Share

bab 2. Penolong

Dia adalah Sherly, sahabat baik Senja selama ini. Sherly berkerja sebagai model majalah dewasa. Bukan hanya cantik, tubuh Sherly juga molek berisi. Jadi tidak heran jika dia sering menjadi model pria dewasa.

"I_itu 'kan Sherly," tunjuk Senja pada wanita yang memakai gaun merah dengan potongan leher rendah yang hampir menyembul buah dadanya. Panjang gaunnya pun hanya sebatas lutut dan terlihat ketat.

"Ngapain dia di sini?" Riki mulai curiga. Apalagi Sherly terlihat melangkah menghampiri mobil Han yang terparkir tak jauh dari tempat mereka sekarang.

"Mungkin ada kerjaan, Mas."

Senja sempat curiga, tapi ia tidak boleh gegabah. Siapa tau mereka berdua terlibat kerja sama.

Senja mencoba mengenyahkan pikiran buruknya. Matanya masih fokus melihat interaksi keduanya.

"Kita tunggu saja."

Ketika Senja berniat akan turun dari mobil, dengan cepat Riki meraih lengannya untuk menghentikan niat Senja.

"Kenapa kamu melarangku, Mas? Aku ingin menghampiri mereka berdua," Senja protes tidak terima.

Riki hanya diam. Kemudian menunjuk dengan dagunya apa yang ia lihat sekarang. Senja yang awalnya tidak melihat itu segera menoleh ke mana arah pandangan sang kakak. Ia menutup mulutnya terkejut dengan apa yang ia lihat.

"Setidaknya kita harus punya bukti kuat untuk melaporkan mereka ke polisi atas tuduhan perselingkuhan. Mereka akan terkena tindak pidana jika kita mempunyai bukti yang kuat di pengadilan. Jadi Mas minta kuatkanlah hatimu untuk sebentar saja."

Senja shock melihat pemandangan di depan matanya. Ia melihat Sherly dan Han saling memeluk mesra, bibir mereka pun saling menyapa dengan berpagut mesra di depan umum, seperti dua insan yang sedang di mabuk cinta. Tidak tau malu.

Tubuh Senja kaku, tidak bisa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun seolah oksigen sudah habis di sekitarnya. Ia mati rasa saat itu juga ketika melihat mereka bergandengan bersama memasuki hotel tersebut.

"Shiit!!! Dasar pria tak tau malu. Bisa-bisanya dia menghianatimu dengan sahabatmu sendiri. Apa yang ada di otak Han saat ini. Aaarrgght!! Berengsek kamu Han!" geram Riki seraya memukul kemudi untuk meluapkan rasa sakit hatinya.

Ia tidak menyangka jika pria yang dia percaya menjaga adiknya, dengan tega menghianati Senja dengan begitu kejam.

Ingin sekali ia keluar dari mobil dan memberi pelajaran pada pria itu. Namun dia juga tidak bisa gegabah dalam mengambil tindakan. Bisa saja mereka menyangkal tuduhan itu dan berganti melaporkannya atas tuduhan pencemaran nama baik yang juga akan merugikannya dan Senja.

"Aku mau turun, Kak!!" Tangan Senja sudah berada di pintu mobil, berniat untuk turun dan memergoki suami dan sahabatnya. Tapi tangan Riki dengan cepat menahannya.

"Jangan, Nja. Kita tunggu saja dulu."

"Kenapa, kak? Kenapa? Apa kamu senang melihat adikmu tersiksa seperti ini, hah?" Senja menyentak tangan Riki yang berada di lengannya.

Ketika sudah terlepas, Senja segera membuka pintunya dan langsung turun dari mobil. Tapi lagi-lagi niatnya terpatahkan karena tiba-tiba tangan Riki merangkul tubuhnya dan berusaha menenangkan dirinya yang sudah bergetar karena tangisnya.

"Jangan, Senja. Kita perlu bukti konkret untuk membuktikan semua. Kamu harus sabar. Ini juga untuk kebaikan kamu ke depannya. Aku tidak ingin keluarga Han menyalahkanmu atas perselingkuhan yang dilakukan anaknya. Kamu tahu sendiri bagaimana sifat mamanya yang menganggap Han adalah anak yang paling sempurna."

Riki membawa Senja kembali ke mobil agar tidak menjadi pusat perhatian para pengunjung hotel.

