua tangannya guna memeluk Mas Azzam. Mas Azzam terus menggeleng tapi Caca gigih merayu.Aku dan Azmi hanya saling memandang dan berusaha menahan senyum pokoknya jangan sampai tertawa."Ya, ya, ya." Caca masih berusaha menaklukan suami garangnya. Bahkan kini suaranya berubah menjadi sangat manja. Astaga baru tahu aku kalau Caca punya bakat manja."Massss ... biarin mereka ikut. Mas Azzam, kan baik hati, tidak sombong, gak pelit, ganten
POV Jamal"Nad.""Iya.""Saranghaeyo."Nada menoleh ke arahku"Aku tresno karo sliramu Nad, sangat-sangat tresno," ucapku dengan sepenuh hati.Kulihat matanya berkaca-kaca, kemudian dia menunduk. Aku tahu ada binar cinta pada mata itu. Tapi aku pun tahu ada juga kesedihan pada matanya."Will you marry me?"Diam, sekali lagi Nada hanya diam."Setidaknya aku minta sama kamu Nad, jangan bohongi hati kamu. Aku rela menunggu sampai kamu siap. Tapi ijinkan aku memintamu pada kedua orang tuamu.""Jamal ... aku gak bisa melangkahi Mbak Nida." Nada sudah mulai menangis."Sama.""Hah?" Mata Nada membelalak dan mulutnya melongo."Seperti kamu yang gak bisa melangkahi mbakmu, aku pun gak bisa berpaling darimu. Karena itu Nad, ijinkan aku agar terus berjuang. Berjuang untuk kamu, untuk kita."Hening.Kami saling menatap cukup lama. Ke
POV NadaPulang dari Korea aku jadi galau. Ya Allah, perasaanku benar-benar membuncah rasanya. Ada bahagia yang membuncah, rindu yang melimpah serta rasa takut yang kian merekah. Duh Gusti.Aku hanya bisa gulang-guling tak karuan. Akhirnya memilih keluar kamar.Saat keluar, aku seperti mendengar suara di ruang kerja Mas Azzam. Aku sengaja berjingkat dan jalan pelan-pelan lalu mengintip. Caca sedang menemani Mas Azzam bikin sketsa kayaknya. Huh, aku jadi iri. Apalagi melihat tingkah jahil Mas Azzam yang sebentar-sebentar cipika cipiki. Hadeh. Modus amat itu Singa Garang.Karena tidak kuat melihat keuwuan pasutri, aku memilih melangkah ke ruang tengah."Nada."Aku kaget mendengar suara yang begitu aku rindukan beberapa hari ini."Jamal? Ngapain kamu di sini?""Hehehe. Aku nunut bobo bareng Azmi." Kulihat seringai jahil pada bola matanya."Kok bisa?""Ya bisalah Jamal gitu."Aku menatap Jamal tak percaya. Tapi kuakui
POV JamalMasya Allah, ademnya hatiku bisa melihat calon bidadariku tengah berfoto ria bersama Caca dan keluarga besarnya. Ya hari ini Nada akhirnya diwisuda.Dengan kepercayaan diri tingkat tinggi, aku mendatangi Nada dan keluarga besarnya."Assalamu'alaikum," salamku."Wa'alaikumsalam," jawab mereka kompak.Aku mencium para sesepuh. Ada abah, umi dan kedua orang tua Nada. Oh iya, aku udah kenalan dengan orang tua Nada loh bahkan sudah melamar dengan jantan. Sayang, Nadanya belum mau kupinang demi menjaga hati sang kakak. Ya sudahlah. Gak masalah. Yang penting berdoa dan berjuang. Semangat. Pikiranku melayang pada pertemuanku beberapa waktu yang lalu dengan kedua orang tua Nada."Kamu Gus Jamaludin Akbar? Yang calonnya Ning Asyifa?" tanya Kyai Munir, Ayah Nada."Nggih Bah, tapi aslinya saya maunya nikah sama putrinya Abah cuma ya itu panjang ceritanya.""Ya coba diceritakan." Kini Bu Nyai Aliyah, ibunya Nada yang b
POV Nada."Nada."Aku menoleh ke sumber suara. Astaga itu kan ... Hana."Hai apa kabar?"Aku melotot melihat penampilan Hana yang ... astaghfirullah."Kenapa? Kaget ya?""I-iya."Meski waktu bertemu Hana dia tidak berkerudung, tapi pakaiannya masih sopan kalau sekarang masya Allah, itu baju kekurangan bahan atau gimana?"Eh, kamu mau kemana?""Mau ke rumah Pakdhe.""Pakdhe? Pondok Pakdhe kamu ya? Aku ikut ya?""Hah? Itu ... itu ....""Ayok."Hana langsung menarik tanganku. Mau tak mau aku pasrah. Sebenarnya agak risih dengan penampilan Hana yang terlalu terbuka. Model bajunya sengaja mempertunjukkan bahu kirinya. Belum lagi celana jeans sobek-sobeknya. Sungguh aku bingung harus bagaimana.Kami menaiki grab dari stasiun Purwokerto menuju ke Al-Hikam."Ehm ... Hana." Aku mencoba berbicara dengan Hana."Iya.""Mending kamu pakai baju yang pantas.""Ck. Gini ajalah. Biarin toh aku jadi keli
POV Jamal"Ustaz, itu ponselnya dari tadi bunyi loh.""Iya, Uztaz Hilman. Biarkan saja, orang iseng itu."Aku memilih tidak menggubris ponselku. Karena sudah dipastikan yang sedang miscall dan mengirim pesan beruntun adalah si kunti sama si mantan sombong.Ck. Herman aku. Perasaan aku ya gak kasih harapan apa-apa kok ya sekarang malah dikejar-kejar wanita. Dua lagi. Duh Gusti paringono sabar.Delapan bulan telah berlalu semenjak Nada kembali ke Bumiayu. Selama itu pula aku harus menahan rindu sekaligus menjaga hati dan emosi. Gimana gak emosi, Ning Asyifa yang sudah selesai mondok kini terang-terangan menerorku, memintaku untuk melanjutkan rencana pernikahan kami. Tentu dong kutolak tegas. Masa bodoh dia mau nangis kejer toh bukan urusanku. Bahkan pernah dia mengancam bunuh diri, hohoho kutantang dong ya, silakan bunuh diri toh yang ke neraka dia sendiri, malas aku ikut-ikutan.Dasar namamya ancaman cap kulit kacang, cuma nyaring doang
POV NadaAku masih melengkungkan sebuah senyum. Jamal ... Jamal, Pangeran Kudus ini benar-benar selalu membuatku bisa tersenyum. Aku segera menaruh ponselku dan langsung bersiap untuk mengajar. Hari ini jadwalku cukup padat baik di sekolah maupun pondok.Dari pagi hingga jam satu siang aku mengajar di sekolah, jam dua nanti aku harus segera ke pondok. Ada jadwal di sana.Selesai mengajar aku kembali ke rumah dulu sebelum ke pondok. Aku mau ganti baju dulu. Sampai di halaman, aku nyaris berteriak ketika melihat mobil Mas Azzam. Aku segera berlari ke dalam rumah."Salam dulu, Nada.""Hehehe. Maaf Umi. Habis kangen sama Aslan.""Cuci tangan dulu. Baru sana kamu uwel-uwel si Aslan."Aku menuruti kata Umi. Selesai membersihkan diri, aku langsung menuju ruang keluarga untuk menemui Aslan dan kedua orang tuanya.Kami mengobrol dengan diiringi canda tawa karena kehadiran para Aslan terutama tingkah Azada yang selalu membuat kami gemas