Senja hanya bisa diam dan menangis di dekapan sang kaka. Dadanya terasa nyeri, merasakan ribuan tikaman pisau menghunus jantungnya. Apalagi mengingat senyum tulus Bina saat menyambut sang Papa pulang seperti biasanya, sangat menyakitinya sebagai seorang ibu yang harus dengan tega memisahkan dia dengan sang papa karena kelakuan bejat papanya.

Setelah lama menunggu, akhirnya Senja sudah tak tahan lagi. Tanpa persetujuan sang kakak, dia langsung keluar dari mobil dan berlari menuju ke dalam hotel.

Riki yang melihat adiknya berlari pun segera mengejarnya. Dia berteriak memanggil Senja agar menghentikan langkahnya. Tapi sayangnya Senja seolah tak mendengar panggilan itu dan terus melangkahkan kakinya menuju ke meja resepsionis.

"Selamat pagi. Ada yang bisa kami bantu?" sapa resepsionis itu dengan ramah.

"Maaf, Mbak. Saya mau bertanya, di nomor berapa pasangan yang baru masuk barusan tadi?" tanya Senja langsung to the poin.

Terlihat kening resepsionis itu berkerut. "Maaf, yang mana ya, Bu? Karena pengunjung di sini banyak, Bu." jawab Wanita itu lagi.

"Yang baru saja masuk, Mbak. Yang wanita memakai gaun berwarna maroon dan yang pria memakai kemeja warna hitam." Senja seolah sudah kehilangan kesabaran karena merasa wanita itu terlalu bertele-tele menjawab pertanyaannya.

"Oh, maafkan kami, Bu. Kami tidak bisa memberitahu privasi tamu kami kepada sembarangan orang." Jawaban resepsionis itu seketika membuat Senja meradang. Dia menggebrak meja resepsionis dengan keras sehingga membuat tamu sekitar menatap ke arahnya.

Brakk..

"Mbak, Apa kamu tahu yang masuk barusan dia adalah suamiku, dan wanita di sampingnya adalah pelakor yang merebut ayah dari anakku. Apa yang Mbak bakal lakukan jika berada di posisiku saat ini? Apakah Mbak tega membiarkan pelakor itu merebut papa dari anakku? Sedangkan kita sama-sama wanita, Mbak. Di mana hati nurani Mbak saat ini?" Senja histeris karena mendapat penolakan dari resepsionis.

Resepsionis itu hanya diam seraya menundukkan wajahnya. Dia malu sekaligus merasa sedih melihat keadaan Senja yang terlihat mengenaskan. Dia ingin membantu, tapi tentu saja ada resiko yang harus di tanggungnya untuk ke depan. Dan dia juga tidak mau mengorbankan pekerjaannya.

Tubuh Senja hampir saja ambruk membentur lantai jika saja Riki tidak menangkap tubuhnya dari belakang. Senja benar-benar kecewa. Hingga tubuhnya tidak mampu lagi menopang berat beban dalam hatinya. Tubuhnya lemas seketika dan air mata turun dengan derasnya.

Banyak mata yang menatap iba pada Senja, tapi mereka seolah tidak bisa berbuat apa-apa.

Riki memeluk tubuh Senja dengan erat. Menyalurkan kekuatan untuk menghadapi kenyataan. Ia juga akan menemani Senja bagaimanapun keadaannya.

"Sabar, Senja. Kita bisa mencari jalan lain untuk mendapatkan nomor kamar Han. Kamu sabar ya." Mata Riki memerah, melihat adiknya yang terpuruk seperti itu.

"Mas Han jahat, Mas. Mas Han jahat!!"

Senja masih meraung di pelukan Riki.

"Iya, habis ini mas akan mencoba berbicara pada resepsionis itu. Siapa tahu mereka bisa memberikan nomor kamar Han pada kita. Kamu tenang dulu, ya?" Riki mencoba menenangkan adiknya.

Karena dia juga sedikit malu karena banyak pasang mata yang melihat ke arah dirinya dan Senja.

Keributan itu berhasil memancing seorang pria mendekati Senja yang masih terduduk di lantai itu.

"Ada apa ini?" tanya seorang pria seorang pria mendekati Senja yang masih terduduk di lantai itu.

"Pak Langit." Dua resepsionis itu menunduk takut.

"Jelaskan ada keributan apa di sini?"

langsung saja salah satu resepsionis itu menjelaskan kedatangan Senja yang berniat menangkap basah suaminya yang tengah berselingkuh dengan sahabatnya.

"Lalu kenapa kalian tidak memberikan kunci pada wanita itu?" tanya pria itu lagi.

"Kami takut kena sanksi, Pak."

"Berikan kunci itu, atau kalian yang akan saya pecat sekarang juga."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status